Bermain dengan Data Ala Seniman Ryoji Ikeda di Pameran Scan.Tron.Flux.
04 February 2025 |
17:17 WIB
Apa yang terlintas di benak Genhype saat mendengar diksi data. Mungkin, gambaran umum yang pertama kali muncul adalah sekumpulan informasi mentah, baik berupa angka, simbol, kata-kata menggunakan alfabetis, atau gambar-gambar yang dihasilkan dari fakta.
Rumit. Itulah satu kata yang acapkali terlontar saat seseorang berurusan dengan data. Namun, bagaimana jika kelindan data tersebut diejawantahkan dalam karya seni dengan perpaduan audio visual, dalam nuansa remang, dengan bebunyian yang sesekali mengganggu telinga.
Baca juga: Karya Anonymous Deities From The East & Seluang, Sepenggal Kisah yang Membentuk Wajah Bali
Pengalaman 'bermain' dengan data itulah sekiranya yang ingin dihadirkan seniman Ryoji Ikeda dalam pameran Scan.Tron.Flux. di Urban Forest Cipete, Jakarta. Di ruang semacam black box ini, Genhype akan diajak 'mengalami data' secara sadar, meski sehari-hari kita juga mengalaminya tapi kerap terabaikan.
Arkian, yang terjadi adalah alienasi, sebuah keterasingan atau mungkin kegamangan, bahwa hari ini kita hidup di tengah semesta data. Gawai di genggaman, informasi pencarian menu sarapan di pagi hari, hingga percakapan kita di ruang maya, adalah hasil kodifikasi algoritma tertentu.
Semuanya meruyak, berjejalin, bertukar tangkap dengan lepas-dalam dunia komunikasi kita hari ini. Ryoji, seolah ingin mengingatkan akan sebuah teori dari filsuf asal Inggris, Jeremy Bentham, tentang panopticon, sebuah penjara di mana 'pengawas' bisa melihat kita, akan tetapi tidak demikian sebaliknya.
Istilah panopticon, kemudian dikembangkan oleh Michel Foucault, untuk membedah sosiologi masyarakat. Pendek kata, konsep dari teori ini adalah untuk menciptakan dinamika kekuasaan di mana orang-orang diawasi, oleh sesuatu yang tak terlihat [kapitalisme?], yang kemudian mengendalikan kita.
"Yang menarik dari pameran ini adalah pada era digital seperti sekarang, dunia kita itu dipenuhi dengan [data] angka-angka ini, cuma tidak kelihatan," kata Bob Adrian, penulis pengantar pameran saat ditemui Hypeabis.id.
Ryoji Ikeda adalah seorang komponis dan seniman audio visual asal Jepang. Perupa kelahiran 1966 ini, dikenal dengan karya-karya berbasis data, suara elektronik minimalis, serta eksplorasi hubungan antara suara, cahaya, dan matematika. Ryoji adalah seniman yang mengolah seni dengan konsep ilmiah.
Memasuki ruang pamer, publik akan disuguhi 3 karya instalasi bertajuk Data.Tron, Data.Scan [nº1-9], dan Data.Flux [nº1]. Ketiga karya tersebut, sebenarnya adalah bagian dari 5 seri karya bertajuk Datamatic, yang dibuat pada 2006, untuk memahami multi-substansi data tak kasatmata yang berkelindan dengan kehidupan manusia modern.
Uniknya, semua proyeksi data yang dihadirkan Ryoji dibalut dalam dinamika bunyi, sorot cahaya, dan diolah dengan komputasi yang matematis. Di ruang gelap ini, Genhype mungkin akan bertanya-tanya. Namun di tataran yang lain, imaji kita juga akan diajak mengembara seperti memasuki atau teringat pada film-film fiksi ilmiah.
"Pada karya data scan, Ryoji ingin berbicara tentang manusia dan semesta. Di karya data flux dia ngomongin data, perpindahan data, dan karya terakhir berbicara tentang di mana akhirnya persoalan digital," imbuh Bob.
Dalam tataran lain, perhelatan Scan.Tron.Flux. merupakan pintu masuk, katalis, sekaligus jalan keluar dalam menyelami situasi dunia penuh data saat ini. Pasalnya, di dunia yang semakin terhubung ini, manusia hidup dengan pilihan-pilihan yang serba terbatas, dari hasil seleksi kode-kode matematis komputasional.
Refleksi dari situasi inilah yang mungkin dapat kita petik. Melansir Statista, Indonesia adalah pengguna internet terbesar keempat di dunia, dengan jumlah pengguna sebesar 212,9 juta. Artinya ada sekitar 70 persen dari total penduduk di Tanah Air merupakan pengguna aktif internet.
Baca juga: Mengenal Pemikiran & Karya-Karya Monumental Arsitek Han Awal
Namun di balik keriuhan itu, tersimpan mara yang mengancam. Selain tentu saja 'Big Brother' jika meminjam karakter dari novel 1984, karya George Orwell, masyarakat hari ini juga rentan akan kejahatan siber. Di sisi lain, ruang-ruang personal kita juga mulai telanjang di dunia digital yang serba terbuka ini. Di manakah privasi.
"Indonesia adalah salah satu pengguna teknologi digital terbesar. Dalam karya ini Ryoji juga ingin berbicara tentang sesuatu yang saintifik tapi juga mistik. Termasuk bagaimana manusia mempersepsi tentang waktu," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Rumit. Itulah satu kata yang acapkali terlontar saat seseorang berurusan dengan data. Namun, bagaimana jika kelindan data tersebut diejawantahkan dalam karya seni dengan perpaduan audio visual, dalam nuansa remang, dengan bebunyian yang sesekali mengganggu telinga.
Baca juga: Karya Anonymous Deities From The East & Seluang, Sepenggal Kisah yang Membentuk Wajah Bali
Pengalaman 'bermain' dengan data itulah sekiranya yang ingin dihadirkan seniman Ryoji Ikeda dalam pameran Scan.Tron.Flux. di Urban Forest Cipete, Jakarta. Di ruang semacam black box ini, Genhype akan diajak 'mengalami data' secara sadar, meski sehari-hari kita juga mengalaminya tapi kerap terabaikan.
Arkian, yang terjadi adalah alienasi, sebuah keterasingan atau mungkin kegamangan, bahwa hari ini kita hidup di tengah semesta data. Gawai di genggaman, informasi pencarian menu sarapan di pagi hari, hingga percakapan kita di ruang maya, adalah hasil kodifikasi algoritma tertentu.
Semuanya meruyak, berjejalin, bertukar tangkap dengan lepas-dalam dunia komunikasi kita hari ini. Ryoji, seolah ingin mengingatkan akan sebuah teori dari filsuf asal Inggris, Jeremy Bentham, tentang panopticon, sebuah penjara di mana 'pengawas' bisa melihat kita, akan tetapi tidak demikian sebaliknya.
Istilah panopticon, kemudian dikembangkan oleh Michel Foucault, untuk membedah sosiologi masyarakat. Pendek kata, konsep dari teori ini adalah untuk menciptakan dinamika kekuasaan di mana orang-orang diawasi, oleh sesuatu yang tak terlihat [kapitalisme?], yang kemudian mengendalikan kita.
"Yang menarik dari pameran ini adalah pada era digital seperti sekarang, dunia kita itu dipenuhi dengan [data] angka-angka ini, cuma tidak kelihatan," kata Bob Adrian, penulis pengantar pameran saat ditemui Hypeabis.id.
Hadirkan 3 Instalasi
Ryoji Ikeda adalah seorang komponis dan seniman audio visual asal Jepang. Perupa kelahiran 1966 ini, dikenal dengan karya-karya berbasis data, suara elektronik minimalis, serta eksplorasi hubungan antara suara, cahaya, dan matematika. Ryoji adalah seniman yang mengolah seni dengan konsep ilmiah.Memasuki ruang pamer, publik akan disuguhi 3 karya instalasi bertajuk Data.Tron, Data.Scan [nº1-9], dan Data.Flux [nº1]. Ketiga karya tersebut, sebenarnya adalah bagian dari 5 seri karya bertajuk Datamatic, yang dibuat pada 2006, untuk memahami multi-substansi data tak kasatmata yang berkelindan dengan kehidupan manusia modern.
Uniknya, semua proyeksi data yang dihadirkan Ryoji dibalut dalam dinamika bunyi, sorot cahaya, dan diolah dengan komputasi yang matematis. Di ruang gelap ini, Genhype mungkin akan bertanya-tanya. Namun di tataran yang lain, imaji kita juga akan diajak mengembara seperti memasuki atau teringat pada film-film fiksi ilmiah.
"Pada karya data scan, Ryoji ingin berbicara tentang manusia dan semesta. Di karya data flux dia ngomongin data, perpindahan data, dan karya terakhir berbicara tentang di mana akhirnya persoalan digital," imbuh Bob.
Foto jarak dekat data instalasi karya Ryoji Ikeda dalam pameran scan.tron.flux. di Urban Forest Cipete, Senin (03/2/25). (sumber gambar: Hypeabis.id/Prsetyo Agung Ginanjar)
Refleksi dari situasi inilah yang mungkin dapat kita petik. Melansir Statista, Indonesia adalah pengguna internet terbesar keempat di dunia, dengan jumlah pengguna sebesar 212,9 juta. Artinya ada sekitar 70 persen dari total penduduk di Tanah Air merupakan pengguna aktif internet.
Baca juga: Mengenal Pemikiran & Karya-Karya Monumental Arsitek Han Awal
Namun di balik keriuhan itu, tersimpan mara yang mengancam. Selain tentu saja 'Big Brother' jika meminjam karakter dari novel 1984, karya George Orwell, masyarakat hari ini juga rentan akan kejahatan siber. Di sisi lain, ruang-ruang personal kita juga mulai telanjang di dunia digital yang serba terbuka ini. Di manakah privasi.
"Indonesia adalah salah satu pengguna teknologi digital terbesar. Dalam karya ini Ryoji juga ingin berbicara tentang sesuatu yang saintifik tapi juga mistik. Termasuk bagaimana manusia mempersepsi tentang waktu," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.