ilustrasi gim Mario Super (dok. Pexels)

Dicari! Industri Game Butuh Lulusan dari Jurusan Ini

08 January 2022   |   10:30 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Peminat game di Tanah Air tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir, terlebih saat pandemi. Data EVOS Esports menunjukkan dari 274,5 juta gamers di Asia Tenggara 2021, Indonesia berkontribusi sekitar 43%-nya. Selain itu Indonesia juga menyumbang pendapatan terbesar bagi industri gim senilai US$2,08 miliar atau sekitar Rp30 triliun.

Sayangnya dari sekian juta gamers, talenta yang bergelut di industri gim tanah air terbilang masih sangat minim. CEO Anantarupa, Ivan Chen, menerangkan hal ini karena pendidikan di industri gim belum digarap optimal. 

Tenaga pengajar di universitas mayoritas katanya tidak pernah membuat gim sehingga tidak paham apa yang dibutuhkan industri ini.

Belum lagi adanya persepsi bahwa animasi gim dan industri animasi adalah dua hal yang serupa. Akhirnya, lulusan jurusan animasi atau Desain Komunikasi Visual (DKV) dianggap bisa bekerja di industri gim.

“Padahal ada prasyarat lain yang harus dimiliki animator untuk masuk gim industri. Ini yang membuat talenta di bidang gim industri agak susah,” ungkap Ivan saat diwawancarai beberapa waktu lalu. 

Dia menjabarkan untuk menjadi game designer saja, yang mendaftar terlalu banyak dari lulusan desain grafis dan DKV. Nyatanya, talenta yang dibutuhkan ini adalah lulusan Psikologi atau Matematika. 

Mengapa lulusan Psikologi? Ivan menerangkan karena seorang desainer gim harus menguasai psikologi massa, sosiologi, antropologi, kognitif psikologi, dan behavior psikologi. Sementara lulusan matematika dipilih karena pembuatan gim harus diterjemahkan ke dalam formula matematika yang nantinya akan diprogramkan. 

“Jadi gim desainer bukan seorang yang jago bercerita, cari ide, tapi mereka yang paham bagaimana membuat gim engage ke customer, retouchingnya juga tinggi, dan secara customer journey maupun experience-nya asyik dimainkan. Makanya game designer butuh dari psikologi dan matematika,” jelasnya. 

(Baca juga: Mobile Legends & PUBG Mobile Jadi Game Esports Paling Populer di Indonesia)

Oleh karena itu, Ivan kerap kesulitan mendapatkan talenta yang tepat untuk bergabung ke studionya walaupun sudah membuka lowongan pekerjaan selama 6 bulan. Banyak talenta justru diarahkan ke startup meskipun lapangan pekerjaan di sana tidak terlalu banyak dan akhirnya tidak merata. 

“Talenta yang masih membutuhkan pekerjaan pun enggak bisa masuk di kita karena dari pendidikannya sudah tidak match,” tegasnya.

Untuk menyiasati kesulitan ini, Ivan dan tim pun kerap terjun langsung ke sejumlah kampus guna mencari mahasiswa jurusan psikologi dan matematika yang mumpuni.

“Dari situ kita saring, kita latih. Beban di industrinya jadi makin besar. Kita harapkan kedepannya beban ini bisa dikurangi seiring dengan institusi pendidikan yang mengikuti perkembangan zaman,” tuturnya.

Di sisi lain, pemerintah sendiri kurang peduli dengan pengembangan industri gim tanah air. Sebagai contoh, beberapa turnamen skala regional dan nasional yang digelar, justru menggunakan gim asing yang harusnya bisa memaksimalkan peran gim lokal. 

Akhirnya pengembangan gim lokal menjadi kurang maksimal. Talenta-talenta yang bagus dalam pembuatan gim memilih lari ke luar negeri karena kurang diperhatikan.

“Dukungan yang kami harapkan sangat sederhana, pemerintah dan BUMN mulai menggunakan produk gim lokal, sehingga tercipta narasi bahwa industri gim lokal juga didukung oleh pemerintah,” pungkasnya. 


Editor: Avicenna

SEBELUMNYA

Football Lover, Ini 5 Sponsor Liga Sepak Bola Dunia

BERIKUTNYA

Curahan Kegalauan Putih Abu-Abu dalam Cover Lagu Bimbang

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: