Menbud Fadli Zon Punya Oleh-oleh dari Filmart Hong Kong Untuk Film Indonesia
19 March 2025 |
15:02 WIB
Menteri Kebudayan Fadli Zon mengatakan Indonesia memiliki peluang besar membangun kolaborasi dengan jaringan perfilman internasional. Momen tersebut diungkap saat dia melawat ke pertemuan strategis dengan para pemangku kepentingan perfilman dunia di Hong Kong International Film & TV Market (FILMART) 2025.
Menurut Fadli, di tengah perkembangan pesat industri film global, pertemuan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat jaringan distribusi film Indonesia. Termasuk membangun skema produksi bersama lintas negara, serta memperkuat posisi Indonesia dalam aliansi industri film Asia.
"Dengan semakin ketatnya persaingan global, kita perlu memperkuat sinergi dalam produksi, distribusi, penguatan kapasitas dan regulasi, agar film Asia dapat memiliki posisi lebih kuat di pasar dunia," katanya dalam taklimat resmi.
Baca juga: 4 Film Indonesia Tayang di International Film Festival Rotterdam 2025
Berdiskusi dengan Asian Film Alliance Network (AFAN), Fadli menekankan pentingnya membangun solidaritas industri film di kawasan Asia. Selain itu, dia juga menyoroti negara-negara Asia sebenarnya memiliki potensi besar di industri film, tapi kerap tidak terkoordinasi dengan baik.
AFAN adalah jaringan film Asia yang berdiri pada 2023. Forum ini secara rutin menggelar pertemuan tahunan di festival film Cannes dan Busan untuk membahas kebijakan, program, serta tantangan yang dihadapi perfilman di kawasan Asia seperti, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, dan Malaysia.
Fadli mengungkap, diskusi ini juga menyoroti perlunya blok industri film Asia untuk memperkuat daya tawar terhadap distributor global. Termasuk untuk memastikan agar film-film Asia mendapat ruang lebih besar di berbagai festival dan penghargaan internasional.
Sejalan dengan itu, beberapa negara anggota AFAN, seperti Korea dan Thailand, juga menyatakan minat untuk memperluas kerja sama dengan Indonesia. Thailand telah mengalokasikan 6 juta USD untuk produksi film bersama negara- negara mitra, sementara Korea melihat Indonesia sebagai salah satu pasar potensial terbesar di Asia.
"Indonesia [juga] siap mendukung kolaborasi dan sinergi di kawasan, berkontribusi dalam mempercepat ekosistem film Asia agar lebih kompetitif di tingkat global,” imbuh politikus Partai Gerindra itu.
Selain mendorong kolaborasi lewat jaringan film di Asia, Fadli juga menyoroti pentingnya hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi dalam industri perfilman. Hal ini dikemukakan saat dia berdiskusi dengan Holly Daniel, Direktur Red Sea Souk, pada acara yang sama.
Menurut Fadli, pasar industri film Indonesia juga memiliki peluang besar di berbagai wilayah dunia, termasuk Timur Tengah. Red Sea Souk, menurutnya akan menjadikan Asia sebagai fokus utama, termasuk memberikan peluang besar bagi film-film Indonesia untuk masuk ke pasar Timur Tengah.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Fadli menekankan bahwa Indonesia memiliki banyak narasi kolektif yang bisa menarik perhatian pasar Arab Saudi. Salah satunya tren film horor Indonesia yang rupanya digemari oleh penonton Arab Saudi karena dikenal memiliki kualitas yang baik.
"Kita memiliki begitu banyak cerita yang bisa diproduksi dan didistribusikan di kawasan ini. Apalagi, hubungan historis dan bilateral kita dengan Arab Saudi sudah sangat kuat. Ini peluang yang tidak boleh kita lewatkan,” imbuhnya.
Baca juga: 12 Film Indonesia Tayang Maret 2025 di Bioskop, Didominasi Horor
Itikad yang sama juga dilakukan Menbud saat berdiskusi dengan Datuk Azmir Saifuddin, CEO Badan Pengembangan Film Nasional (FINAS) Malaysia. Dalam obrolan ini Fadli juga menyoroti distribusi film Indonesia di Malaysia, termasuk menekankan bahwa film historis dan budaya Melayu harus menjadi prioritas bersama.
Dengan berbagai peluang yang terbuka dari Hong Kong FILMART 2025, Indonesia tidak hanya memperkuat posisinya di industri film global, tetapi juga semakin diakui sebagai mitra strategis dalam produksi dan distribusi film di Asia.
“Generasi mendatang harus tetap mengenal sejarah dan budaya Melayu. Film adalah medium yang kuat untuk menjaga dan menghidupkan kembali warisan budaya ini, sekaligus mempererat hubungan kedua negara,” tandasnya.
Menurut Fadli, di tengah perkembangan pesat industri film global, pertemuan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat jaringan distribusi film Indonesia. Termasuk membangun skema produksi bersama lintas negara, serta memperkuat posisi Indonesia dalam aliansi industri film Asia.
"Dengan semakin ketatnya persaingan global, kita perlu memperkuat sinergi dalam produksi, distribusi, penguatan kapasitas dan regulasi, agar film Asia dapat memiliki posisi lebih kuat di pasar dunia," katanya dalam taklimat resmi.
Baca juga: 4 Film Indonesia Tayang di International Film Festival Rotterdam 2025
Berdiskusi dengan Asian Film Alliance Network (AFAN), Fadli menekankan pentingnya membangun solidaritas industri film di kawasan Asia. Selain itu, dia juga menyoroti negara-negara Asia sebenarnya memiliki potensi besar di industri film, tapi kerap tidak terkoordinasi dengan baik.
AFAN adalah jaringan film Asia yang berdiri pada 2023. Forum ini secara rutin menggelar pertemuan tahunan di festival film Cannes dan Busan untuk membahas kebijakan, program, serta tantangan yang dihadapi perfilman di kawasan Asia seperti, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, dan Malaysia.
Fadli mengungkap, diskusi ini juga menyoroti perlunya blok industri film Asia untuk memperkuat daya tawar terhadap distributor global. Termasuk untuk memastikan agar film-film Asia mendapat ruang lebih besar di berbagai festival dan penghargaan internasional.
Sejalan dengan itu, beberapa negara anggota AFAN, seperti Korea dan Thailand, juga menyatakan minat untuk memperluas kerja sama dengan Indonesia. Thailand telah mengalokasikan 6 juta USD untuk produksi film bersama negara- negara mitra, sementara Korea melihat Indonesia sebagai salah satu pasar potensial terbesar di Asia.
"Indonesia [juga] siap mendukung kolaborasi dan sinergi di kawasan, berkontribusi dalam mempercepat ekosistem film Asia agar lebih kompetitif di tingkat global,” imbuh politikus Partai Gerindra itu.
Potensi Film Horor
Selain mendorong kolaborasi lewat jaringan film di Asia, Fadli juga menyoroti pentingnya hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi dalam industri perfilman. Hal ini dikemukakan saat dia berdiskusi dengan Holly Daniel, Direktur Red Sea Souk, pada acara yang sama.Menurut Fadli, pasar industri film Indonesia juga memiliki peluang besar di berbagai wilayah dunia, termasuk Timur Tengah. Red Sea Souk, menurutnya akan menjadikan Asia sebagai fokus utama, termasuk memberikan peluang besar bagi film-film Indonesia untuk masuk ke pasar Timur Tengah.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Fadli menekankan bahwa Indonesia memiliki banyak narasi kolektif yang bisa menarik perhatian pasar Arab Saudi. Salah satunya tren film horor Indonesia yang rupanya digemari oleh penonton Arab Saudi karena dikenal memiliki kualitas yang baik.
"Kita memiliki begitu banyak cerita yang bisa diproduksi dan didistribusikan di kawasan ini. Apalagi, hubungan historis dan bilateral kita dengan Arab Saudi sudah sangat kuat. Ini peluang yang tidak boleh kita lewatkan,” imbuhnya.
Baca juga: 12 Film Indonesia Tayang Maret 2025 di Bioskop, Didominasi Horor
Itikad yang sama juga dilakukan Menbud saat berdiskusi dengan Datuk Azmir Saifuddin, CEO Badan Pengembangan Film Nasional (FINAS) Malaysia. Dalam obrolan ini Fadli juga menyoroti distribusi film Indonesia di Malaysia, termasuk menekankan bahwa film historis dan budaya Melayu harus menjadi prioritas bersama.
Dengan berbagai peluang yang terbuka dari Hong Kong FILMART 2025, Indonesia tidak hanya memperkuat posisinya di industri film global, tetapi juga semakin diakui sebagai mitra strategis dalam produksi dan distribusi film di Asia.
“Generasi mendatang harus tetap mengenal sejarah dan budaya Melayu. Film adalah medium yang kuat untuk menjaga dan menghidupkan kembali warisan budaya ini, sekaligus mempererat hubungan kedua negara,” tandasnya.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.