Tantangan Pendanaan Industri Kreatif, Pengembang Gim Tawarkan Skema Ini
25 March 2025 |
13:02 WIB
Permodalan menjadi hal krusial bagi para pengembang gim. Sayangnya hingga saat ini, industri kreatif dengan potensi ekonomi besar tersebut belum bisa mengakses pendanaan yang tepat untuk memgembangkan bisnis mereka, terutama dalam memproduksi permainan video daring.
Ivan Chen, CEO Anantarupa Studio, salah satu pengembang gim lokal, menerangkan bahwa untuk membuat karya dengan kualitas tinggi, khususnya multiplayer online battle arena (MOBA), dibutuhkan biaya produksi yang tinggi. "Bukan hanya milaran tapi bisa puluhan hingga ratusan miliar," ujarnya kepada Hypeabis.id.
Oleh karena itu, tantangan untuk industri intellectual property (IP) ini tak jauh berbeda dengan banyak industri lain, yakni tidak adanya akses pembiayaan. Padahal, dalam Perpres No.19/2024 tentang Percepatan Industri Gim Nasional memuat klausul mengenai pendanaan.
Tak ayal, akses pendanaan yang sulit ini berbuntut pada banyak talenta-talenta berbakat Indonesia memilih untuk bekerja di negara lain, seperti Malaysia. Negeri tetangga itu menjadi tujuan karena pemerintahnya mempunyai kebijakan strategis untuk menciptakan kekuatan ekonomi dari sektor IP.
Baca juga: Kemenekraf Permudah Akses Pendanaan, Dorong Pengembang Gim Naik Kelas
Sebagai solusi akses pembiayaan, pemerintah bisa menghadirkan grants (hibah) dan matching fund. Ivan menerangkan grants biasanya diberikan oleh pemerintah, sementara matching fund bisa dari pembiayaan pemerintah maupun swasta.
Untuk mendorong swasta mau berinvestasi maupun menjadi sponsor di industri IP ini, diperlukan kebijakan super tax deduction untuk konglomerat maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu, di Undang-Undang Cipta Kerja pasal 21 juga sebaiknya dilengkapi dengan menggunakan dan memanfaatkan IP lokal untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Ivan menegaskan, Indonesia sudah saatnya punya pendekatan berbeda, misalnya dengan pendekatan prinsip pareto 80/20. Jadi, jangan semua kebijakan populis, tetapi harus ada sebagian kebijakan yang dapat menjadi lokomotif ekonomi nasional. "Untuk menjadi lokomotif, tidak bisa mengandalkan industri yang padat karya, melainkan padat cipta," sebutnya.
Berkaca pada era 80an, Indonesia kala itu sudah mempunyai pabrik semi konduktor, tapi karena kebijakan waktu itu populis, padat karya, membuat pabrik chip tersebut hengkang dari Indonesia. Kini, Indonesia ketinggalan beberapa puluh tahun dari negara lain.
Dia tidak ingin hal tersebut terjadi pada industri kreatif dalam negeri. Industri IP yang padat cipta ini menurutnya selain menjadi lokomotif, juga dapat memicu reaksi beruntun (ripple effect) ke industri pendukung lainnya. "Pendekatan ini seperti meledakkan inti nuklir yang merembet dan menciptakan shockwave dalam mencapai critical mass ekonomi," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya, menyatakan bahwa pihaknya sedang menjalin kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) guna memperkuat akses permodalan bagi industri kreatif, khususnya sektor digital. Dalam hal ini perusahaan digital seperti pengembang gim dan aplikasi.
"Akses permodalan menjadi tantangan utama bagi mereka sehingga perlu model pembiayaan yang lebih inklusif dan sesuai dengan kebutuhan industri kreatif,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Kementerian Ekraf katanya sudah membentuk tim guna membahas kebijakan yang lebih berpihak kepada pegiat ekonomi kreatif. Dengan demikian, bisa mendukung pertumbuhan industri berbasis digital ini di Indonesia.
Selain dengan OJK, Riefky menerangkan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Kemenkeu terkait jasa penilaian bagi pemilik Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Menurut Riefky, pemilik HKI masih menghadapi kendala dalam mendapat akses pendanaan karena belum ada indikator yang memadai untuk menjadikan HKI sebagai aset yang bankable.
Baca juga: Ini Cara Kemenekraf Kembangkan Industri Gim Nasional
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Ivan Chen, CEO Anantarupa Studio, salah satu pengembang gim lokal, menerangkan bahwa untuk membuat karya dengan kualitas tinggi, khususnya multiplayer online battle arena (MOBA), dibutuhkan biaya produksi yang tinggi. "Bukan hanya milaran tapi bisa puluhan hingga ratusan miliar," ujarnya kepada Hypeabis.id.
Oleh karena itu, tantangan untuk industri intellectual property (IP) ini tak jauh berbeda dengan banyak industri lain, yakni tidak adanya akses pembiayaan. Padahal, dalam Perpres No.19/2024 tentang Percepatan Industri Gim Nasional memuat klausul mengenai pendanaan.
Tak ayal, akses pendanaan yang sulit ini berbuntut pada banyak talenta-talenta berbakat Indonesia memilih untuk bekerja di negara lain, seperti Malaysia. Negeri tetangga itu menjadi tujuan karena pemerintahnya mempunyai kebijakan strategis untuk menciptakan kekuatan ekonomi dari sektor IP.
Baca juga: Kemenekraf Permudah Akses Pendanaan, Dorong Pengembang Gim Naik Kelas
Sebagai solusi akses pembiayaan, pemerintah bisa menghadirkan grants (hibah) dan matching fund. Ivan menerangkan grants biasanya diberikan oleh pemerintah, sementara matching fund bisa dari pembiayaan pemerintah maupun swasta.
Untuk mendorong swasta mau berinvestasi maupun menjadi sponsor di industri IP ini, diperlukan kebijakan super tax deduction untuk konglomerat maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu, di Undang-Undang Cipta Kerja pasal 21 juga sebaiknya dilengkapi dengan menggunakan dan memanfaatkan IP lokal untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Ivan menegaskan, Indonesia sudah saatnya punya pendekatan berbeda, misalnya dengan pendekatan prinsip pareto 80/20. Jadi, jangan semua kebijakan populis, tetapi harus ada sebagian kebijakan yang dapat menjadi lokomotif ekonomi nasional. "Untuk menjadi lokomotif, tidak bisa mengandalkan industri yang padat karya, melainkan padat cipta," sebutnya.
Berkaca pada era 80an, Indonesia kala itu sudah mempunyai pabrik semi konduktor, tapi karena kebijakan waktu itu populis, padat karya, membuat pabrik chip tersebut hengkang dari Indonesia. Kini, Indonesia ketinggalan beberapa puluh tahun dari negara lain.
Dia tidak ingin hal tersebut terjadi pada industri kreatif dalam negeri. Industri IP yang padat cipta ini menurutnya selain menjadi lokomotif, juga dapat memicu reaksi beruntun (ripple effect) ke industri pendukung lainnya. "Pendekatan ini seperti meledakkan inti nuklir yang merembet dan menciptakan shockwave dalam mencapai critical mass ekonomi," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya, menyatakan bahwa pihaknya sedang menjalin kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) guna memperkuat akses permodalan bagi industri kreatif, khususnya sektor digital. Dalam hal ini perusahaan digital seperti pengembang gim dan aplikasi.
"Akses permodalan menjadi tantangan utama bagi mereka sehingga perlu model pembiayaan yang lebih inklusif dan sesuai dengan kebutuhan industri kreatif,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Kementerian Ekraf katanya sudah membentuk tim guna membahas kebijakan yang lebih berpihak kepada pegiat ekonomi kreatif. Dengan demikian, bisa mendukung pertumbuhan industri berbasis digital ini di Indonesia.
Selain dengan OJK, Riefky menerangkan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Kemenkeu terkait jasa penilaian bagi pemilik Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Menurut Riefky, pemilik HKI masih menghadapi kendala dalam mendapat akses pendanaan karena belum ada indikator yang memadai untuk menjadikan HKI sebagai aset yang bankable.
Baca juga: Ini Cara Kemenekraf Kembangkan Industri Gim Nasional
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.