Penulis Brian Khrisna Rilis Buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati
14 February 2025 |
21:52 WIB
Penulis Brian Khrisna meluncurkan buku terbarunya berjudul Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati di Makarya Gramedia Matraman, Jakarta, pada Jumat (14/2/2025). Karya paling anyar penulis asal Bandung, Jawa Barat, itu bercerita tentang masalah kesehatan mental yang dialami oleh banyak orang saat ini.
Brian mengatakan bahwa buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati akan mengajak para pembacanya untuk mensyukuri kehidupan yang dijalani. Tidak hanya itu, pembaca juga akan diajak menemukan berbagai macam alasan sederhana untuk tetap hidup.“Ini bukunya bercerita tentang kesedihan,” katanya di Jakarta.
Baca juga: Psikiater Andreas Kurniawan Hadir dengan Buku Baru tentang Keinginan dan Penyesalan
Dia menuturkan bahwa selama ini orang-orang mengalami kesulitan untuk merasa sedih. Pria yang banyak menghabiskan hidup di jalanan itu mengungkapkan bahwa sedih merupakan suatu hal yang aneh atau tabu. Bahkan, ada yang membercandai kesedihan yang dialami oleh orang lain.
Tidak hanya itu, beberapa individu juga kerap melakukan guilt tripping terhadap orang lain yang kerap merasakan kesedihan atau masalah kesehatan mental.
Selain itu, sejumlah pandangan dalam masyarakat yang ada di keluarga tentang kesedihan juga membuat banyak orang merasa sulit untuk sedih. Salah satu contohnya adalah anggapan bahwa pria tidak boleh cengeng, bersedih, apalagi menangis.
Pada akhirnya, Kondisi-kondisi tersebut membuat banyak orang enggan untuk bercerita terhadap perasaannya, ketika mengalami kesedihan atau masalah kesehatan mental yang dialaminya. “Di mata orang-orang yang tidak mengenal mental health, ini [Kesedihan] adalah sesuatu yang aneh dan tidak masuk akal,” ujarnya.
Brian pun berharap, para pembaca buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati dapat memahami bahwa semua orang boleh merasa sedih, dan perasaan yang dialaminya adalah hal yang valid. Dia juga memiliki harapan pembaca karya ini dapat bertindak dengan tepat ketika menghadapi orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental atau sedang bersedih.
“Dengan buku ini, saya berharap kita bisa menjadi orang yang lebih mampu untuk mendengar,” ujarnya.
Dia menambahkan, buku ini ditulis berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang yang mengalami kesehatan mental. Salah satu dari mereka mengalami depresi akut atau distimia. Selain itu, buku ini juga hasil wawancara dengan psikologi.
Proses pembuatan buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar, yakni 2 tahun. Buku ini juga menggunakan kata yang ringan, sehingga dapat dibaca oleh orang awam dan seluruh orang.
Dalam karya ini, tokoh utama bernama Ale dengan usia 37 tahun. Dia adalah pekerja di suatu perusahaan di Jakarta dan merasa kesepian. Teman-temannya sudah menikah. Kemudian, kegiatan Ale setiap hari adalah kerja pagi, pulang, lembur, badan kerap merasakan sakit, tidak punya siapa-siapa, dan generasi roti lapis.
Dia menderita depresi akut dan ingin memutuskan untuk berhenti hidup. Akan tetapi, sebelum mewujudkan niat itu, dia ingin makan mie ayam. Ale pun tidak dapat menemukan makanan tersebut, sehingga berusaha mencarinya. Dalam proses pencarian mie ayam, dia bertemu dengan banyak orang sehingga tidak jadi berhenti hidup.
Baca juga: Cerita Gramedia x Toko Buku Akik Mengembangkan Makarya, Utamakan Browsing Experience
Editor: Syaiful Millah
Brian mengatakan bahwa buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati akan mengajak para pembacanya untuk mensyukuri kehidupan yang dijalani. Tidak hanya itu, pembaca juga akan diajak menemukan berbagai macam alasan sederhana untuk tetap hidup.“Ini bukunya bercerita tentang kesedihan,” katanya di Jakarta.
Baca juga: Psikiater Andreas Kurniawan Hadir dengan Buku Baru tentang Keinginan dan Penyesalan
Buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Nadhif Alwan Kamil)
Tidak hanya itu, beberapa individu juga kerap melakukan guilt tripping terhadap orang lain yang kerap merasakan kesedihan atau masalah kesehatan mental.
Selain itu, sejumlah pandangan dalam masyarakat yang ada di keluarga tentang kesedihan juga membuat banyak orang merasa sulit untuk sedih. Salah satu contohnya adalah anggapan bahwa pria tidak boleh cengeng, bersedih, apalagi menangis.
Pada akhirnya, Kondisi-kondisi tersebut membuat banyak orang enggan untuk bercerita terhadap perasaannya, ketika mengalami kesedihan atau masalah kesehatan mental yang dialaminya. “Di mata orang-orang yang tidak mengenal mental health, ini [Kesedihan] adalah sesuatu yang aneh dan tidak masuk akal,” ujarnya.
Tanda tangan buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati (Sumber gambar: Hyepabis.id/ Nadhif Alwan Kamil)
“Dengan buku ini, saya berharap kita bisa menjadi orang yang lebih mampu untuk mendengar,” ujarnya.
Dia menambahkan, buku ini ditulis berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang yang mengalami kesehatan mental. Salah satu dari mereka mengalami depresi akut atau distimia. Selain itu, buku ini juga hasil wawancara dengan psikologi.
Proses pembuatan buku Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar, yakni 2 tahun. Buku ini juga menggunakan kata yang ringan, sehingga dapat dibaca oleh orang awam dan seluruh orang.
Dalam karya ini, tokoh utama bernama Ale dengan usia 37 tahun. Dia adalah pekerja di suatu perusahaan di Jakarta dan merasa kesepian. Teman-temannya sudah menikah. Kemudian, kegiatan Ale setiap hari adalah kerja pagi, pulang, lembur, badan kerap merasakan sakit, tidak punya siapa-siapa, dan generasi roti lapis.
Dia menderita depresi akut dan ingin memutuskan untuk berhenti hidup. Akan tetapi, sebelum mewujudkan niat itu, dia ingin makan mie ayam. Ale pun tidak dapat menemukan makanan tersebut, sehingga berusaha mencarinya. Dalam proses pencarian mie ayam, dia bertemu dengan banyak orang sehingga tidak jadi berhenti hidup.
Baca juga: Cerita Gramedia x Toko Buku Akik Mengembangkan Makarya, Utamakan Browsing Experience
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.