Ilustrasi individu melakukan gulir media sosial | Pexels/Los Muertos Crew

Kebanyakan Scrolling Medsos Berisiko Brain Rot yang Bikin Otak Tumpul

21 December 2024   |   08:00 WIB
Image
Aldehead Marinda Merfonsina Uparatu Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Brain Rot adalah terminologi kontemporer untuk menggambarkan kondisi penurunan kognitif dan emosional akibat interaksi individu yang berlebihan dengan media digital. Meskipun bukan kondisi yang diakui langsung secara medis, tetapi istilah ini mendapatkan perhatian dalam banyak diskusi tentang kesehatan mental.

Secara umum Brain Rot dapat ditandai dengan gejala-gejala seperti mental fogginess, kelesuan, rentang perhatian yang berkurang, dan penurunan fungsi kognitif secara keseluruhan karena konsumsi konten digital yang berlebihan.

Baca juga: Studi: Kecanduan Game Online Dapat Mengubah Jaringan Otak, Ganggu Kontrol Kognitif dan Emosi

Dilansir dari Newport Institute penyebab utama pembusukan otak adalah waktu yang berlebihan di depan layar. Kebiasaan ini dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk kegiatan di ranah digital seperti menonton video secara berlebihan, melakukan scrolling media sosial secara kompulsif, dan melakukan banyak hal secara terus-menerus di berbagai platform digital.

Kelebihan beban digital ini menyebabkan keadaan stimulasi berlebihan di mana otak dibombardir dengan aliran informasi yang tak henti-hentinya. Sayangnya, sering kali terpaan informasi yang melintasi benak ini justru berkualitas rendah atau bernilai sepele. Contoh saja perilaku doomscrolling, yakni perilaku di mana seseorang terus menerus mencari berita negatif dan akhirnya memperparah perasaan cemas dan putus asa di dalam dirinya.

Bukan hanya itu, sifat dari konten yang dikonsumsi pengguna turut memainkan peran penting terhadap kondisi pembusukan otak. Platform seperti TikTok dan Instagram dikenal sebagai kanal berbagi konten pendek yang umum memprioritaskan kepuasan cepat daripada keterlibatan yang lebih dalam dengan konten terkait.

Pola konsumsi ini yang potensial mengurangi kemampuan pengguna untuk terlibat langsung dalam pola interaksi tatap muka yang nyata dengan individu lain.  Dilansir dari Calm penelitian menunjukkan bahwa hampir 9,4% anak muda di Amerika Serikat menunjukkan tanda-tanda Penggunaan Media Interaktif yang Bermasalah (PIMU), yang berkaitan erat dengan kondisi pembusukan otak.

Newport Instite mencatat beberapa gejala pembusukan otak dapat mencakup berbagai gangguan kognitif. Individu dapat mengalami kesulitan dalam mengatur pikiran, memecahkan masalah, membuat keputusan, atau mengingat sebuah informasi.

Kabut kognitif ini juga dapat memengaruhi kesehatan emosional, yang menyebabkan penurunan motivasi dan produktivitas individu dari waktu ke waktu. Fenomena ini sangat mengkhawatirkan bagi generasi muda yang karena potensial dapat mengganggu kinerja harian sampai proses interaksi sosial di lingkungan sekitar.

Selain itu, pembusukan otak dapat juga terwujud lewat perilaku tertentu seperti zombie scrolling, di mana seseorang tanpa berpikir panjang menggulir feed media sosialnya tanpa keterlibatan atau manfaat yang berarti. Perilaku ini tidak hanya membuang-buang waktu tetapi juga memperkuat pola pikir negatif dan mengurangi kapasitas untuk berpikir kritis.

Hal yang penitng untuk dipikirkan dari konsekuensi jangka panjang dari kondisi otak membusuk salah satunya adalah kemampuan untuk menikmati kesenangan sederhana atau berpartisipasi dalam kegiatan yang menyenangkan di dunia nyata karena terlalu bergantung pada stimulasi digital di media sosial maupun platform sejenis.

Baca juga: Ilmuwan AS Kembangkan Model Otak 3D dari Banyak Orang, Dijuluki Chimeroids

Jika saat ini Genhype merasa mulai mengalami gejala dari kondisi pembusukan otak ini, maka beberapa upaya preventif ini dapat coba diterapkan.

Pertama batasi waktu Genhype di depan layar. Tetapkan batasan spesifik untuk penggunaan layar harian untuk mendorong istirahat dan aktivitas offline yang lebih bermanfaat. Kedua, biasakan diri untuk melakukan kurasi konten secara mandiri. Fokuslah untuk terlibat dengan materi konten berkualitas tinggi yang mendorong pembelajaran atau pertumbuhan personal daripada hiburan atau intrik yang kurang bermakna.

Ketiga perbanyak diri dengan aktifitas luar jaringan. Isi kehidupan nyata dan hobi yang menstimulasi fungsi kognitif tanpa gangguan perangkat digital. Terakhir, latih kesadaran diri lewat gabungan teknik-teknik mindfulness seperti meditasi atau membuat jurnal untuk meningkatkan fokus dan kejernihan mental. Misalnya menyisihkan waktu 30 menit setiap hari untuk menulis jurnal harian Genhype sendiri.

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Siap-siap Transaksi Uang Elektronik Kena PPN 12%, Cek Skema Kenaikan Tarifnya

BERIKUTNYA

Tren Diet Boneka Slavia Tuai Kritik terkait Isu Eating Disorders

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: