Brian Khrisna Punya Alasan Menulis Buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati
15 February 2025 |
06:00 WIB
Penulis Brian Khrisna meluncurkan buku baru berjudul Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati. Buku yang mengangkat tentang masalah kesehatan mental itu terpicu setelah mendapatkan saran dari sang kawan dan merupakan hasil wawancara dari sejumlah individu yang juga mengalami masalah kesehatan jiwa.
Buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati bercerita tentang karakter bernama Ale, karyawan suatu perusahaan berusia 37 tahun. Teman-teman yang dimilikinya sudah menikah dan berkeluarga. Ale masih sendirian dengan kegiatannya, yakni pergi kerja, pulang, lembur, badan kerap sakit, tidak memiliki siapa-siapa, dan merupakan generasi sandwich.
Baca juga: Cerita Gramedia x Toko Buku Akik Mengembangkan Makarya, Utamakan Browsing Experience
Dia pun menderita depresi akut dan memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup. Namun, sebelum mewujudkan itu, dia ingin menyantap makanan yang sangat digemari oleh banyak orang, yakni mie ayam.
Sang karakter yang hendak menyantap mie untuk yang terakhir kali itu harus mengalami rasa kecewa lantaran penjual makanan langganannya itu tidak buka alias tutup. Dia pun mencari mie ayam lainnya.Dalam prosesnya, dia bertemu dengan banyak orang dan rencana untuk mengakhiri hidup tertunda.
Brian mengungkapkan bahwa karakter Ale merupakan wujud hasil wawancara yang dilakukan terhadap orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental. Setidaknya, ada 3 sosok yang memiliki kondisi tersebut.
Salah satu di antaranya adalah individu yang memiliki depresi akut atau yang biasa disebut dengan distimia. Selain itu, sosok lainnya yang juga diwawancara mengalami Borderline personality disorder (BPD).
Di antara orang-orang yang diwawancara, satu di antaranya adalah seorang kawan dekat sejak Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada suatu ketika, sang teman terjebak dalam kondisi tekanan mental seperti apa yang dialami oleh karakter Ale dan memiliki indikasi untuk mengakhiri kehidupannya.
Sebagai teman, Brian pun menyarankan agar sahabatnya itu tidak melakukan lintasan pikiran negatif itu dan memintanya untuk tegar bertahan. Tidak hanya itu, dia pun memutuskan untuk menemani sang kawan tersebut dan makan mie ayam di salah satu tempat di Bandung, Jawa Barat.
Saat itu, sang teman pun bertanya tentang keinginan untuk menulis buku mengenai pengalaman yang terjadi agar orang-orang sepertinya memiliki teman dan makin banyak orang sadar bahwa isu kesehatan mental itu benar-benar ada. “Dan kesedihan semua orang tuh valid. Selama ini, orang-orang tuh sedih-susah ya,” ujarnya.
Dari permintaan kawan tersebut, Brian merasa terpicu dan termotivasi untuk menulis buku berjudul Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati. Dia melihat bahwa ada banyak orang di sekitar yang membutuhkan cerita nyata tentang isu kesehatan mental.
Kemudian, dia pun mewawancarai 2 orang lainnya yang juga mengalami masalah kesehatan mental, serta menggali lebih jauh kepada psikolog, hingga melakukan beberapa riset mengenai isu kesehatan tersebut.
Dari hasil wawancara tersebut, terungkap bahwa individu-individu yang diwawancara tidak pernah berani bercerita tentang kondisi kesehatan mental yang dialami lantaran penerimaan dari orang lain yang kerap tidak sesuai. “Penerimaan orang tentang kesedihan enggak ada di buku pelajaran,” ujarnya.
Pasalnya, mayoritas orang merasa bingung harus berbuat apa ketika menghadapi individu dengan masalah mental, sehingga membuat penderitanya pun kian tenggelam dalam tekanan mentalnya.
Tidak hanya itu, beberapa kasus juga kerap membuat individu yang merasakan kesedihan mengalami penolakan. Kondisi-kondisi tersebut pada akhirnya membuat penderitanya lebih memilih untuk diam dan menahan semua yang dirasakan sendirian.
Selain minimnya dukungan orang-orang sekitar, saat ini juga belum ada buku petunjuk untuk mengetahui cara menemani orang yang lagi mengalami tekanan mental dan depresi. Dengan begitu, dia berharap hadirnya buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati dapat membuat orang lebih mampu untuk mendengar untuk mengerti, bukan untuk menjawab.
Baca juga: Psikiater Andreas Kurniawan Hadir dengan Buku Baru tentang Keinginan dan Penyesalan
Dia mengungkapkan, banyak orang yang mengalami masalah kesehatan mental seperti depresi kadang hanya ingin didengar tentang ceritanya dan tidak memerlukan masukan. Pada saat ini, banyak orang memiliki tendensi mendengar untuk menjawab.
“Kalau kita mau memberikan bantuan ke teman-teman yang lagi sedih, kalian harus ingat bahwa membantu itu untuk kepentingan penerima - bukan kepentingan pemberi. Kebanyakan kita membantu untuk kepentingan kita sendiri,” ujarnya.
Editor: Fajar Sidik
Buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati bercerita tentang karakter bernama Ale, karyawan suatu perusahaan berusia 37 tahun. Teman-teman yang dimilikinya sudah menikah dan berkeluarga. Ale masih sendirian dengan kegiatannya, yakni pergi kerja, pulang, lembur, badan kerap sakit, tidak memiliki siapa-siapa, dan merupakan generasi sandwich.
Baca juga: Cerita Gramedia x Toko Buku Akik Mengembangkan Makarya, Utamakan Browsing Experience
Dia pun menderita depresi akut dan memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup. Namun, sebelum mewujudkan itu, dia ingin menyantap makanan yang sangat digemari oleh banyak orang, yakni mie ayam.
Sang karakter yang hendak menyantap mie untuk yang terakhir kali itu harus mengalami rasa kecewa lantaran penjual makanan langganannya itu tidak buka alias tutup. Dia pun mencari mie ayam lainnya.Dalam prosesnya, dia bertemu dengan banyak orang dan rencana untuk mengakhiri hidup tertunda.
Buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Nadhif Alwan Kamil)
Brian mengungkapkan bahwa karakter Ale merupakan wujud hasil wawancara yang dilakukan terhadap orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental. Setidaknya, ada 3 sosok yang memiliki kondisi tersebut.
Salah satu di antaranya adalah individu yang memiliki depresi akut atau yang biasa disebut dengan distimia. Selain itu, sosok lainnya yang juga diwawancara mengalami Borderline personality disorder (BPD).
Di antara orang-orang yang diwawancara, satu di antaranya adalah seorang kawan dekat sejak Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada suatu ketika, sang teman terjebak dalam kondisi tekanan mental seperti apa yang dialami oleh karakter Ale dan memiliki indikasi untuk mengakhiri kehidupannya.
Sebagai teman, Brian pun menyarankan agar sahabatnya itu tidak melakukan lintasan pikiran negatif itu dan memintanya untuk tegar bertahan. Tidak hanya itu, dia pun memutuskan untuk menemani sang kawan tersebut dan makan mie ayam di salah satu tempat di Bandung, Jawa Barat.
Saat itu, sang teman pun bertanya tentang keinginan untuk menulis buku mengenai pengalaman yang terjadi agar orang-orang sepertinya memiliki teman dan makin banyak orang sadar bahwa isu kesehatan mental itu benar-benar ada. “Dan kesedihan semua orang tuh valid. Selama ini, orang-orang tuh sedih-susah ya,” ujarnya.
Dari permintaan kawan tersebut, Brian merasa terpicu dan termotivasi untuk menulis buku berjudul Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati. Dia melihat bahwa ada banyak orang di sekitar yang membutuhkan cerita nyata tentang isu kesehatan mental.
Kemudian, dia pun mewawancarai 2 orang lainnya yang juga mengalami masalah kesehatan mental, serta menggali lebih jauh kepada psikolog, hingga melakukan beberapa riset mengenai isu kesehatan tersebut.
Dari hasil wawancara tersebut, terungkap bahwa individu-individu yang diwawancara tidak pernah berani bercerita tentang kondisi kesehatan mental yang dialami lantaran penerimaan dari orang lain yang kerap tidak sesuai. “Penerimaan orang tentang kesedihan enggak ada di buku pelajaran,” ujarnya.
Pasalnya, mayoritas orang merasa bingung harus berbuat apa ketika menghadapi individu dengan masalah mental, sehingga membuat penderitanya pun kian tenggelam dalam tekanan mentalnya.
Tidak hanya itu, beberapa kasus juga kerap membuat individu yang merasakan kesedihan mengalami penolakan. Kondisi-kondisi tersebut pada akhirnya membuat penderitanya lebih memilih untuk diam dan menahan semua yang dirasakan sendirian.
Selain minimnya dukungan orang-orang sekitar, saat ini juga belum ada buku petunjuk untuk mengetahui cara menemani orang yang lagi mengalami tekanan mental dan depresi. Dengan begitu, dia berharap hadirnya buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati dapat membuat orang lebih mampu untuk mendengar untuk mengerti, bukan untuk menjawab.
Baca juga: Psikiater Andreas Kurniawan Hadir dengan Buku Baru tentang Keinginan dan Penyesalan
Dia mengungkapkan, banyak orang yang mengalami masalah kesehatan mental seperti depresi kadang hanya ingin didengar tentang ceritanya dan tidak memerlukan masukan. Pada saat ini, banyak orang memiliki tendensi mendengar untuk menjawab.
“Kalau kita mau memberikan bantuan ke teman-teman yang lagi sedih, kalian harus ingat bahwa membantu itu untuk kepentingan penerima - bukan kepentingan pemberi. Kebanyakan kita membantu untuk kepentingan kita sendiri,” ujarnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.