Pertama Kalinya, Rumah Lelang Swiss Gunakan AI untuk Verifikasi Karya Seni
06 December 2024 |
15:00 WIB
Genhype pernah membayangkan kalau robot bisa jadi ahli seni? Nah, ini beneran terjadi. Baru-baru ini, ada sebuah lelang di Swiss yang bikin heboh dunia seni. Soalnya, lukisan yang dijual di sana ternyata sudah dicek keasliannya sama kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Bagaimana ceritanya? Dalam laporan ARTNews, rumah lelang Germann Auction House bekerja sama dengan perusahaan teknologi AI, Art Recognition untuk menjalankan lelang karya seni.
Baca juga: Hypereport: Tantangan Seniman & Desainer pada Era AI, Akankah Posisi Mereka Tergantikan?
Salah satu lukisan yang berhasil diidentifikasi sama kecerdasan buatan ini adalah karya dari seniman Rusia Marianne von Werefkin. Karya seni tanpa judul itu terjual seharga hampir US$17.000, hampir dua kali lipat dari estimasi tertingginya sebesar US$9.000, pada 23 November.
Bukan cuma lukisan itu saja, ada juga karya-karya keren lainnya yang berhasil diautentikasi sama AI ini. Kerennya lagi, keputusan robot ini ternyata sesuai sama pendapat para ahli seni. Karya tersebut adalah gambar tanpa judul dari 1945 karya Louise Bourgeois yang terjual seharga US$31.500 dan karya mixed media kreasi Mimmi Paladino yang terjual US$21.500.
Fabio Sidler, juru lelang di Germann Auction House, mengatakan kepada ARTnews bahwa efektivitas dan akurasi algoritma Art Recognition meyakinkannya untuk bermitra dengan perusahaan AI tersebut.
“Kami memiliki banyak alasan untuk percaya bahwa kemitraan ini akan mendorong pedagang seni lainnya untuk memasukkan autentikasi AI ke dalam keahlian mereka,” ujarnya.
Sidler menambahkan bahwa sertifikat keaslian yang dikeluarkan oleh Art Recognition untuk karya Bourgeois dan Paladino menjadi nilai tambah yang mendukung keaslian karya-karya ini.
Lantas bagaimana cara kecerdasan buatan ini bisa membedakan lukisan asli sama palsu? Singkatnya, AI ini sudah dilatih pakai banyak banget data lukisan. Jadi, AI tersebu sudah punya kemampuan buat mengenali gaya lukis, teknik, dan bahan yang khas dari setiap seniman.
Nah, yang bikin makin menarik, ternyata ada beberapa tingkat autentikasi yang ditawarkan sama Art Recognition. Kalau Genhype mau yang paling akurat, kamu bisa dapetin laporan lengkap tentang proses autentikasi. Tapi, kalau Genhype mau tahu hasil akhirnya aja, ada pilihan yang lebih murah.
Meskipun teknologi ini canggih banget, para ahli seni masih punya pendapat yang berbeda-beda. Sebagian berpendapat kalau robot ini bisa jadi alat bantu yang bagus, tapi ada juga yang khawatir kalau pelaku seni terlalu bergantung pada AI.
Keberadaan AI di ranah seni memang minbulkan pro kontra. Salah satu contohnya adalah Creativity Machine, sebuah mesin AI yang menghasilkan lukisan terkenal berjudul A Recent Entrance to Paradise pada 2016. Selain itu, Creativity Machine juga menghasilkan serangkaian karya lain yang disebut sebagai "simulated near-death experience".
Steven Thaler, Presiden & CEO Imagination Engines sekaligus pengembang Creativity Machine, menjelaskan bahwa karya dalam seri tersebut dihasilkan melalui algoritma yang memproses ulang gambar untuk menciptakan visual halusinasi dan narasi fiksi tentang kehidupan setelah kematian. Pada 2019, Thaler bahkan mengajukan permohonan hak cipta atas karya tersebut dengan mengatasnamakan algoritma Creativity Machine.
Namun, baru-baru ini, tiga anggota dewan US Copyright Office meninjau permohonan tersebut dan menyampaikan keputusan mereka. Berdasarkan laporan The Verge (22/2), kantor hak cipta Amerika Serikat menolak memberikan hak cipta untuk karya seni yang dihasilkan oleh mesin AI.
Dalam keputusan itu, dewan menekankan bahwa hubungan antara pikiran manusia dan ekspresi kreatif merupakan elemen fundamental dalam hak cipta, yang saat ini masih sulit diterapkan pada entitas nonmanusia.
Baca juga: Revolusi AI dalam Perfilman, Peluang Kreatif atau Ancaman bagi Sineas Indonesia?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Bagaimana ceritanya? Dalam laporan ARTNews, rumah lelang Germann Auction House bekerja sama dengan perusahaan teknologi AI, Art Recognition untuk menjalankan lelang karya seni.
Baca juga: Hypereport: Tantangan Seniman & Desainer pada Era AI, Akankah Posisi Mereka Tergantikan?
Salah satu lukisan yang berhasil diidentifikasi sama kecerdasan buatan ini adalah karya dari seniman Rusia Marianne von Werefkin. Karya seni tanpa judul itu terjual seharga hampir US$17.000, hampir dua kali lipat dari estimasi tertingginya sebesar US$9.000, pada 23 November.
Bukan cuma lukisan itu saja, ada juga karya-karya keren lainnya yang berhasil diautentikasi sama AI ini. Kerennya lagi, keputusan robot ini ternyata sesuai sama pendapat para ahli seni. Karya tersebut adalah gambar tanpa judul dari 1945 karya Louise Bourgeois yang terjual seharga US$31.500 dan karya mixed media kreasi Mimmi Paladino yang terjual US$21.500.
Fabio Sidler, juru lelang di Germann Auction House, mengatakan kepada ARTnews bahwa efektivitas dan akurasi algoritma Art Recognition meyakinkannya untuk bermitra dengan perusahaan AI tersebut.
“Kami memiliki banyak alasan untuk percaya bahwa kemitraan ini akan mendorong pedagang seni lainnya untuk memasukkan autentikasi AI ke dalam keahlian mereka,” ujarnya.
Sidler menambahkan bahwa sertifikat keaslian yang dikeluarkan oleh Art Recognition untuk karya Bourgeois dan Paladino menjadi nilai tambah yang mendukung keaslian karya-karya ini.
Cara Kerja
Lantas bagaimana cara kecerdasan buatan ini bisa membedakan lukisan asli sama palsu? Singkatnya, AI ini sudah dilatih pakai banyak banget data lukisan. Jadi, AI tersebu sudah punya kemampuan buat mengenali gaya lukis, teknik, dan bahan yang khas dari setiap seniman.Nah, yang bikin makin menarik, ternyata ada beberapa tingkat autentikasi yang ditawarkan sama Art Recognition. Kalau Genhype mau yang paling akurat, kamu bisa dapetin laporan lengkap tentang proses autentikasi. Tapi, kalau Genhype mau tahu hasil akhirnya aja, ada pilihan yang lebih murah.
Meskipun teknologi ini canggih banget, para ahli seni masih punya pendapat yang berbeda-beda. Sebagian berpendapat kalau robot ini bisa jadi alat bantu yang bagus, tapi ada juga yang khawatir kalau pelaku seni terlalu bergantung pada AI.
Hak Cipta
Keberadaan AI di ranah seni memang minbulkan pro kontra. Salah satu contohnya adalah Creativity Machine, sebuah mesin AI yang menghasilkan lukisan terkenal berjudul A Recent Entrance to Paradise pada 2016. Selain itu, Creativity Machine juga menghasilkan serangkaian karya lain yang disebut sebagai "simulated near-death experience".Steven Thaler, Presiden & CEO Imagination Engines sekaligus pengembang Creativity Machine, menjelaskan bahwa karya dalam seri tersebut dihasilkan melalui algoritma yang memproses ulang gambar untuk menciptakan visual halusinasi dan narasi fiksi tentang kehidupan setelah kematian. Pada 2019, Thaler bahkan mengajukan permohonan hak cipta atas karya tersebut dengan mengatasnamakan algoritma Creativity Machine.
Namun, baru-baru ini, tiga anggota dewan US Copyright Office meninjau permohonan tersebut dan menyampaikan keputusan mereka. Berdasarkan laporan The Verge (22/2), kantor hak cipta Amerika Serikat menolak memberikan hak cipta untuk karya seni yang dihasilkan oleh mesin AI.
Dalam keputusan itu, dewan menekankan bahwa hubungan antara pikiran manusia dan ekspresi kreatif merupakan elemen fundamental dalam hak cipta, yang saat ini masih sulit diterapkan pada entitas nonmanusia.
Baca juga: Revolusi AI dalam Perfilman, Peluang Kreatif atau Ancaman bagi Sineas Indonesia?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.