Marie Claire Soroti Film Hollywood Kian Berani Kritik Stigma Penuaan pada Perempuan
27 January 2025 |
13:03 WIB
Arah gerak perfilman Barat yang diinisiasi oleh karya-karya Hollywood beberapa tahun terakhir semakin masif untuk membahas seputar standar kecantikan wanita. Dari berbagai sub topik yang dibahas, salah satu yang menarik perhatian adalah isu penuaan pada perempuan yang sejatinya bersifat alamiah.
Media gaya hidup Prancis, Marie Claire bahkan menantang narasi tersebut dalam judul publikasinya belum lama ini yakni “Is Hollywood Finally Ready to Embrace Female Aging?”
Karya-karya teranyar di industri ini seperti The Last Show Girl, The Substance, hingga Nightbitch disoroti sebagai pawang baru inudstri Hollywood untuk mengkritik soal ketakukan publik akan penuaan alami pada wanita.
Baca juga: Tren Skincare: Pencerahan Kulit Disukai Pasar Indonesia, Pasar Eropa Pilih Anti Penuaan
Dilansir dari Deadline, The Last Show Girl adalah film yang digarap oleh sutradara wanita Gia Coppola dan dibintangi oleh Pamela Anderson sebagai Shelley. Shelley merupakan seorang gadis panggung veteran Las Vegas yang bergulat dengan masa mudanya yang semakin memudar dan dampak emosional yang ditimbulkannya terhadap hubungannya.
Narasi film ini berpusat pada keinginan Shelley untuk terhubung kembali dengan putrinya yang terasing sambil tetap berada di dunia yang menghargai kemudaan dan kecantikan di atas segalanya. Shelley harus berjuang untuk mempertahankan eksistensinya di masyarakat.
Dia menghadapi kritik keras soal pandangan miring tentang perempuan yang menua. Utamanya dalam konteks industri hiburan, perjalanannya menunjukan bagaimana tekanan yang dihadapi oleh kaum hawa dalam industri hiburan dengan pola pikir tradisional.
"Ada momen klimaks penting dari film ini yang menunjukkan keputus-asaannya saat dia berhadapan dengan produser casting, kemudian lantang berteriak Saya cantik!," ujar Shelley dalam potongan film.
Dilansir dari Time Magazine, The Substance yang disutradarai oleh Coralie Fargeat dengan pemeran utama Demi Moore sebagai Elisabeth Sparkle, menggali kengerian fenomena alamiah penuaan melalui lensa yang unik.
Narasi cerita menunjukan bahwa Elisabeth adalah seorang aktris yang merasakan tantangan usia saat dia menjalani kariernya di industri kebugaran. Film ini memperkenalkan program peremajaan underground yang memungkinkan Elisabeth untuk berganti-ganti antara dirinya yang menua dan tiruannya yang lebih muda.
Elemen-elemen horor dalam film ini berfungsi sebagai metafora dari gambaran tekanan sosial seputar kecantikan wanita, yang menggambarkan bagaimana tekanan-tekanan ini dapat mengarah pada keputus-asaan yang dialami Elisabeth.
Sementara itu, CBC mencatat tentang film Nightbitch, di sana Amy Adams memerankan seorang ibu baru yang mulai berubah menjadi tidak terkendali saat ia bergulat dengan identitasnya setelah melahirkan.
Film komedi gelap ini mengeksplorasi tema-tema keibuan, identitas, dan ekspektasi masyarakat terhadap wanita. Saat dia menjalani transformasi, film ini mengkritik bagaimana masyarakat sering mengesampingkan perempuan setelah mereka menjadi ibu.
Pikiran-pikiran yang sempit tentang konsep ibu tradisional dan menyamaratakan peran mereka dalam satu standar tertentu, turut dibahas. Transformasi yang dialami oleh Amy Adams menjadi cerminan atas tekanan yang banyak dihadapi perempuan terkait tubuh dan identitas mereka setelah melahirkan dan menjadi ibu.
Baca juga: Fakta-Fakta Sindrom Progeria yang Mempercepat Proses Penuaan pada Anak
Deretan film di atas menantang anggapan bahwa penuaan atau perubahan yang harusnya terjadi secara harafiah dan natural justru dianggap sebagai sesuatu yang haram. Mereka menyoroti perjuangan internal soal ketakutan akan eksistensi diri dan keinginan untuk mendapatkan validasi sekaligus mengkritik industri yang sering kali melanggengkan stigmatisasi tersebut.
"Berkat para sineas wanita, Hollywood akhirnya melakukan percakapan dan membuat karya seni yang hebat-tentang kompleksitas penuaan wanita,” tulis redaksi Marie Claire melalui Instagram resminya.
Editor: Fajar Sidik
Media gaya hidup Prancis, Marie Claire bahkan menantang narasi tersebut dalam judul publikasinya belum lama ini yakni “Is Hollywood Finally Ready to Embrace Female Aging?”
Karya-karya teranyar di industri ini seperti The Last Show Girl, The Substance, hingga Nightbitch disoroti sebagai pawang baru inudstri Hollywood untuk mengkritik soal ketakukan publik akan penuaan alami pada wanita.
Baca juga: Tren Skincare: Pencerahan Kulit Disukai Pasar Indonesia, Pasar Eropa Pilih Anti Penuaan
Dilansir dari Deadline, The Last Show Girl adalah film yang digarap oleh sutradara wanita Gia Coppola dan dibintangi oleh Pamela Anderson sebagai Shelley. Shelley merupakan seorang gadis panggung veteran Las Vegas yang bergulat dengan masa mudanya yang semakin memudar dan dampak emosional yang ditimbulkannya terhadap hubungannya.
Narasi film ini berpusat pada keinginan Shelley untuk terhubung kembali dengan putrinya yang terasing sambil tetap berada di dunia yang menghargai kemudaan dan kecantikan di atas segalanya. Shelley harus berjuang untuk mempertahankan eksistensinya di masyarakat.
Dia menghadapi kritik keras soal pandangan miring tentang perempuan yang menua. Utamanya dalam konteks industri hiburan, perjalanannya menunjukan bagaimana tekanan yang dihadapi oleh kaum hawa dalam industri hiburan dengan pola pikir tradisional.
"Ada momen klimaks penting dari film ini yang menunjukkan keputus-asaannya saat dia berhadapan dengan produser casting, kemudian lantang berteriak Saya cantik!," ujar Shelley dalam potongan film.
Dilansir dari Time Magazine, The Substance yang disutradarai oleh Coralie Fargeat dengan pemeran utama Demi Moore sebagai Elisabeth Sparkle, menggali kengerian fenomena alamiah penuaan melalui lensa yang unik.
Narasi cerita menunjukan bahwa Elisabeth adalah seorang aktris yang merasakan tantangan usia saat dia menjalani kariernya di industri kebugaran. Film ini memperkenalkan program peremajaan underground yang memungkinkan Elisabeth untuk berganti-ganti antara dirinya yang menua dan tiruannya yang lebih muda.
Elemen-elemen horor dalam film ini berfungsi sebagai metafora dari gambaran tekanan sosial seputar kecantikan wanita, yang menggambarkan bagaimana tekanan-tekanan ini dapat mengarah pada keputus-asaan yang dialami Elisabeth.
Sementara itu, CBC mencatat tentang film Nightbitch, di sana Amy Adams memerankan seorang ibu baru yang mulai berubah menjadi tidak terkendali saat ia bergulat dengan identitasnya setelah melahirkan.
Film komedi gelap ini mengeksplorasi tema-tema keibuan, identitas, dan ekspektasi masyarakat terhadap wanita. Saat dia menjalani transformasi, film ini mengkritik bagaimana masyarakat sering mengesampingkan perempuan setelah mereka menjadi ibu.
Pikiran-pikiran yang sempit tentang konsep ibu tradisional dan menyamaratakan peran mereka dalam satu standar tertentu, turut dibahas. Transformasi yang dialami oleh Amy Adams menjadi cerminan atas tekanan yang banyak dihadapi perempuan terkait tubuh dan identitas mereka setelah melahirkan dan menjadi ibu.
Baca juga: Fakta-Fakta Sindrom Progeria yang Mempercepat Proses Penuaan pada Anak
Deretan film di atas menantang anggapan bahwa penuaan atau perubahan yang harusnya terjadi secara harafiah dan natural justru dianggap sebagai sesuatu yang haram. Mereka menyoroti perjuangan internal soal ketakutan akan eksistensi diri dan keinginan untuk mendapatkan validasi sekaligus mengkritik industri yang sering kali melanggengkan stigmatisasi tersebut.
"Berkat para sineas wanita, Hollywood akhirnya melakukan percakapan dan membuat karya seni yang hebat-tentang kompleksitas penuaan wanita,” tulis redaksi Marie Claire melalui Instagram resminya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.