Biaya Gedung Hingga Lemahnya Ekonomi Jadi Tantangan Ekosistem Seni Pertunjukan
27 November 2024 |
11:27 WIB
Seni pertunjukan Indonesia kian moncer baik dari segi estetika maupun gagasan. Sejumlah pertunjukan seni juga makin sering dihelat baik oleh komunitas, swasta, atau festival yang diselenggarakan oleh pemerintah. Kendati demikian, keberlanjutan seni pertunjukan baik tradisi atau modern masih memiliki sederet masalah.
Pendiri & Sutradara Teater Satu Lampung, Iswadi Pratama mengatakan peluang seni pertunjukkan memang cukup besar. Teknologi informasi memungkinkan seniman yang bernaung di sektor ini bisa mengembangkan bentuk-bentuk kemasan artistik serta manajemen secara lebih menarik dan memikat.
Namun, perkembangan gagasan dan bentuk-bentuk seni pertunjukan secara global yang mengarah pada lintas disiplin dan dramaturgi, menuntut kemampuan dan kapasitas para seniman dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan di bidang seni pertunjukan semakin maksimal.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah harus menyusun suatu strategi pengembangan seni budaya secara nasional. "Sehingga dapat diterapkan secara menyeluruh di setiap wilayah di Indonesia," ujarnya kepada Hypeabis.id beberapa waktu lalu.
Baca juga: Mengurai Mahalnya Tarif Sewa Gedung Pertunjukan & Revitalisasi Taman Budaya Indonesia
Sejauh ini dia menilai ekosistem seni pertunjukan di Indonesia belum terbangun. Pasalnya, elemen-elemen yang menentukan ekosistem tersebut belum tersinergi dengan baik.
Seniman atau pelaku seni di satu sisi masih belum mampu independen secara ekonomi, masyarakat (penikmat seni) pun belum menjadikan seni sebagai kebutuhan, dunia pendidikan dan masih menjadikan seni sebagai pelengkap kurikulum. Sementara pihak swasta belum tertarik menjadikan seni pertunjukan sebagai salah satu "produk" bisnis.
Tak hanya itu, untuk pentas pun para pelaku seni harus berhadapan dengan mahalnya biaya sewa gedung, terutama di Jakarta. Iswadi menyampaikan sejak Taman Ismail Marzuki (TIM) diswastanisasi, harga sewa gedungnya di luar nalar.
"Gedung dibangun dengan fasilitas yang lebih baik, tapi tidak berpihak pada seniman atau komunitas seni yang masih lemah secara ekonomi," tegasnya.
Dia berharap pemerintah di daerah bisa memanfaatkan gedung-gedung pemerintahan yang terbengkalai atau bangunan-bangunan disfungsi sebagai solusi mahalnya biaya sewa gedung. Bangunan pemda tersebut setidaknya bisa dijadikan kantung-kantung seni dan budaya, entah itu menjadi galeri, gedung pertunjukan yang murah, atau bentuk lainnya untuk bisa dimanfaatkan para pelaku seni.
Dengan semakin banyaknya acara seni pertunjukkan dan kebudayaan, diharapkan bisa meningkatkan minat masyarakat terutama anak muda untuk ikut melestarikannya. Saat ini Iswadi melihat minat anak muda memang ada terhadap seni pertunjukan, tetapi sifatnya masih sporadis dan insidental.
Di sisi lain, tak dimungkiri bahwa para seniman pertunjukkan masih lemah secara ekonomi. Memang Menteri Kebudayaan Fadli Zon baru saja berjanji akan melanjutkan dana hibah kebudayaan yang dikenal dengan dana Indonesiana.
Akan tetapi, sebagian besar komunitas/lembaga seni di indonesia, menurut Iswadi, tidak cakap dalam hal membuat proposal. Mereka juga tidak pandai dalam administrasi, tidak memiliki syarat-syarat legalitas organisasi, sert buta soal sistem dan pelaporan keuangan yang menjadi syarat utama dalam penerimaan bantuan dana pemerintah ini.
Baca juga: Tata Kelola Gedung Pertunjukan & Permuseuman Jadi Isu Penting di Kementerian Kebudayaan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Pendiri & Sutradara Teater Satu Lampung, Iswadi Pratama mengatakan peluang seni pertunjukkan memang cukup besar. Teknologi informasi memungkinkan seniman yang bernaung di sektor ini bisa mengembangkan bentuk-bentuk kemasan artistik serta manajemen secara lebih menarik dan memikat.
Namun, perkembangan gagasan dan bentuk-bentuk seni pertunjukan secara global yang mengarah pada lintas disiplin dan dramaturgi, menuntut kemampuan dan kapasitas para seniman dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan di bidang seni pertunjukan semakin maksimal.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah harus menyusun suatu strategi pengembangan seni budaya secara nasional. "Sehingga dapat diterapkan secara menyeluruh di setiap wilayah di Indonesia," ujarnya kepada Hypeabis.id beberapa waktu lalu.
Baca juga: Mengurai Mahalnya Tarif Sewa Gedung Pertunjukan & Revitalisasi Taman Budaya Indonesia
Sejauh ini dia menilai ekosistem seni pertunjukan di Indonesia belum terbangun. Pasalnya, elemen-elemen yang menentukan ekosistem tersebut belum tersinergi dengan baik.
Seniman atau pelaku seni di satu sisi masih belum mampu independen secara ekonomi, masyarakat (penikmat seni) pun belum menjadikan seni sebagai kebutuhan, dunia pendidikan dan masih menjadikan seni sebagai pelengkap kurikulum. Sementara pihak swasta belum tertarik menjadikan seni pertunjukan sebagai salah satu "produk" bisnis.
Tak hanya itu, untuk pentas pun para pelaku seni harus berhadapan dengan mahalnya biaya sewa gedung, terutama di Jakarta. Iswadi menyampaikan sejak Taman Ismail Marzuki (TIM) diswastanisasi, harga sewa gedungnya di luar nalar.
"Gedung dibangun dengan fasilitas yang lebih baik, tapi tidak berpihak pada seniman atau komunitas seni yang masih lemah secara ekonomi," tegasnya.
Dia berharap pemerintah di daerah bisa memanfaatkan gedung-gedung pemerintahan yang terbengkalai atau bangunan-bangunan disfungsi sebagai solusi mahalnya biaya sewa gedung. Bangunan pemda tersebut setidaknya bisa dijadikan kantung-kantung seni dan budaya, entah itu menjadi galeri, gedung pertunjukan yang murah, atau bentuk lainnya untuk bisa dimanfaatkan para pelaku seni.
Dengan semakin banyaknya acara seni pertunjukkan dan kebudayaan, diharapkan bisa meningkatkan minat masyarakat terutama anak muda untuk ikut melestarikannya. Saat ini Iswadi melihat minat anak muda memang ada terhadap seni pertunjukan, tetapi sifatnya masih sporadis dan insidental.
Di sisi lain, tak dimungkiri bahwa para seniman pertunjukkan masih lemah secara ekonomi. Memang Menteri Kebudayaan Fadli Zon baru saja berjanji akan melanjutkan dana hibah kebudayaan yang dikenal dengan dana Indonesiana.
Akan tetapi, sebagian besar komunitas/lembaga seni di indonesia, menurut Iswadi, tidak cakap dalam hal membuat proposal. Mereka juga tidak pandai dalam administrasi, tidak memiliki syarat-syarat legalitas organisasi, sert buta soal sistem dan pelaporan keuangan yang menjadi syarat utama dalam penerimaan bantuan dana pemerintah ini.
Baca juga: Tata Kelola Gedung Pertunjukan & Permuseuman Jadi Isu Penting di Kementerian Kebudayaan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.