Efek Traumatis Berkepanjangan, Begini Cara Mencegah Kekerasan Seksual
08 September 2021 |
20:22 WIB
Kekerasan seksual menyebabkan efek traumatis berkepanjangan bagi orang yang mengalaminya. Apalagi jika hal ini terjadi di masa-masa pubertas di mana mereka sudah memahami seksualitas. Mereka yang mengalami kekerasan seksual pada remaja dan tidak tertangani dengan baik, pada masa mendatang akan menutup mata apabila kekerasan seksual terjadi pada keluarga maupun orang terdekatnya.
“Ketika terjadi pada periode itu dampaknya menjadi berat, traumanya sangat mendalam, dan bisa kebawa ke anak cucu kalau tidak bisa diselesaikan,” ujar Psikolog Klinis dari Enlightmind Nirmala Ika saat dihubungi Hypeabis.id, Rabu (8/9/2021).
“Ketika anak cerita mengalami kekerasan seksual, dia menolak kenyataan itu, tidak percaya karena adanya trauma. Mungkin bagi dia menyakitkan, dia menutup mata dan salah persepsi,” terangnya.
Oleh karena itu, korban kekerasan seksual butuh penanganan komperehensif. Dukungan orang-orang terdekat seperti keluarga, teman, dan kerabat sangat diperlukan. Bantuan dari tenaga profesional juga dibutuhkan.
Sementara itu, Nirmala menyebut ada beberapa cara mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anaknya, berikut diantaranya:
“Ketika terjadi pada periode itu dampaknya menjadi berat, traumanya sangat mendalam, dan bisa kebawa ke anak cucu kalau tidak bisa diselesaikan,” ujar Psikolog Klinis dari Enlightmind Nirmala Ika saat dihubungi Hypeabis.id, Rabu (8/9/2021).
“Ketika anak cerita mengalami kekerasan seksual, dia menolak kenyataan itu, tidak percaya karena adanya trauma. Mungkin bagi dia menyakitkan, dia menutup mata dan salah persepsi,” terangnya.
Oleh karena itu, korban kekerasan seksual butuh penanganan komperehensif. Dukungan orang-orang terdekat seperti keluarga, teman, dan kerabat sangat diperlukan. Bantuan dari tenaga profesional juga dibutuhkan.
Sementara itu, Nirmala menyebut ada beberapa cara mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anaknya, berikut diantaranya:
1. Kenalkan area privat sejak kecil
Sejak anak usia kira-kira tiga tahun atau sudah bisa merespon perkataan kita, mereka perlu diajari mana saja area privat yang tidak boleh disentuh orang lain. Anak, terutama yang masih butuh pertolongan dalam kesehariannya juga diberi tahu siapa saja yang diperbolehkan untuk menyentuh area tersebut. “Misal buang air besar, yang boleh bantu kamu mama sama mbak,” tutur Nirmala.
Penegasan siapa yang boleh menyentuh area privat dibutuhkan karena biasanya anak-anak menganggap semua orang, sekalipun tetangganya adalah keluarga.
Tidak perlu serius dalam mengenalkan dan mengajarkan area privat ini. Bisa dilakukan seraya bermain dan memakai kata-kata yang mudah dicerna anak. Saat ini pun sudah banyak buku dan video edukasi yang bisa digunakan orang tua untuk mengajarkan area privat ini.
Penegasan siapa yang boleh menyentuh area privat dibutuhkan karena biasanya anak-anak menganggap semua orang, sekalipun tetangganya adalah keluarga.
Tidak perlu serius dalam mengenalkan dan mengajarkan area privat ini. Bisa dilakukan seraya bermain dan memakai kata-kata yang mudah dicerna anak. Saat ini pun sudah banyak buku dan video edukasi yang bisa digunakan orang tua untuk mengajarkan area privat ini.
2. Ajarkan anak berani bercerita
Ya, Nirmala menyebut penting bagi anak untuk diajarkan bercerita tentang hal-hal yang dialaminya. Hal ini harus dijadikan kebiasaan agar anak bisa terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab walaupun kita sudah menjaga anak sedemikian ketat, tetap saja ada celah bagi pelaku kekerasan seksual untuk melancarkan aksinya.
3. Dengarkan
Kerap kali ketika anak sudah bercerita, orang tua tidak sering tidak mendengarkan. Nirmala menyebut orang tua harus menunjukkan ke anak bahwa mereka bisa cerita apapun.
“Harus menunjukkan kalau apapun yang terjadi, orang tua harus open. Orang tua kadang suka lupa ini,” tuturnya.
Nirmala menyebut, anak-anak pasti tidak akan langsung bercerita ketika dia mengalami pelecehan seksual. Terkadang mereka memberi isyarat atau mengibaratkan apa yang mereka rasakan atau lihat dari kejadian yang dialaminya, sekalipun hanya dipegang tangannya.
“Contoh kasus, anak sudah bilang ke orang tua ‘Aku enggak mau ke rumah om ini lagi’. Tapi karena orang tua tidak bisa mendengarkan anak, tetap dipaksa main ke rumah om dan akhirnya setelah 2 tahun anak beritahu ke gurunya telah mengalami kekerasan seksual, baru kasus terungkap,” sebut Nirmala.
Ya, dalam beberapa kasus memang pelaku kekerasan seksual adalah keluarga atau orang terdekat dari korban. Hal ini karena mereka menganggap anak-anak lebih mudah dibujuk dan percaya apa yang dilakukan adalah bentuk kasih sayang.
“Harus menunjukkan kalau apapun yang terjadi, orang tua harus open. Orang tua kadang suka lupa ini,” tuturnya.
Nirmala menyebut, anak-anak pasti tidak akan langsung bercerita ketika dia mengalami pelecehan seksual. Terkadang mereka memberi isyarat atau mengibaratkan apa yang mereka rasakan atau lihat dari kejadian yang dialaminya, sekalipun hanya dipegang tangannya.
“Contoh kasus, anak sudah bilang ke orang tua ‘Aku enggak mau ke rumah om ini lagi’. Tapi karena orang tua tidak bisa mendengarkan anak, tetap dipaksa main ke rumah om dan akhirnya setelah 2 tahun anak beritahu ke gurunya telah mengalami kekerasan seksual, baru kasus terungkap,” sebut Nirmala.
Ya, dalam beberapa kasus memang pelaku kekerasan seksual adalah keluarga atau orang terdekat dari korban. Hal ini karena mereka menganggap anak-anak lebih mudah dibujuk dan percaya apa yang dilakukan adalah bentuk kasih sayang.
4. Lebih peka
Oleh karena itu, orang tua menurutnya harus lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan ketika anak bercerita jangan memunculkan asumsi kemudian meninggalkannya sebelum cerita itu selesai.
Editor: Fajar Sidik
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.