7 Tanda Kecemasanmu Melampaui Batas Wajar
30 August 2021 |
15:39 WIB
Rasa cemas atau anxiety adalah hal wajar dan bisa dialami setiap orang ketika dihadapkan dengan situasi sulit atau kabar yang menimbulkan rasa takut. Misal, ketika kamu harus menghadapi ujian atau tindakan medis yang mau enggak mau harus dijalani.
Biasanya kecemasan ini berlangsung singkat. Namun menurut Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dari Rumah Sakit Pondok Indah Zulvia Oktanida Syarif, anxiety tetap perlu diwaspadai sebab jika berlebihan, bisa menjadi tanda gangguan kesehatan mental lainnya seperti gangguan kecemasan.
Wanita yang karib disapa Vivi ini menjabarkan tanda-tanda kecemasan yang tergolong melampaui batas kewajaran, berikut diantarnya :
1. Fisik bereaksi
Tidak hanya perasaan gelisah, was-was, namun kondisi kecemasan yang dianggap melampaui batas kewajaran kerap kali diiringi keluhan fisik seperti sakit kepala, pusing, vertigo, nyeri badan, mual, begah, kembung, nyeri dada, jantung berdebar, napas sesak, maupun kesemutan.
2. Emosional
Kecemasan itu membuat kamu baper, sensitif, mudah menangis hingga marah. Kamu jadi lebih sering bertengkar dengan pasangan, marah-marak ke anak, kesal dengan teman kerja, hingga menarik diri dari pertemanan.
3. Sudah periksa fisik normal, tapi tidak percaya
Kata Vivi kecemasan yang melampaui batas kewajaran yakni ketika kamu tidak percaya kondisi kamu baik-baik saja walaupun sudah melakukan pemeriksaan fisik. Kamu merasa ada masalah dengan kesehatan ketika fisik kamu bereaksi atas kecemasan yang kamu alami.
“Masa sih enggak ada apa-apa. Cari dokter yang paling super super ahli,” sebut Vivi melalui akun Instagram pribadinya, dr.vivisyarif, yang mencontohkan pikiran seseorang yang diliputi kecemasan berlebih.
4. Tidak sabar
Mereka yang kecemasannya melampaui batas kera kali menilai pengobatan yang dilakukan tidak berhasil walau baru saja melakukan terapi. “Baru latihan 1-2 kali sudah nyerah, bilang sudah coba tapi tidak ada hasil, minum obat 1-2 minggu sudah menyimpulkan tidak sembuh,” tutur Vivi.
5. Menyangkal
Kecemasan yang melampaui batas kewajaran sering diiringi sanggahan. Orang yang mengalaminya merasa hidupnya baik-baik saja walaupun muncul gejala fisik. Mereka menganggap berkonsultasi bukan menjadi pilihan dan yakin bisa mengatasinya sendiri. “Padahal tiap hari menderita, keluarga ikut menderita juga,” sebut Vivi.
6. Lebih percaya Mbah Google
Walaupun sudah diberi edukasi oleh dokter, diberi saran dan obat, mereka yang kecemasannya melewati batas wajar lebih percaya informasi yang ada di internet. Misalnya soal efek obat dari terapi yang sedang dijalani bukan manfaat dari obat itu sendiri.
7. Berpikir tidak logis
Ketika gejala fisik seperti jantung berdebar muncul, orang yang mengalami kecemasan itu sering berpikir bahwa itu tanda-tanda kematian. Atau ketika pasangan berangkat ke kantor, mereka berpikir bahwa pasti akan kena Covid-19 dan siap-siap menghadapi kematian.
Untuk itu, Vivi berpesan agar mereka yang kecemasannya melewati batas wajar sebaiknya menyadari bahwa kecemasan itu sudah menganggu hidup dan orang-orang di sekitarmu. Terima kenyataan bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja, kondisi mentalmu sedang tidak sehat dan perlu diperbaiki.
Cari akses bantuan profesional kesehatan mental. Jalani proses terapinya, beradaptasi dengan gaya hidup baru dengan mempelajari pola hidup sehat dan sabar menunggu prosesnya.
Editor: Fajar Sidik
Biasanya kecemasan ini berlangsung singkat. Namun menurut Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dari Rumah Sakit Pondok Indah Zulvia Oktanida Syarif, anxiety tetap perlu diwaspadai sebab jika berlebihan, bisa menjadi tanda gangguan kesehatan mental lainnya seperti gangguan kecemasan.
Wanita yang karib disapa Vivi ini menjabarkan tanda-tanda kecemasan yang tergolong melampaui batas kewajaran, berikut diantarnya :
1. Fisik bereaksi
Tidak hanya perasaan gelisah, was-was, namun kondisi kecemasan yang dianggap melampaui batas kewajaran kerap kali diiringi keluhan fisik seperti sakit kepala, pusing, vertigo, nyeri badan, mual, begah, kembung, nyeri dada, jantung berdebar, napas sesak, maupun kesemutan.
2. Emosional
Kecemasan itu membuat kamu baper, sensitif, mudah menangis hingga marah. Kamu jadi lebih sering bertengkar dengan pasangan, marah-marak ke anak, kesal dengan teman kerja, hingga menarik diri dari pertemanan.
3. Sudah periksa fisik normal, tapi tidak percaya
Kata Vivi kecemasan yang melampaui batas kewajaran yakni ketika kamu tidak percaya kondisi kamu baik-baik saja walaupun sudah melakukan pemeriksaan fisik. Kamu merasa ada masalah dengan kesehatan ketika fisik kamu bereaksi atas kecemasan yang kamu alami.
“Masa sih enggak ada apa-apa. Cari dokter yang paling super super ahli,” sebut Vivi melalui akun Instagram pribadinya, dr.vivisyarif, yang mencontohkan pikiran seseorang yang diliputi kecemasan berlebih.
4. Tidak sabar
Mereka yang kecemasannya melampaui batas kera kali menilai pengobatan yang dilakukan tidak berhasil walau baru saja melakukan terapi. “Baru latihan 1-2 kali sudah nyerah, bilang sudah coba tapi tidak ada hasil, minum obat 1-2 minggu sudah menyimpulkan tidak sembuh,” tutur Vivi.
5. Menyangkal
Kecemasan yang melampaui batas kewajaran sering diiringi sanggahan. Orang yang mengalaminya merasa hidupnya baik-baik saja walaupun muncul gejala fisik. Mereka menganggap berkonsultasi bukan menjadi pilihan dan yakin bisa mengatasinya sendiri. “Padahal tiap hari menderita, keluarga ikut menderita juga,” sebut Vivi.
6. Lebih percaya Mbah Google
Walaupun sudah diberi edukasi oleh dokter, diberi saran dan obat, mereka yang kecemasannya melewati batas wajar lebih percaya informasi yang ada di internet. Misalnya soal efek obat dari terapi yang sedang dijalani bukan manfaat dari obat itu sendiri.
7. Berpikir tidak logis
Ketika gejala fisik seperti jantung berdebar muncul, orang yang mengalami kecemasan itu sering berpikir bahwa itu tanda-tanda kematian. Atau ketika pasangan berangkat ke kantor, mereka berpikir bahwa pasti akan kena Covid-19 dan siap-siap menghadapi kematian.
Untuk itu, Vivi berpesan agar mereka yang kecemasannya melewati batas wajar sebaiknya menyadari bahwa kecemasan itu sudah menganggu hidup dan orang-orang di sekitarmu. Terima kenyataan bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja, kondisi mentalmu sedang tidak sehat dan perlu diperbaiki.
Cari akses bantuan profesional kesehatan mental. Jalani proses terapinya, beradaptasi dengan gaya hidup baru dengan mempelajari pola hidup sehat dan sabar menunggu prosesnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.