Yuk Dukung 5 Produk Lokal Ramah Lingkungan Ini
06 September 2021 |
13:49 WIB
Produk lokal makin menunjukkan kualitasnya. Hal itu juga didukung oleh gencarnya gerakan Bangga Buatan Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah. Turut mendukung gerakan tersebut, asosiasi pemerintah kabupaten Indonesia dalam Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) mempromosikan produk lokal yang lestari.
Produk tersebut bersifat ramah lingkungan dan ramah sosial. Dari sisi lingkungan, proses pembuatan dari hulu ke hilir tidak membahayakan lingkungan hidup. Bahan bakunya pun diambil dari alam yang terjaga dengan baik. Sementara itu, dari sisi sosial, produk tersebut bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di lingkungan lokasi usaha.
Mulai dari madu hutan hingga kain gambo muba, berikut ini merupakan beberapa produk lokal unggulan dari Gerai Kabupaten Lestari
1. Madu Hutan Milanka & Nahla
Tak sedikit orang yang menjadikan madu sebagai bagian dari keseharian. Madu Milanka dan Nahla merupakan madu dari hutan liar yang masuk dalam kategori Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan menjadi produk unggulan Kabupaten Kapuas Hulu.
Melihat potensi ekonomi di baliknya, Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu bersama pegiat pelaku usaha madu hutan kemudian membentuk sentra wirausaha produksi dan pemanfaatan HHBK komoditas madu hutan.Salah satu jenis yang dikembangkan adalah madu tikung (salah satu jenis madu di Kapuas Hulu) yang tidak merusak lingkungan. Sejak dulu para petani menerapkan Sistem Panen Madu Lestari (SPML) yang bertujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi madu.
2. Gula Semut Aren PalmGo
Di daerah Gorontalo terdapat 164.000 pohon aren produktif. Namun, kebanyakan petani mengolahnya menjadi gula merah yang harganya relatif rendah atau menjadi minuman keras. Akibatnya, mereka harus menghadapi kasus hukum karena produk yang mereka hasilkan dinilai ilegal
Melihat hal tersebut, Roni Nopo, Direktur Gula Semut PalmGo, mencari cara untuk membantu mereka sekaligus mengolah potensi aren secara lestari dengan memproduksi gula semut.
Dilihat dari segi rasa dan khasiat, gula semut PalmGo sama seperti gula lain. Hanya saja, produk mereka tidak menggunakan pengawet kimia sintetis, melainkan pengawet herbal alami dari akar kayu, kulit kayu, dan buah-buahan. Dari hasil uji BPOM, kadar airnya hanya 0,2% sehingga produk PalmGo lebih kering dan renyah.
3. Bunga Telang Picnic Village
Bunga telang (Clitoria ternatea) akhir-akhir menjadi salah satu bahan yang sedang tren. Makin banyak kafe yang meracik minuman dari jenis bunga tersebut. Banyak tumbuh liar di Indonesia, bunga telang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku usaha teh telang kering, seperti yang dikerjakan oleh UMKM Istana Datin Anom, Kampung Siak Merambai, Kecamatan Bungaraya, Riau.
Agar bahan baku untuk produksi tidak cepat habis, pelaku usaha yang melabeli produknya dengan nama Picnic Village ini membudidayakan bunga telang secara organik di pekarangan rumah. Bunga tersebut dikeringkan tanpa kehilangan warna aslinya, dikemas cantik, dan siap diseduh.
4. Kain Gambo Muba
Inovasi motif jumputan gambo muba terus berkembang. Namun, satu motif yang khas adalah motif titik tujuh, yaitu motif jumputan khas Sumatra Selatan yang menurut budayawan melambangkan tujuh aliran sungai yang mengaliri provinsi ini.
Karakteristik pewarna gambir ini sangat lekat dengan bahan kain yang mengandung serat alam, seperti katun, rayon, dan sutra, atau serat organik yang berasal dari serat ekaliptus yang ramah lingkungan. Pewarna dari ekstraksi daun gambir ini menghasilkan warna yang unik dan berbeda di setiap kain, sehingga tidak ada kain yang warna dan motifnya sama persis.
Tak hanya dipasarkan dalam bentuk kain, para perajin UMKM Jumputan Gambo Sugih Toman yang tinggal di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, juga membuat pakaian jadi dalam bentuk abaya, jaket, dan juga masker.
5. Anyaman bambu rotan
Hutan Kalimantan terkenal masih liar dan menyimpan potensi yang besar untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Inilah mengapa masyarakat Dayak terus berkomitmen untuk menjaga hutan. Selain mengambil hasil hutan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti bahan makanan, mereka bisa mengambil bambu rotan untuk dijadikan produk yang dipasarkan dengan nilai yang tinggi.
Para perempuan Dayak yang tergabung dalam Koperasi Jasa Menenun Mandiri menggunakan rotan bambu berkualitas tinggi dan dengan teliti menganyamnya menjadi berbagai jenis produk, termasuk tas. Bahan pewarnanya pun mereka ambil dari hutan.
Misalnya, untuk warna hitam mereka menggunakan daun pararau, sementara untuk warna merah mereka memakai daun jati muda.Menariknya, setiap anyaman memiliki makna motif tersendiri yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat Dayak.
Editor: Fajar Sidik
Produk tersebut bersifat ramah lingkungan dan ramah sosial. Dari sisi lingkungan, proses pembuatan dari hulu ke hilir tidak membahayakan lingkungan hidup. Bahan bakunya pun diambil dari alam yang terjaga dengan baik. Sementara itu, dari sisi sosial, produk tersebut bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di lingkungan lokasi usaha.
Mulai dari madu hutan hingga kain gambo muba, berikut ini merupakan beberapa produk lokal unggulan dari Gerai Kabupaten Lestari
1. Madu Hutan Milanka & Nahla
Tak sedikit orang yang menjadikan madu sebagai bagian dari keseharian. Madu Milanka dan Nahla merupakan madu dari hutan liar yang masuk dalam kategori Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan menjadi produk unggulan Kabupaten Kapuas Hulu.
Melihat potensi ekonomi di baliknya, Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu bersama pegiat pelaku usaha madu hutan kemudian membentuk sentra wirausaha produksi dan pemanfaatan HHBK komoditas madu hutan.Salah satu jenis yang dikembangkan adalah madu tikung (salah satu jenis madu di Kapuas Hulu) yang tidak merusak lingkungan. Sejak dulu para petani menerapkan Sistem Panen Madu Lestari (SPML) yang bertujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi madu.
Madu Milanka (Dok. LTKL)
Di daerah Gorontalo terdapat 164.000 pohon aren produktif. Namun, kebanyakan petani mengolahnya menjadi gula merah yang harganya relatif rendah atau menjadi minuman keras. Akibatnya, mereka harus menghadapi kasus hukum karena produk yang mereka hasilkan dinilai ilegal
Melihat hal tersebut, Roni Nopo, Direktur Gula Semut PalmGo, mencari cara untuk membantu mereka sekaligus mengolah potensi aren secara lestari dengan memproduksi gula semut.
Dilihat dari segi rasa dan khasiat, gula semut PalmGo sama seperti gula lain. Hanya saja, produk mereka tidak menggunakan pengawet kimia sintetis, melainkan pengawet herbal alami dari akar kayu, kulit kayu, dan buah-buahan. Dari hasil uji BPOM, kadar airnya hanya 0,2% sehingga produk PalmGo lebih kering dan renyah.
3. Bunga Telang Picnic Village
Bunga telang (Clitoria ternatea) akhir-akhir menjadi salah satu bahan yang sedang tren. Makin banyak kafe yang meracik minuman dari jenis bunga tersebut. Banyak tumbuh liar di Indonesia, bunga telang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku usaha teh telang kering, seperti yang dikerjakan oleh UMKM Istana Datin Anom, Kampung Siak Merambai, Kecamatan Bungaraya, Riau.
Agar bahan baku untuk produksi tidak cepat habis, pelaku usaha yang melabeli produknya dengan nama Picnic Village ini membudidayakan bunga telang secara organik di pekarangan rumah. Bunga tersebut dikeringkan tanpa kehilangan warna aslinya, dikemas cantik, dan siap diseduh.
Keranjang Anyaman Sintang (Dok. LTKL)
Inovasi motif jumputan gambo muba terus berkembang. Namun, satu motif yang khas adalah motif titik tujuh, yaitu motif jumputan khas Sumatra Selatan yang menurut budayawan melambangkan tujuh aliran sungai yang mengaliri provinsi ini.
Karakteristik pewarna gambir ini sangat lekat dengan bahan kain yang mengandung serat alam, seperti katun, rayon, dan sutra, atau serat organik yang berasal dari serat ekaliptus yang ramah lingkungan. Pewarna dari ekstraksi daun gambir ini menghasilkan warna yang unik dan berbeda di setiap kain, sehingga tidak ada kain yang warna dan motifnya sama persis.
Tak hanya dipasarkan dalam bentuk kain, para perajin UMKM Jumputan Gambo Sugih Toman yang tinggal di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, juga membuat pakaian jadi dalam bentuk abaya, jaket, dan juga masker.
5. Anyaman bambu rotan
Hutan Kalimantan terkenal masih liar dan menyimpan potensi yang besar untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Inilah mengapa masyarakat Dayak terus berkomitmen untuk menjaga hutan. Selain mengambil hasil hutan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti bahan makanan, mereka bisa mengambil bambu rotan untuk dijadikan produk yang dipasarkan dengan nilai yang tinggi.
Para perempuan Dayak yang tergabung dalam Koperasi Jasa Menenun Mandiri menggunakan rotan bambu berkualitas tinggi dan dengan teliti menganyamnya menjadi berbagai jenis produk, termasuk tas. Bahan pewarnanya pun mereka ambil dari hutan.
Misalnya, untuk warna hitam mereka menggunakan daun pararau, sementara untuk warna merah mereka memakai daun jati muda.Menariknya, setiap anyaman memiliki makna motif tersendiri yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat Dayak.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.