Review Film 1 Kakak 7 Ponakan, Kehangatan dalam Kehidupan Generasi Sandwich
20 January 2025 |
09:02 WIB
Alih-alih menggambarkan tentang keresahan dan kecemasan, film 1 Kakak 7 Ponakan (2025) karya sutradara Yandy Laurens menampilkan kehangatan kehidupan generasi sandwich. Perjuangan, pengorbanan, keikhlasan, dan cinta menjadi pesan yang tertangkap dengan positif ketika menyaksikan jalan cerita secara keseluruhan.
Generasi sandwich sebenarnya bukan sesuatu yang baru dalam budaya masyarakat Indonesia. Kehidupan seseorang yang harus menanggung beban orang yang lebih tua termasuk orang tua atau kakak, dan orang yang lebih muda seperti adik, keponakan, atau anak banyak dijumpai di dalam negeri.
Meski demikian, kondisi tersebut kian menjadi perhatian, terutama untuk generasi yang besar kiwari. Lebih dari itu, pandangan banyak orang terhadap kondisi generasi sandwich kian negatif lantaran dikaitkan dengan kecemasan, stres, ketidakmampuan ekonomi, dan sebagainya.
Namun, gambaran negatif tentang generasi roti lapis itu bukan jadi poin utama dalam film 1 kakak 7 ponakan, yang akan rilis di bioskop mulai 23 Januari 2025. Dalam film ini, ketidakmampuan ekonomi tidak menjadi cerita dominan.
Baca juga: Review Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis & Kisah-Kisah Trauma Antar Generasi
Ketimbang menonjolkan kesedihan tentang kekurangan ekonomi, cerita dalam film ini justru menampilkan solusi atas kondisi yang terjadi tanpa membuatnya terlihat mengenaskan. Semua itu tampak biasa karena ada sesuatu yang lebih besar dari itu, yakni keluarga.
Salah satu adegan terkait ini misalnya ketika karakter Moko (Chicco Kurniawan) bersama dengan Woko (Fatih Unru) memasak di dapur. Mereka membuat hidangan dari tempe orek agar semua anggota keluarga kebagian.
Dialog yang terjadi antara Moko dan Woko pun tidak menghadirkan suasana yang menyedihkan. Adegan ini justru menggambarkan kehangatan. Tidak hanya itu, adegan serupa juga terjadi kala Moko tidak mampu membeli laptop baru akibat sang keponakan bernama Ano (Ahmad Nadif) sakit.
Ditemani para keponakannya, dia terus mendapatkan suguhan kopi agar tidak mengantuk ketika mengerjakan proyek yang diberikannya. Salah satu adegan tentang kopi terakhir pun disajikan dengan riang dan celetukan yang justru mengundang tawa.
Secara keseluruhan, cerita film 1 Kakak 7 Ponakan bisa dikatakan cukup padat dengan kesederhanaannya. Genhype akan menerima banyak pesan yang ingin disampaikan ketika menonton film ini mengenai berbagai hal, dari cinta dengan pasangan, adik, dan juga kakak atau orang yang lebih tua.
Meskipun begitu padat, pesan itu cukup mudah untuk dimengerti lantaran penyampaiannya yang sederhana. Sang sutradara berhasil mengemasnya dengan sangat apik. Tidak hanya itu, film ini juga mampu menghadirkan suasana lucu selain haru.
Dengan kekuatan naskah dan juga akting para pemain di dalamnya, Genhype akan dapat merasakan kekayaan suasana dan perasaan yang berhasil dibangun dalam film 1 Kakak 7 Ponakan.
Film berdurasi lebih dari 2 jam itu juga memiliki alur cerita yang sangat kaya. Penonton akan mendapatkan suguhan latar belakang perjalanan hidup Moko, sebelum menyaksikan perjalanan hidupnya sebagai generasi sandwich pada awal-awal cerita dalam komposisi yang pas.
Pada menit-menit awal, kehangatan keluarga Atmo (Kiki Narendra), kisah cinta Moko dan Maurin (Amanda Rawles), serta kehidupan berprestasi sang karakter utama menjadi sajian yang menarik. Akan tetapi, sebuah tragedi terjadi dan semuanya mengalami perubahan mendadak.
Perlahan, Genhype akan dibawa masuk dalam cerita pengenalan masalah dan yang dihadapi oleh Moko ketika tiba-tiba sang kakak dan suaminya meninggal dunia, membuat karakter utamanya harus berperan sebagai orang tua tunggal.
Kesulitan dan perjuangan Moko terlihat dengan jelas. Suara tangisan bayi terdengar sangat sering pada menit-menit awal. Cerita mulai masuk ke dalam babak ketika adegan tangisan bayi mulai hilang seiring kian membesarnya sang anak bernama Ima. Tidak hanya itu, film ini juga memasuki masa kehidupan mulai lebih baik, baik dari sisi ekonomi, cinta, dan hubungan antar-keluarga.
Kekayaan alur cerita juga terlihat dengan format maju-mundur yang kerap disajikan oleh sang sutradara. Dari sisi akting, para pemeran dalam film ini juga menyajikan karakter yang unik dan berbeda antara satu dengan yang lain. Mereka mampu memerankan karakter yang telah diamanahkan dan menghasilkan cerita keseluruhan yang mumpuni.
Film 1 Kakak 7 Ponakan juga menampilkan perkembangan karakter yang bermain di dalamnya. Karakter bernama Osa (Niken Anjani) yang pada awalnya sangat begitu yakin dan percaya dengan sang suami akhirnya menyadari bahwa pria yang berada di sampingnya itu adalah orang yang tidak bertanggung jawab.
Alur cerita, naskah, dan juga akting para pemain kian apik berpadu dengan musik dan sinematografinya. Pilihan musik dalam film tersebut membuat suasana terasa begitu haru karena juga menjadi “dialog” yang tidak diucapkan oleh para pemain.
Dari sisi sinematografi, salah satu di antaranya, lembayung senja di pantai dengan warna langit jingga menyajikan lanskap pemandangan laut yang juga memberikan rasa hangat kepada para penonton.
Ritme film 1 Kakak 7 Ponakan cenderung pelan. Akan tetapi, kekuatan naskah –meskipun sederhana– tidak membuatnya membosankan. Ritme tersebut memberikan waktu bagi penonton untuk meresapi setiap dialog dan suasana yang dibangun dalam film.
Baca juga: Review Film My Annoying Brother, Melawan Keterpurukan dengan Support System
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Generasi sandwich sebenarnya bukan sesuatu yang baru dalam budaya masyarakat Indonesia. Kehidupan seseorang yang harus menanggung beban orang yang lebih tua termasuk orang tua atau kakak, dan orang yang lebih muda seperti adik, keponakan, atau anak banyak dijumpai di dalam negeri.
Meski demikian, kondisi tersebut kian menjadi perhatian, terutama untuk generasi yang besar kiwari. Lebih dari itu, pandangan banyak orang terhadap kondisi generasi sandwich kian negatif lantaran dikaitkan dengan kecemasan, stres, ketidakmampuan ekonomi, dan sebagainya.
Namun, gambaran negatif tentang generasi roti lapis itu bukan jadi poin utama dalam film 1 kakak 7 ponakan, yang akan rilis di bioskop mulai 23 Januari 2025. Dalam film ini, ketidakmampuan ekonomi tidak menjadi cerita dominan.
Baca juga: Review Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis & Kisah-Kisah Trauma Antar Generasi
Ketimbang menonjolkan kesedihan tentang kekurangan ekonomi, cerita dalam film ini justru menampilkan solusi atas kondisi yang terjadi tanpa membuatnya terlihat mengenaskan. Semua itu tampak biasa karena ada sesuatu yang lebih besar dari itu, yakni keluarga.
Salah satu adegan terkait ini misalnya ketika karakter Moko (Chicco Kurniawan) bersama dengan Woko (Fatih Unru) memasak di dapur. Mereka membuat hidangan dari tempe orek agar semua anggota keluarga kebagian.
Dialog yang terjadi antara Moko dan Woko pun tidak menghadirkan suasana yang menyedihkan. Adegan ini justru menggambarkan kehangatan. Tidak hanya itu, adegan serupa juga terjadi kala Moko tidak mampu membeli laptop baru akibat sang keponakan bernama Ano (Ahmad Nadif) sakit.
Ditemani para keponakannya, dia terus mendapatkan suguhan kopi agar tidak mengantuk ketika mengerjakan proyek yang diberikannya. Salah satu adegan tentang kopi terakhir pun disajikan dengan riang dan celetukan yang justru mengundang tawa.
1 kakak 7 Ponakan tayang pada 23 Januari 2025 (Sumber gambar: Siaran pers Mandela Pictures & Cerita Films)
Meskipun begitu padat, pesan itu cukup mudah untuk dimengerti lantaran penyampaiannya yang sederhana. Sang sutradara berhasil mengemasnya dengan sangat apik. Tidak hanya itu, film ini juga mampu menghadirkan suasana lucu selain haru.
Dengan kekuatan naskah dan juga akting para pemain di dalamnya, Genhype akan dapat merasakan kekayaan suasana dan perasaan yang berhasil dibangun dalam film 1 Kakak 7 Ponakan.
Film berdurasi lebih dari 2 jam itu juga memiliki alur cerita yang sangat kaya. Penonton akan mendapatkan suguhan latar belakang perjalanan hidup Moko, sebelum menyaksikan perjalanan hidupnya sebagai generasi sandwich pada awal-awal cerita dalam komposisi yang pas.
Pada menit-menit awal, kehangatan keluarga Atmo (Kiki Narendra), kisah cinta Moko dan Maurin (Amanda Rawles), serta kehidupan berprestasi sang karakter utama menjadi sajian yang menarik. Akan tetapi, sebuah tragedi terjadi dan semuanya mengalami perubahan mendadak.
Perlahan, Genhype akan dibawa masuk dalam cerita pengenalan masalah dan yang dihadapi oleh Moko ketika tiba-tiba sang kakak dan suaminya meninggal dunia, membuat karakter utamanya harus berperan sebagai orang tua tunggal.
Kesulitan dan perjuangan Moko terlihat dengan jelas. Suara tangisan bayi terdengar sangat sering pada menit-menit awal. Cerita mulai masuk ke dalam babak ketika adegan tangisan bayi mulai hilang seiring kian membesarnya sang anak bernama Ima. Tidak hanya itu, film ini juga memasuki masa kehidupan mulai lebih baik, baik dari sisi ekonomi, cinta, dan hubungan antar-keluarga.
Kekayaan alur cerita juga terlihat dengan format maju-mundur yang kerap disajikan oleh sang sutradara. Dari sisi akting, para pemeran dalam film ini juga menyajikan karakter yang unik dan berbeda antara satu dengan yang lain. Mereka mampu memerankan karakter yang telah diamanahkan dan menghasilkan cerita keseluruhan yang mumpuni.
Film 1 Kakak 7 Ponakan juga menampilkan perkembangan karakter yang bermain di dalamnya. Karakter bernama Osa (Niken Anjani) yang pada awalnya sangat begitu yakin dan percaya dengan sang suami akhirnya menyadari bahwa pria yang berada di sampingnya itu adalah orang yang tidak bertanggung jawab.
Alur cerita, naskah, dan juga akting para pemain kian apik berpadu dengan musik dan sinematografinya. Pilihan musik dalam film tersebut membuat suasana terasa begitu haru karena juga menjadi “dialog” yang tidak diucapkan oleh para pemain.
Dari sisi sinematografi, salah satu di antaranya, lembayung senja di pantai dengan warna langit jingga menyajikan lanskap pemandangan laut yang juga memberikan rasa hangat kepada para penonton.
Ritme film 1 Kakak 7 Ponakan cenderung pelan. Akan tetapi, kekuatan naskah –meskipun sederhana– tidak membuatnya membosankan. Ritme tersebut memberikan waktu bagi penonton untuk meresapi setiap dialog dan suasana yang dibangun dalam film.
Baca juga: Review Film My Annoying Brother, Melawan Keterpurukan dengan Support System
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.