Karya Anonymous Deities From The East & Seluang, Sepenggal Kisah yang Membentuk Wajah Bali
31 January 2025 |
11:35 WIB
Bali lebih dari sekadar pulau, ia juga menjadi wajah bagi Indonesia di mata internasional dengan budaya dan pariwisatanya. Pulau Dewata pun menjadi banyak inspirasi bagi para seniman untuk mengekspresikan ide kreatif dan jiwa seninya ke dalam karya-karya yang dibuat.
Dalam karya bertajuk Anonymous Deities From The East (Anonymous Ancestor Series) serta Seluang #2 dan Seluang #3 dalam pameran Arung, misalnya, seniman Budi Agung Kusawara dan Made Wiguna Valasara menampilkan bagaimana Bali pada masa kini dan masa lampau.
Baca juga: Can's Gallery Gelar Karya 11 Seniman Bali Bertajuk Arung
"Indonesia sebelah mananya Bali?" adalah cerita yang kerap kita dengar tentang pertanyaan dari orang di luar negeri ketika masyarakat Indonesia berbincang dengan orang dari negara lain. Kondisi itu memperlihatkan Bali sudah lebih mendunia dibandingkan dengan Indonesia.
Fakta bahwa Bali telah mendunia tidak dapat dilepaskan dari peran para pelancong yang datang dan melakukan promosi tentang keindahannya tanpa diminta. Tidak hanya tentang pariwisata, tapi semua hal mengenai Bali, termasuk seni dan budaya.
Terlepas dari itu, kekayaan seni dan budaya di daerah yang kerap disebut Pulau Dewata saat ini juga datang dari banyak pengaruh pada masa lampau.
Lewat karya berjudul Anonymous Deities From The East (Anonymous Ancestor Series) dalam pameran Arung di Can’s Gallery, seniman Budi Agung Kuswara memberikan apresiasi terhadap individu-individu yang telah membuat dan menjadi salah satu pembentuk Bali.
Dalam karya dengan media cyanotype, acrylic, ink, 24 k goldleaf on canvas dan berukuran 145 x 200 cm itu, Budi menyajikan altar megah dengan berbagai simbol yang menggambarkan Bali dan juga negara tropis.
Burung kakak tua, tanaman tropis, pakaian khas Bali, menjadi simbol di karya tersebut. Guci-guci dari China juga menjadi salah satu simbol yang ada untuk menggambarkan akulturasi yang terjadi di Bali. Di antara berbagai simbol, terdapat sosok figur manusia Bali dengan pakaian khas Eropa yang berpadu dengan motif khas Bali sebagai pusatnya.
“Jadi, image-image mereka yang banyak beredar di Eropa, di luar [Negeri] dan membuat orang ingin datang ke Bali,” kata Budi kepada Hypeabis.id.
Ide untuk mengangkat karya yang memberikan apresiasi terhadap figur-figur tanpa nama itu didapat setelah banyak bekerja dengan arsip kolonial tentang masa lalu Bali pada rentang 1920-1930. Saat berinteraksi dengan berbagai macam arsip, dia menemukan banyak manusia yang identitasnya tidak diketahui telah mempopulerkan Bali seperti saat ini.
Dia pun memutuskan berkarya dengan menggunakan teknik cyanotype dan mix media dengan akrilik. Penggunaan teknik itu bukan tanpa alasan. Dia ingin mengajak para penikmat karyanya untuk menyelami banyak hal tentang Bali, yang mungkin terjadi dari masa kolonial sampai sekarang, seperti sejarah kolonial yang mungkin tidak populer atau yang tidak diceritakan dan telah membuat Bali seperti saat ini.
Arsip-arsip fotografi yang dilihatnya dari berbagai sumber, seperti museum atau lembaga lainnya dibuat dengan menggunakan cahaya alami, yakni matahari. Dia pun merekam kembali data-data digital di bawah sinar matahari yang sama karena teknik cyanotype memang menggunakan sinar matahari.
Dengan begitu, ketika data digital itu kembali menjadi gambar yang direkam oleh matahari dan memanfaatkan matahari yang sama, ada sense tentang rentang waktu antara 1930 sampai hari ini.
Jika Budi bercerita tentang Bali dan orang-orang tak bernama yang membuat Bali terkenal, Made Wiguna Valasara bertutur tentang pembentukan Bali dari sisi yang lebih tua lagi, yakni kerajaan Majapahit.
Lewat 2 karya berjudul Seluang #2 dan Seluang #3, Valasara menyajikan karya dengan objek rusa dan altar Pelinggih Menjangan Seluang yang berbentuk patung atau kepala binatang rusa sebagai latarnya.
Karya ini menyajikan visual yang menarik lantaran rusa yang terdapat dalam kanvas dibuat menonjol di satu karya dan cekung ke dalam di satu karya lainnya, sehingga memberikan keunikan tersendiri karena menampilkan objek 3 dimensi di atas kanvas.
Valasara mengungkapkan, Seluang adalah simbol penghormatan kepada Empu Kuturan yang dahulu datang dari Jawa ke Bali untuk mengatur strata sosial keagamaan di Bali.
“Sampai sekarang di Bali, kayak di pura itu ada ornamen yang berbentuk rusa. Jadi, bentuk rusa, ornamen bentuk rusa itu adalah simbol dari penghormatan orang Hindu Bali kepada leluhur yang dari Jawa itu. Para empu-empu yang datang membawa pengaruh Hindu ke Bali di dalam pura, khususnya pura keluarga,” ujarnya.
Alasan Valsara mengangkat tentang Seluang berawal dari diri yang suka mempertanyakan kehadiran ornamen rusa di setiap pura keluarga di Bali. Dia pun menemukan bahwa ornamen rusa memiliki kaitan yang erat dengan pengaruh kerajaan Majapahit yang sempat kabur ke Bali.
Dalam proses berkaryanya, warna monokrom disematkan oleh sang seniman dengan alasan magis dan tidak terlepas dari teknik cyanotype yang memiliki sejarah sangat panjang. Lewat warna tersebut, dia menampilkan sesuatu yang kuno dalam bentuk baru. Akan tetapi, tidak menghilangkan tampilan yang sudah lampau.
Anonymous Deities From The East (Anonymous Ancestor Series) dan Seluang #2 serta Seluang #3 merupakan sedikit dari sejumlah karya yang terdapat dalam pameran bertajuk Arung di Can’s Gallery.
Savitri Sastrawan, penulis dalam pameran Arung, mengungkapkan bahwa pameran ini bermaksud menyoroti perjalanan kreatif serta eksplorasi narasi kekaryaan 11 perupa asal Bali dan perupa Indonesia berbasis di Bali di tengah arus kontemporer dan globalisasi saat ini.
Dengan begitu, karya-karya yang hadir dalam pameran tersebut sarat berbagai narasi dan capaian estetika. Kekaryaan para seniman menjadi catatan anyar di tengah Bali sebagai brand dengan berbagai cerita imaji positif serta negatif kekiniannya.
Seniman Valsara yang mengangkat tentang altar Pelinggih Menjangan Seluang, yang berbentuk patung atau kepala binatang rusa memperlihatkan cerminan masa lalu yang disakralkan membuktikan serpihan memori yang tersimpan dengan baik di masyarakat Bali sampai sekarang.
Sementara itu, seniman Budi 'menantang' sejarah kolonial dan identitas budaya melalui figur-figur di balik kemeriahan industri pariwisata Bali yang merupakan memori kolektif masyarakat Bali sesungguhnya lewat karyanya.
Baca juga: Segenggam Asa & Refleksi Pariwisata Bali dari Warung Made
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Dalam karya bertajuk Anonymous Deities From The East (Anonymous Ancestor Series) serta Seluang #2 dan Seluang #3 dalam pameran Arung, misalnya, seniman Budi Agung Kusawara dan Made Wiguna Valasara menampilkan bagaimana Bali pada masa kini dan masa lampau.
Baca juga: Can's Gallery Gelar Karya 11 Seniman Bali Bertajuk Arung
"Indonesia sebelah mananya Bali?" adalah cerita yang kerap kita dengar tentang pertanyaan dari orang di luar negeri ketika masyarakat Indonesia berbincang dengan orang dari negara lain. Kondisi itu memperlihatkan Bali sudah lebih mendunia dibandingkan dengan Indonesia.
Fakta bahwa Bali telah mendunia tidak dapat dilepaskan dari peran para pelancong yang datang dan melakukan promosi tentang keindahannya tanpa diminta. Tidak hanya tentang pariwisata, tapi semua hal mengenai Bali, termasuk seni dan budaya.
Terlepas dari itu, kekayaan seni dan budaya di daerah yang kerap disebut Pulau Dewata saat ini juga datang dari banyak pengaruh pada masa lampau.
Lewat karya berjudul Anonymous Deities From The East (Anonymous Ancestor Series) dalam pameran Arung di Can’s Gallery, seniman Budi Agung Kuswara memberikan apresiasi terhadap individu-individu yang telah membuat dan menjadi salah satu pembentuk Bali.
Karya seniman Budi Agung Kuswara (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Abdurachman)
Burung kakak tua, tanaman tropis, pakaian khas Bali, menjadi simbol di karya tersebut. Guci-guci dari China juga menjadi salah satu simbol yang ada untuk menggambarkan akulturasi yang terjadi di Bali. Di antara berbagai simbol, terdapat sosok figur manusia Bali dengan pakaian khas Eropa yang berpadu dengan motif khas Bali sebagai pusatnya.
“Jadi, image-image mereka yang banyak beredar di Eropa, di luar [Negeri] dan membuat orang ingin datang ke Bali,” kata Budi kepada Hypeabis.id.
Ide untuk mengangkat karya yang memberikan apresiasi terhadap figur-figur tanpa nama itu didapat setelah banyak bekerja dengan arsip kolonial tentang masa lalu Bali pada rentang 1920-1930. Saat berinteraksi dengan berbagai macam arsip, dia menemukan banyak manusia yang identitasnya tidak diketahui telah mempopulerkan Bali seperti saat ini.
Dia pun memutuskan berkarya dengan menggunakan teknik cyanotype dan mix media dengan akrilik. Penggunaan teknik itu bukan tanpa alasan. Dia ingin mengajak para penikmat karyanya untuk menyelami banyak hal tentang Bali, yang mungkin terjadi dari masa kolonial sampai sekarang, seperti sejarah kolonial yang mungkin tidak populer atau yang tidak diceritakan dan telah membuat Bali seperti saat ini.
Arsip-arsip fotografi yang dilihatnya dari berbagai sumber, seperti museum atau lembaga lainnya dibuat dengan menggunakan cahaya alami, yakni matahari. Dia pun merekam kembali data-data digital di bawah sinar matahari yang sama karena teknik cyanotype memang menggunakan sinar matahari.
Dengan begitu, ketika data digital itu kembali menjadi gambar yang direkam oleh matahari dan memanfaatkan matahari yang sama, ada sense tentang rentang waktu antara 1930 sampai hari ini.
Karya seniman Made Wiguna Valsara (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Abdurachman)
Lewat 2 karya berjudul Seluang #2 dan Seluang #3, Valasara menyajikan karya dengan objek rusa dan altar Pelinggih Menjangan Seluang yang berbentuk patung atau kepala binatang rusa sebagai latarnya.
Karya ini menyajikan visual yang menarik lantaran rusa yang terdapat dalam kanvas dibuat menonjol di satu karya dan cekung ke dalam di satu karya lainnya, sehingga memberikan keunikan tersendiri karena menampilkan objek 3 dimensi di atas kanvas.
Valasara mengungkapkan, Seluang adalah simbol penghormatan kepada Empu Kuturan yang dahulu datang dari Jawa ke Bali untuk mengatur strata sosial keagamaan di Bali.
“Sampai sekarang di Bali, kayak di pura itu ada ornamen yang berbentuk rusa. Jadi, bentuk rusa, ornamen bentuk rusa itu adalah simbol dari penghormatan orang Hindu Bali kepada leluhur yang dari Jawa itu. Para empu-empu yang datang membawa pengaruh Hindu ke Bali di dalam pura, khususnya pura keluarga,” ujarnya.
Alasan Valsara mengangkat tentang Seluang berawal dari diri yang suka mempertanyakan kehadiran ornamen rusa di setiap pura keluarga di Bali. Dia pun menemukan bahwa ornamen rusa memiliki kaitan yang erat dengan pengaruh kerajaan Majapahit yang sempat kabur ke Bali.
Dalam proses berkaryanya, warna monokrom disematkan oleh sang seniman dengan alasan magis dan tidak terlepas dari teknik cyanotype yang memiliki sejarah sangat panjang. Lewat warna tersebut, dia menampilkan sesuatu yang kuno dalam bentuk baru. Akan tetapi, tidak menghilangkan tampilan yang sudah lampau.
Anonymous Deities From The East (Anonymous Ancestor Series) dan Seluang #2 serta Seluang #3 merupakan sedikit dari sejumlah karya yang terdapat dalam pameran bertajuk Arung di Can’s Gallery.
Savitri Sastrawan, penulis dalam pameran Arung, mengungkapkan bahwa pameran ini bermaksud menyoroti perjalanan kreatif serta eksplorasi narasi kekaryaan 11 perupa asal Bali dan perupa Indonesia berbasis di Bali di tengah arus kontemporer dan globalisasi saat ini.
Dengan begitu, karya-karya yang hadir dalam pameran tersebut sarat berbagai narasi dan capaian estetika. Kekaryaan para seniman menjadi catatan anyar di tengah Bali sebagai brand dengan berbagai cerita imaji positif serta negatif kekiniannya.
Seniman Valsara yang mengangkat tentang altar Pelinggih Menjangan Seluang, yang berbentuk patung atau kepala binatang rusa memperlihatkan cerminan masa lalu yang disakralkan membuktikan serpihan memori yang tersimpan dengan baik di masyarakat Bali sampai sekarang.
Sementara itu, seniman Budi 'menantang' sejarah kolonial dan identitas budaya melalui figur-figur di balik kemeriahan industri pariwisata Bali yang merupakan memori kolektif masyarakat Bali sesungguhnya lewat karyanya.
Baca juga: Segenggam Asa & Refleksi Pariwisata Bali dari Warung Made
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.