Mengurai Mahalnya Tarif Sewa Gedung Pertunjukan & Revitalisasi Taman Budaya Indonesia
25 November 2024 |
16:30 WIB
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Seperti itulah nasib seni pertunjukan Indonesia. Sebab, di tengah tontonan digital, kesenian ini mulai ditinggalkan penonton, meski beberapa pengamat meyakini, seni pertunjukan masih bisa bertahan, dan berkembang ke depannya.
Namun, mahalnya tarif sewa gedung menjadi masalah tersendiri bagi para pegiat seni pertunjukan. Tata kelola taman budaya di Tanah Air yang tumpang tindih, hingga fasilitas yang tidak terawat, juga membuat para pelaku seni pertunjukan harus pandai bersiasat.
Baca juga: Tata Kelola Gedung Pertunjukan & Permuseuman Jadi Isu Penting di Kementerian Kebudayaan
Ratna Riantiarno, salah satu penggawa dari Teater Koma, mengeluhkan keresahan tersebut pada acara ngopi pagi bersama Menteri Kebudayaan Fadli Zon, dan Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, di gedung Kemendikbud, Jakarta pada Kamis, (21/11/24). Acara ini dihadiri puluhan pegiat budaya Tanah Air.
"Gedung pertunjukan hampir di seluruh Indonesia, terutama milik negara, maintenance-nya (pemeliharaan) tidak terurus. Jadi, mohon ini untuk diperhatikan. Kami yang manggung di seni pertunjukan mengalami hal-hal seperti itu,” katanya.
Ratna juga menyoroti mahalnya tarif sewa gedung pertunjukan. Dia berharap dengan adanya Kementerian Kebudayaan yang baru terbentuk, dapat membantu para pegiat seni budaya, sebab dengan bantuan tersebut akan berdampak positif pada iklim seni pertunjukan di Tanah Air.
Ratna mencontohkan, Gedung Kesenian Jakarta, misalnya yang sebelumnya memiliki harga sewa 5 juta per hari, naik 2-3 kali lipat per hari, terlebih saat weekend. Hal yang sama juga berlaku di gedung pertunjukan Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), yang harganya juga naik berkali-kali lipat sejak dikelola PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
Diketahui, kawasan TIM saat ini dikelola oleh dua entitas berbeda, yakni Pemprov DKI Jakarta, dan PT Jakpro. Belakangan, muncul juga inisiatif dari Dinas Kebudayaan yang mengelola pusat kebudayaan dan kesenian itu, dalam bentuk badan layanan umum daerah (BLUD).
"Kalau untuk seniman harusnya [sistem penyewaan] dibedakan dengan umum. Saya sekarang tidak melihat adanya perbedaan itu. Jadi lebih ke bagaimana kita melakukan nego dengan Jakpro dengan minta bantuan ke Dewan Kesenian Jakarta (DKJ)," katanya saat dihubungi oleh Hypeabis.id.
Terpisah, seniman Agus Noor juga sempat mengeluhkan mahalnya tarif sewa gedung di Jakarta. Pada pementasan terakhirnya di Teater Besar, TIM Jakarta, pada 14-15 November 2024, pihaknya terpaksa menggunakan dana bantingan untuk menggenapi mahalnya tarif sewa gedung, imbas mundurnya salah satu sponsor.
"Semua tim akhirnya sama-sama berupaya dengan caranya masing-masing. Misalnya tim artistik mencoba menyesuaikan bujet, dan tim produksi mencoba menghubungi penonton loyal Indonesia Kita untuk membeli tiket donasi," katanya dalam siaran tertulis.
Menteri Kebudayaan Indonesia, Fadli Zon mengatakan, terkait mahalnya tarif sewa gedung, pihaknya akan berkomunikasi dengan Pemprov DKI Jakarta, dan PT Jakpro untuk menurunkan tarif. Namun, pihaknya akan menunggu masa Pilkada usai, setelah terpilihnya Gubernur DKI Jakarta yang baru.
Di sisi lain, pihaknya juga akan berkolaborasi dengan Kementerian dalam Negeri untuk mengucurkan dana alokasi khusus (DAK) yang sifatnya fisik. Wacana tersebut nantinya akan digunakan untuk merevitalisasi Taman budaya, dan museum yang ada di berbagai daerah di Indonesia.
"Kami juga akan menemui pengelola panggung yang lain, supaya ada afirmasi, bahwa ada panggung-panggung kebudayaan yang tidak sepenuhnya komersil. Ini yang akan kita diskusikan dengan, supaya mereka punya diskresi dalam upaya membangun ekosistem kesenian dan kebudayaan kita," katanya.
Ketua Harian Dewan Kesenian Jakarta Bambang Prihadi mengatakan, mahalnya tarif sewa gedung memang menjadi rahasia umum di kalangan pegiat seni pertunjukan Jakarta. Sebelum revitalisasi, pola penyewaan gedung di TIM, menurutnya masih menggunakan mekanisme konsinyasi antara pengelola dan penyewa.
Namun, setelah revitalisasi, alih-alih hanya tarif sewa gedung yang melangit, saat ini bahkan pengelolaan di TIM juga tidak menerima mekanisme kerjasama."PR pertama Pemprov DKI yang baru nanti, harus merevitalisasi sistem yang ada di TIM. Artinya, pengelolaannya harus satu atap, dengan mendudukan Dewan Kesenian Jakarta sebagai kurator," katanya.
Menurut Bambang, pokok masalah tumpang tindihnya aturan ini, salah satunya berada dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2022. Dalam Pergub tersebut, Jakpro diberi wewenang untuk mengelola TIM selama 28 tahun sejak pergub diundangkan, termasuk menyewakan area TIM ke pihak lain.
Lebih lanjut, Bambang menyarankan jika nantinya Menteri Kebudayaan bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta yang baru, dapat mendiskresi Jakpro hanya sebagai penjaga fasilitas, alih-alih mengelola."Jadi BLUD yang nantinya dikeluarkan harus mempekerjakan para profesional [di bidang kesenian] karena mereka yang mengerti ekosistem tersebut,"imbuhnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Namun, mahalnya tarif sewa gedung menjadi masalah tersendiri bagi para pegiat seni pertunjukan. Tata kelola taman budaya di Tanah Air yang tumpang tindih, hingga fasilitas yang tidak terawat, juga membuat para pelaku seni pertunjukan harus pandai bersiasat.
Baca juga: Tata Kelola Gedung Pertunjukan & Permuseuman Jadi Isu Penting di Kementerian Kebudayaan
Ratna Riantiarno, salah satu penggawa dari Teater Koma, mengeluhkan keresahan tersebut pada acara ngopi pagi bersama Menteri Kebudayaan Fadli Zon, dan Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, di gedung Kemendikbud, Jakarta pada Kamis, (21/11/24). Acara ini dihadiri puluhan pegiat budaya Tanah Air.
"Gedung pertunjukan hampir di seluruh Indonesia, terutama milik negara, maintenance-nya (pemeliharaan) tidak terurus. Jadi, mohon ini untuk diperhatikan. Kami yang manggung di seni pertunjukan mengalami hal-hal seperti itu,” katanya.
Ratna juga menyoroti mahalnya tarif sewa gedung pertunjukan. Dia berharap dengan adanya Kementerian Kebudayaan yang baru terbentuk, dapat membantu para pegiat seni budaya, sebab dengan bantuan tersebut akan berdampak positif pada iklim seni pertunjukan di Tanah Air.
Produser Teater Koma, Ratna Riantiarno (tengah) saat memberikan pemaparan dalam konferensi pers pertunjukan Matahari Papua: Saatnya Merdeka Dari Naga di Jakarta, Rabu (29/5/2024). (sumber gambar: Hypeabis.id/Himawan L Nugraha)
Ratna mencontohkan, Gedung Kesenian Jakarta, misalnya yang sebelumnya memiliki harga sewa 5 juta per hari, naik 2-3 kali lipat per hari, terlebih saat weekend. Hal yang sama juga berlaku di gedung pertunjukan Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), yang harganya juga naik berkali-kali lipat sejak dikelola PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
Diketahui, kawasan TIM saat ini dikelola oleh dua entitas berbeda, yakni Pemprov DKI Jakarta, dan PT Jakpro. Belakangan, muncul juga inisiatif dari Dinas Kebudayaan yang mengelola pusat kebudayaan dan kesenian itu, dalam bentuk badan layanan umum daerah (BLUD).
"Kalau untuk seniman harusnya [sistem penyewaan] dibedakan dengan umum. Saya sekarang tidak melihat adanya perbedaan itu. Jadi lebih ke bagaimana kita melakukan nego dengan Jakpro dengan minta bantuan ke Dewan Kesenian Jakarta (DKJ)," katanya saat dihubungi oleh Hypeabis.id.
Terpisah, seniman Agus Noor juga sempat mengeluhkan mahalnya tarif sewa gedung di Jakarta. Pada pementasan terakhirnya di Teater Besar, TIM Jakarta, pada 14-15 November 2024, pihaknya terpaksa menggunakan dana bantingan untuk menggenapi mahalnya tarif sewa gedung, imbas mundurnya salah satu sponsor.
"Semua tim akhirnya sama-sama berupaya dengan caranya masing-masing. Misalnya tim artistik mencoba menyesuaikan bujet, dan tim produksi mencoba menghubungi penonton loyal Indonesia Kita untuk membeli tiket donasi," katanya dalam siaran tertulis.
Menunggu Pilkada
Menteri Kebudayaan Indonesia, Fadli Zon mengatakan, terkait mahalnya tarif sewa gedung, pihaknya akan berkomunikasi dengan Pemprov DKI Jakarta, dan PT Jakpro untuk menurunkan tarif. Namun, pihaknya akan menunggu masa Pilkada usai, setelah terpilihnya Gubernur DKI Jakarta yang baru.Di sisi lain, pihaknya juga akan berkolaborasi dengan Kementerian dalam Negeri untuk mengucurkan dana alokasi khusus (DAK) yang sifatnya fisik. Wacana tersebut nantinya akan digunakan untuk merevitalisasi Taman budaya, dan museum yang ada di berbagai daerah di Indonesia.
"Kami juga akan menemui pengelola panggung yang lain, supaya ada afirmasi, bahwa ada panggung-panggung kebudayaan yang tidak sepenuhnya komersil. Ini yang akan kita diskusikan dengan, supaya mereka punya diskresi dalam upaya membangun ekosistem kesenian dan kebudayaan kita," katanya.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Namun, setelah revitalisasi, alih-alih hanya tarif sewa gedung yang melangit, saat ini bahkan pengelolaan di TIM juga tidak menerima mekanisme kerjasama."PR pertama Pemprov DKI yang baru nanti, harus merevitalisasi sistem yang ada di TIM. Artinya, pengelolaannya harus satu atap, dengan mendudukan Dewan Kesenian Jakarta sebagai kurator," katanya.
Menurut Bambang, pokok masalah tumpang tindihnya aturan ini, salah satunya berada dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2022. Dalam Pergub tersebut, Jakpro diberi wewenang untuk mengelola TIM selama 28 tahun sejak pergub diundangkan, termasuk menyewakan area TIM ke pihak lain.
Lebih lanjut, Bambang menyarankan jika nantinya Menteri Kebudayaan bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta yang baru, dapat mendiskresi Jakpro hanya sebagai penjaga fasilitas, alih-alih mengelola."Jadi BLUD yang nantinya dikeluarkan harus mempekerjakan para profesional [di bidang kesenian] karena mereka yang mengerti ekosistem tersebut,"imbuhnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.