Lukisan Korakrit Arunanondchai bertajuk The Dance of Earthly Delights (2024). (sumber gambar: Museum MACAN)

Dunia Enigmatik Seniman Thailand Korakrit Arunanondchai

31 January 2025   |   20:30 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Sebuah lukisan raksasa berukuran 10 X 3 meter menyambut pengunjung Museum of Modern & Contemporary Art in Nusantara atau Museum MACAN, Jakarta. Didominasi warna biru dan kuning, lukisan itu memiliki judul yang unik, yakni The Dance of Earthly Delights (2024).

Di bidangnya yang terbuat dari denim, tergambar sepasang mata melotot yang selalu mengawasi pengunjung. Sepintas, lukisan ini juga akan mengingatkan genhype pada karya seniman Hieronymus Bosch (1450-1516), pelukis asal Belanda, bertajuk The Garden of Earthly Delights.

Baca juga: Pameran Solo Perdana Seniman Thailand Korakrit Arunanondchai Siap Hadir di Museum MACAN

Lukisan di muka adalah karya dari seniman Thailand, Korakrit Arunanondchai. Ini adalah momen pertama kalinya perupa kontemporer itu menggelar pameran tunggal bertajuk Sing Dance Cry Breathe |as their world collides on to the screen, di Indonesia, tepatnya di Museum MACAN yang berlangsung sampai 6 April 2025.

Jika dicermati, sang seniman sepertinya ingin mengungkai bab-bab dari kitab kejadian. Refleksi itu terlihat dari panel lukisan sebelah kanan yang mengimak taman eden, kenikmatan duniawi bagian tengah, dan penyiksaan di neraka di bagian kiri.

Namun, berbeda dari versi aslinya, lukisan ini cenderung lebih liar. Krit menggunakan mitos kura-kura yang memanggul dunia di atas tempurung raksasa. Sementara itu, di belakang objek terdapat sosok ular—dalam alkitab ular identik dengan setan- bermata tajam, seperti hendak menunggu masuk ke perangkapnya.

"Saya ingin menghadirkan sebuah pameran yang seakan-akan adalah sebuah teater aktor-aktor non-manusia, di mana mereka berbagi ruang dengan kita, dan turut serta membawa serta emosi yang mereka pendam," kata perupa yang biasa dipanggil Krit, itu.
 

Instalasi seni dan sejumlah lukisan Krit dalam pameran  Sing Dance Cry Breathe |as their world collides on to the screen

Instalasi seni dan sejumlah lukisan Krit dalam pameran Sing Dance Cry Breathe |as their world collides on to the screen.  (sumber gambar: Museum MACAN)


Beranjak ke ruang pamer lain, kita juga bertemu dengan batasan artistik seni kontemporer dan bentuk-bentuk kepercayaan tradisional. Salah satunya lewat simbolisme burung hong dan api yang mencerminkan eksplorasi Krit terhadap proses penciptaan dan kehancuran dari entitas alam semesta.

Selain lukisan kanvas, material dalam bagian ini juga unik. Sebab Krit juga menggunakan campuran abu, tanah, dan cat rumah. Semuanya dirangkai dalam panel lantai dengan tulisan yang menonjol, seperti mantra yang menyimbolkan kebangkitan burung hong yang telah mati, dan terbakar menjadi abu.


Pengalaman Personal

Praktik artistik Krit, memang kerap mengangkat pengalaman-pengalaman pribadi yang berakar kuat pada konteks budaya negara asalnya, Thailand. Namun, alih-alih hanya terjebak dalam lokalitas, sang seniman juga kerap mencampurkan tema dari tempat-tempat lain dengan narasi budaya dan sejarah yang berlapis.

Hasilnya adalah senarai karya yang mengundang decak kagum, meski sesekali membuat dahi berkernyit. Misalnya, saat sang seniman menggabungkan unsur-unsur seni rupa dalam bentuk instalasi dan video berdurasi sekitar 30 menit, bertajuk No history in a room filled with people with funny names 5 (2018).
 
 

Mengandalkan narasi yang puitis, Krit menyoroti kisah penyelamatan 13 anggota tim sepak bola remaja yang terjebak di gua Chiang Rai, Thailand pada 2018. Proses evakuasi ini berlangsung cukup dramatis. Sebab, para penyintas baru berhasil dievakuasi setelah 9 hari dinyatakan hilang akibat banjir.

Lewat karya ini, Krit tak hanya mengurai batasan rancu dari trauma anak-anak yang terjebak di dalam gua bekas stasiun mata-mata Amerika. Lebih dari itu, dia juga mencampurnya dengan struktur mitos, hantu dari masa lalu, biksu, hingga bagaimana kapitalisme merongrong Thailand, kota tempatnya berasal.

"Karya ini adalah sebuah panggung, yang mengundang penonton untuk menjadi penampil, di mana mereka bernyanyi, menari, menangis, bernapas, dan merasakan seluruh emosi yang dihadirkan melalui layar-layar yang ditampilkan," imbuhnya.


Hasrat & Rasa Takut

Direktur Museum MACAN, Venus Lau mengatakan, ekshibisi ini menampilkan beragam eksplorasi artistik Krit sejak 2018 terkait ketegangan antara hasrat akan pembaruan dan rasa takut untuk melepaskan. Semuanya diungkai lewat isu kemanusiaan dan spiritualitas yang menjadi inti karya-karyanya selama ini.

Selain itu, sang perupa juga ingin menjembatani tegangan antara masa lalu dan masa kini, untuk mengajak publik merenungkan lagi tema-tema universal. Beberapa di antaranya seperti eksistensi, identitas, dan kekuatan tak kasat mata yang membentuk dunia kita di era kiwari yang semakin centang perenang.

"Krit menghadirkan spektrum tema yang berulang, termasuk proses pembusukan dan kelahiran kembali yang berlangsung secara bersamaan. Sesuatu yang gaib dari hasrat kolektif terhadap kekuatan yang lebih besar," katanya.
 

Foto suasana karya instalasi video No history in a room filled with people funny names 5

Foto suasana karya instalasi video Krit bertajuk No history in a room filled with people funny names 5. (sumber gambar: Museum MACAN)


Lewat dorongan artistik dari rasa takut akan kehilangan  sesuatu yang tidak diketahui, sang perupa juga menggabungkan unsur animisme dan fiksi ilmiah untuk menciptakan karya yang mengedepankan emosi manusia dan merangkul perasaan-perasaan pelik tanpa harus dijabarkan.

Tema tersebut, salah satunya terejawantah dalam karya audio visual bertajuk Songs for Living (2021). Sebuah karya di mana Krit menyinggung konsep waktu, dengan memperlihatkan perjalanan roh yang kembali ke wujud tubuhnya, lalu terlahir kembali, layaknya sebuah reinkarnasi, atau Samsara dalam ajaran Hindu dan Buddha.

"Dengan merefleksikan gagasan akan transformasi yang abadi, baik secara personal, kultural, maupun teknologi, Krit menggambarkan pembaruan dan adaptasi identitas budaya dalam menghadapi modernisasi dan globalisasi," imbuh Venus Lau.

Baca juga: Teater Pandora Siap Pentaskan Lakon Constellations di Museum MACAN

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Deddy Corbuzier Rambah Bisnis F&B dengan Artisan Bakery Humble Baker

BERIKUTNYA

Paige Niemann, Influencer yang Mirip Ariana Grande Diblokir di TikTok

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: