Musim Hujan dan Lonjakan Kasus DBD, Cek Cara Efektif Lindungi Keluarga
20 November 2024 |
12:39 WIB
Sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan. Hal ini membuat masyarakat makin waswas terhadap berbagai penyakit yang sering muncul di musim hujan, salah satunya Demam Berdarah Dengue (DBD).
DBD merupakan masalah kesehatan yang sangat serius karena prevalensinya cukup tinggi dan sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Secara kumulatif, pada 2023 dilaporkan terdapat 114.720 kasus dengan 894 kematian.
Baca juga: Pakar Ungkap Alasan Kasus DBD Tinggi dan Gejalanya Semakin Berat
Terbaru pada minggu ke-43 2024, dilaporkan 210.644 kasus dengan 1.239 kematian akibat DBD yang terjadi di 259 kabupaten/kota di 32 provinsi. Suspek atau orang diduga DBD yang dilaporkan melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) secara kumulatif hingga minggu ke-43 mencapai 624.194 suspek.
Yudhi Pramono, Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI mengatakan, sejak awal 2024 peningkatan kasus DBD dan angka kematian yang dilaporkan tidak hanya di daerah endemis, tetapi juga di daerah yang sebelumnya bebas dari DBD. Adapun peningkatan risiko penularan DBD ini juga dipengaruhi oleh fenomena el nino dan perubahan iklim.
“Untuk regional Asean saat ini, telah dilaporkan ada kurang lebih 219 ribu kasus, dengan 774 kematian, dan Indonesia sendiri adalah penyumbang terbanyak dari kasus DBD tersebut,” kata Yudhi, dikutip dari laman resmi Kemenkes RI, Rabu (20/11/2024).
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam mencegah terjadinya kejadian luar biasa akibat DBD. Salah satunya, melakukan budaya pemberantasan sarang nyamuk dengan mewujudkan terlaksananya gerakan satu rumah satu jumantik (Juru Pemantau Jentik). Gerakan ini juga mengandung pesan, bahwa pencegahan dan pengendalian DBD dimulai dari rumah.
“Program ini bertujuan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk, terutama jentik nyamuk di berbagai tempat yang biasanya menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk,” lanjut Yudhi.
Berikut adalah langkah-langkah antisipatif yang perlu dilakukan pada awal musim penghujan untuk mencegah penyebaran penyakit DBD, yakni sebagai berikut.
1. Melaksanakan upaya mencegah penyebaran DBD dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui kegiatan 3M Plus, yaitu:
2. Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam mengimplementasikan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) dengan menunjuk Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di setiap rumah untuk memantau dan memastikan tidak ada jentik di rumah masing-masing.
3. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat secara terus-menerus melalui penyuluhan langsung dan/atau melalui media cetak dan/atau media elektronik. Penyuluhan difokuskan kepada pencegahan dan pengenalan tanda-tanda bahaya dengue (DBD), sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam merujuk pasien sejak dari lingkungan masyarakat.
4. Melakukan respons cepat terhadap laporan kasus Dengue. Fasyankes (Fasilitas Pelayanan Kesehatan) yang melayani atau merawat pasien dengue wajib dalam 3 jam sudah melaporkan kepada Dinas Kesehatan agar segera dilakukan tindakan penyelidikan epidemiologi dalam 1×24 jam.
5. Melaksanakan seluruh kegiatan pencegahan dan pengendalian DBD secara efektif dan berkoordinasi dengan pihak terkait mengantisipasi peningkatan kasus DBD. Diharapkan partisipasi aktif dari masyarakat serta dukungan semua pihak dalam upaya ini dapat melaksanakan pengendalian penyebaran DBD di wilayah masing-masing.
Kemenkes juga telah mengeluarkan inovasi untuk percepatan eliminasi DBD, di antaranya adalah teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dan penyediaan vaksin dengue.
Teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia merupakan metode penggunaan bakteri Wolbachia untuk memblokir replikasi virus dengue dalam tubuh nyamuk. Cara ini telah terbukti menurunkan insiden infeksi dengue 77,1 persen dan angka rawat inap 82,6 persen.
Selain itu, vaksin dengue juga menjadi intervensi yang efektif dalam penanggulangan DBD. Saat ini, terdapat dua vaksin yang telah mendapat izin edar dari BPOM RI, yaitu Vaksin DENGVAXIA produksi Sanofi Pasteur, dan Vaksin QDENGA produksi Takeda.
Baca juga: Waspadai Gejala dan Cara Pencegahan DBD pada Puncak Musim Hujan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
DBD merupakan masalah kesehatan yang sangat serius karena prevalensinya cukup tinggi dan sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Secara kumulatif, pada 2023 dilaporkan terdapat 114.720 kasus dengan 894 kematian.
Baca juga: Pakar Ungkap Alasan Kasus DBD Tinggi dan Gejalanya Semakin Berat
Terbaru pada minggu ke-43 2024, dilaporkan 210.644 kasus dengan 1.239 kematian akibat DBD yang terjadi di 259 kabupaten/kota di 32 provinsi. Suspek atau orang diduga DBD yang dilaporkan melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) secara kumulatif hingga minggu ke-43 mencapai 624.194 suspek.
Yudhi Pramono, Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI mengatakan, sejak awal 2024 peningkatan kasus DBD dan angka kematian yang dilaporkan tidak hanya di daerah endemis, tetapi juga di daerah yang sebelumnya bebas dari DBD. Adapun peningkatan risiko penularan DBD ini juga dipengaruhi oleh fenomena el nino dan perubahan iklim.
“Untuk regional Asean saat ini, telah dilaporkan ada kurang lebih 219 ribu kasus, dengan 774 kematian, dan Indonesia sendiri adalah penyumbang terbanyak dari kasus DBD tersebut,” kata Yudhi, dikutip dari laman resmi Kemenkes RI, Rabu (20/11/2024).
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam mencegah terjadinya kejadian luar biasa akibat DBD. Salah satunya, melakukan budaya pemberantasan sarang nyamuk dengan mewujudkan terlaksananya gerakan satu rumah satu jumantik (Juru Pemantau Jentik). Gerakan ini juga mengandung pesan, bahwa pencegahan dan pengendalian DBD dimulai dari rumah.
“Program ini bertujuan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk, terutama jentik nyamuk di berbagai tempat yang biasanya menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk,” lanjut Yudhi.
Berikut adalah langkah-langkah antisipatif yang perlu dilakukan pada awal musim penghujan untuk mencegah penyebaran penyakit DBD, yakni sebagai berikut.
1. Melaksanakan upaya mencegah penyebaran DBD dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui kegiatan 3M Plus, yaitu:
- Menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air seperti bak mandi dan drum.
- Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti drum, tempayan dan lain-lain.
- Mendaur ulang atau memanfaatkan kembali barang bekas yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk seperti botol bekas, ban bekas dan lain-lain.
- Plus: memantau wadah air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, mengganti air vas bunga seminggu sekali, mengeringkan air di alas pot bunga, memperbaiki saluran air dan lain-lain.
2. Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam mengimplementasikan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) dengan menunjuk Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di setiap rumah untuk memantau dan memastikan tidak ada jentik di rumah masing-masing.
3. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat secara terus-menerus melalui penyuluhan langsung dan/atau melalui media cetak dan/atau media elektronik. Penyuluhan difokuskan kepada pencegahan dan pengenalan tanda-tanda bahaya dengue (DBD), sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam merujuk pasien sejak dari lingkungan masyarakat.
4. Melakukan respons cepat terhadap laporan kasus Dengue. Fasyankes (Fasilitas Pelayanan Kesehatan) yang melayani atau merawat pasien dengue wajib dalam 3 jam sudah melaporkan kepada Dinas Kesehatan agar segera dilakukan tindakan penyelidikan epidemiologi dalam 1×24 jam.
5. Melaksanakan seluruh kegiatan pencegahan dan pengendalian DBD secara efektif dan berkoordinasi dengan pihak terkait mengantisipasi peningkatan kasus DBD. Diharapkan partisipasi aktif dari masyarakat serta dukungan semua pihak dalam upaya ini dapat melaksanakan pengendalian penyebaran DBD di wilayah masing-masing.
Kemenkes juga telah mengeluarkan inovasi untuk percepatan eliminasi DBD, di antaranya adalah teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dan penyediaan vaksin dengue.
Teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia merupakan metode penggunaan bakteri Wolbachia untuk memblokir replikasi virus dengue dalam tubuh nyamuk. Cara ini telah terbukti menurunkan insiden infeksi dengue 77,1 persen dan angka rawat inap 82,6 persen.
Selain itu, vaksin dengue juga menjadi intervensi yang efektif dalam penanggulangan DBD. Saat ini, terdapat dua vaksin yang telah mendapat izin edar dari BPOM RI, yaitu Vaksin DENGVAXIA produksi Sanofi Pasteur, dan Vaksin QDENGA produksi Takeda.
Baca juga: Waspadai Gejala dan Cara Pencegahan DBD pada Puncak Musim Hujan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.