OJK Siapkan Aturan Batas Usia dan Minimal Gaji Bagi Pengguna Paylater
05 January 2025 |
13:04 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menggodok aturan baru bagi pengguna layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater di Indonesia. Aturan ini nantinya akan menetapkan bahwa pengguna layanan tersebut harus berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah, dan memiliki penghasilan minimum sebesar Rp3 juta per bulan.
Dilansir dari situs resmi OJK, alasan utama rencana kebijakan ini adalah untuk meningkatkan perlindungan konsumen dan mencegah jebakan utang, terutama bagi individu dengan literasi keuangan yang rendah. Sebelum adanya rencana aturan baru ini, tidak ada batasan usia dan penghasilan yang ketat bagi pengguna layanan paylater di dalam negeri.
Hal ini menyebabkan banyak konsumen, termasuk mereka yang belum cukup dewasa atau memiliki berpenghasilan rendah akhirnya terjebak dalam siklus utang yang sulit dilunasi. Fenomena ini semakin meningkat seiring dengan popularitas layanan paylater di kalangan masyarakat, yang tidak diimbangi dengan pola literasi memadai.
Aturan baru ini bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut dengan menetapkan kriteria yang lebih ketat untuk penerima layanan. Dengan menetapkan batas usia dan penghasilan minimum, OJK berharap dapat memastikan bahwa pengguna memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk mengelola utang mereka secara bertanggung jawab.
Baca juga: Genhype Wajib Tahu, Ini Perbedaan Kartu Kredit, Paylater, dan Pinjol
Rencananya proses penetapannya akan berlaku untuk semua nasabah baru, serta mereka yang ingin memperpanjang pembiayaan paling lambat pada 1 Januari 2027. Bukan itu saja, OJK dengan tegas mengimbau perusahaan pembiayaan untuk memberikan pemberitahuan kepada nasabah mengenai pentingnya kehati-hatian dalam menggunakan layanan paylater.
Termasuk soal pencatatan transaksi debitur dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas mereka sebagai nasabah. Otoritas juga menekankan pentingnya edukasi finansial bagi konsumen agar mereka dapat memahami risiko yang terkait dengan penggunaan layanan keuangan seperti paylater.
Adapun, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia adalah 65,4 persen. Sementara itu, indeks inklusi keuangannya adalah 75,02 persen.
Mengingat lebih tingginya angka inklusi keuangan yang mengindikasikan lebih banyak pengguna paylater ketimbang level pemahamannya, membuat kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Pengguna dengan tingkat literasi minim soal paylter akan lebih rentan menghadapi beban risiko utang yang berlebihan.
Melalui pembatasan usia dan penghasilan ini, diharapkan hanya individu yang benar-benar siap secara finansial yang akan menggunakan layanan tersebut. Regulator juga menyatakan bahwa mereka akan terus memantau situasi ekonomi dan perkembangan industri paylater untuk melakukan peninjauan kembali terhadap aturan ini jika diperlukan.
Baca juga: Gen Z Catat, Ini 4 Langkah Terhindar dari Jeratan Pinjol & Paylater
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Dilansir dari situs resmi OJK, alasan utama rencana kebijakan ini adalah untuk meningkatkan perlindungan konsumen dan mencegah jebakan utang, terutama bagi individu dengan literasi keuangan yang rendah. Sebelum adanya rencana aturan baru ini, tidak ada batasan usia dan penghasilan yang ketat bagi pengguna layanan paylater di dalam negeri.
Hal ini menyebabkan banyak konsumen, termasuk mereka yang belum cukup dewasa atau memiliki berpenghasilan rendah akhirnya terjebak dalam siklus utang yang sulit dilunasi. Fenomena ini semakin meningkat seiring dengan popularitas layanan paylater di kalangan masyarakat, yang tidak diimbangi dengan pola literasi memadai.
Aturan baru ini bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut dengan menetapkan kriteria yang lebih ketat untuk penerima layanan. Dengan menetapkan batas usia dan penghasilan minimum, OJK berharap dapat memastikan bahwa pengguna memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk mengelola utang mereka secara bertanggung jawab.
Baca juga: Genhype Wajib Tahu, Ini Perbedaan Kartu Kredit, Paylater, dan Pinjol
Rencananya proses penetapannya akan berlaku untuk semua nasabah baru, serta mereka yang ingin memperpanjang pembiayaan paling lambat pada 1 Januari 2027. Bukan itu saja, OJK dengan tegas mengimbau perusahaan pembiayaan untuk memberikan pemberitahuan kepada nasabah mengenai pentingnya kehati-hatian dalam menggunakan layanan paylater.
Termasuk soal pencatatan transaksi debitur dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas mereka sebagai nasabah. Otoritas juga menekankan pentingnya edukasi finansial bagi konsumen agar mereka dapat memahami risiko yang terkait dengan penggunaan layanan keuangan seperti paylater.
Adapun, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia adalah 65,4 persen. Sementara itu, indeks inklusi keuangannya adalah 75,02 persen.
Mengingat lebih tingginya angka inklusi keuangan yang mengindikasikan lebih banyak pengguna paylater ketimbang level pemahamannya, membuat kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Pengguna dengan tingkat literasi minim soal paylter akan lebih rentan menghadapi beban risiko utang yang berlebihan.
Melalui pembatasan usia dan penghasilan ini, diharapkan hanya individu yang benar-benar siap secara finansial yang akan menggunakan layanan tersebut. Regulator juga menyatakan bahwa mereka akan terus memantau situasi ekonomi dan perkembangan industri paylater untuk melakukan peninjauan kembali terhadap aturan ini jika diperlukan.
Baca juga: Gen Z Catat, Ini 4 Langkah Terhindar dari Jeratan Pinjol & Paylater
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.