Pan Xian, Cara Baru Menyajikan Opera Han & Tradisi Tao di Indonesian Dance Festival 2024
07 November 2024 |
15:00 WIB
Seorang atlet binaragawan bergerak ritmis di atas panggung. Sesekali lelaki itu berpose mengangkat tangan, memamerkan otot, laiknya sedang berkaca di depan cermin. Sepersekian detik, dia meloncat ke udara, mengikuti ketukan ritme musik ritual China. Lalu kembali berputar mengitari panggung.
Tak berselang lama, penari perempuan melesat bagaikan burung ke atas panggung. Dia menari berputar-putar bagai gangsing. Dua kakinya yang jenjang berpilin, melangkah maju-mundur dalam gerakan yang energik. Arkian, keduanya menari beriringan saat ritme musik tiba-tiba terdistorsi dengan suara yang aneh.
Adegan tersebut terus berulang dengan munculnya pemain lain secara berurutan. Mulai dari penari dengan gerakan taichi, dancer kontemporer, hingga aerial arts. Sebuah tari melawan gravitasi yang memanfaatkan ‘aerial hoop' yang terbuat dari besi, serta kain 'silk' yang menjuntai di atas panggung.
Baca Juga: Indonesian Dance Festival 2024 Rayakan Fluiditas dan Keberagaman Lewat Tema Liquid Ranah
Lintasan visual tersebut hanyalah sekelumit pertunjukan berjudul Pan Xian,di penutupan Indonesian Dance Festival (IDF), pada Rabu (6/11/24) malam di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Pan Xian adalah koreografi tari karya Huang Huai-Te, seorang komposer dan koreografer asal Taiwan.
Ya, setelah lima hari berturut-turut disuguhi lusinan pertunjukan tari, salah satu pesta tari tertua di Indonesia itu kembali berhasil membius penonton. Berlangsung hampir satu jam, Huang menurunkan sebanyak 7 penari, untuk mengkaji ulang seremonial dalam budaya Xique, opera tradisional Han dan ritual Tao.
Berdasarkan laman Chinaculture, opera Han atau Hanju, adalah salah satu opera lokal kuno di China yang memiliki sejarah lebih dari 300 tahun. Sedangkan, ritual Tao adalah tradisi religio-filosofis masyarakat China yang telah membentuk kehidupan orang Tionghoa selama lebih dari 2.000 tahun.
Adegan paling memikat adalah saat salah satu penari tango bergerak lentur seperti pegas. Tubuhnya yang semampai yang mencitrakan sosok non biner, jumpalitan di udara, bergerak sipat kuping laiknya seekor kijang. Dua tangannya yang memegang sarung tangan melambai-lambai di udara dengan trengginas.
Pan Xian memang berusaha merenungkan kebutuhan laten akan kepercayaan dewa-dewi dalam budaya kerakyatan, sekaligus menyoroti budaya terkini di Taiwan yang dulunya merupakan bagia dari China. Memadukan memori sejarah, isu identitas gender, dan seni tradisi sebagai kerangka seremonial, hasil yang tercitra adalah pertunjukan yang mengundang tempik sorak penonton.
"Pertunjukan ini mencoba menciptakan ulang kesempatan bagi seniman dan penonton dalam dialog bersama tradisi,serta menemukan kembali kemungkinan pemaknaan terhadap budaya," tulisnya.
Mengusung tajuk Liquid Ranah, tahun ini IDF memang dirancang untuk mewadahi ragam karya yang dibawa oleh para koreografer. Liquid berarti cair dalam bahasa Indonesia, dan Ranah, yang berarti realm dalam bahasa Inggris menjadi konsep kuratorial yang mengajak para seniman dan penonton untuk menyelami kemungkinan-kemungkinan gerak yang cair.
Linda Agnesia, salah satu kurator IDF 2024 mengatakan, dengan mengetengahkan ragam eksplorasi karya di isu seputar gender, memori kolektif tubuh, mitologi, hingga spiritualitas, festival ini memang ingin merayakan bagaimana tari kontemporer memperkaya interaksi publik dengan tempat, komunitas, dan media sehari-hari.
"Liquid Ranah berusaha mewujudkan gagasan tentang fluiditas dan keberagaman, serta membentuk kembali kemampuan beradaptasi dan ketahanan kita sendiri di dalam dunia yang terus berubah, termasuk cara-cara mengkoreografi visi dan tubuh kita" katanya.
Selaras, Direktur Indonesian Dance Festival, Ratri Anindyajati mengatakan, IDF memang dirancang untuk menjadi ruang inkubasi sekaligus presentasi yang relevan bagi karya-karya tari. Terutama yang muncul dari dinamika unik Indonesia, baik dalam konteks sejarah, pascakolonial, budaya, ekologi, hingga geopolitik.
Lewat berbagai program dan keterbukaannya, Ratri juga berharap IDF dapat menjadi pemantik sekaligus lahan subur bagi koreografer muda dari seluruh Indonesia untuk mengembangkan potensinya. Ihwal kegiatan ini juga bertujuan untuk menuju terbentuknya ekosistem tari kontemporer yang kontekstual dan berkelanjutan.
"Kami banyak merefleksikan makna keberlanjutan. Kesadaran ini muncul dari satu pertanyaan sederhana, apa sebenarnya makna tari kontemporer di Indonesia? Dari situ, kami mulai mengerjakan festival tahun ini,” katanya.
Baca Juga: Borobudur Writers and Cultural Festival 2024 Gali Khazanah Kebudayaan Muarajambi
Editor: M. Taufikul Basari
Tak berselang lama, penari perempuan melesat bagaikan burung ke atas panggung. Dia menari berputar-putar bagai gangsing. Dua kakinya yang jenjang berpilin, melangkah maju-mundur dalam gerakan yang energik. Arkian, keduanya menari beriringan saat ritme musik tiba-tiba terdistorsi dengan suara yang aneh.
Adegan tersebut terus berulang dengan munculnya pemain lain secara berurutan. Mulai dari penari dengan gerakan taichi, dancer kontemporer, hingga aerial arts. Sebuah tari melawan gravitasi yang memanfaatkan ‘aerial hoop' yang terbuat dari besi, serta kain 'silk' yang menjuntai di atas panggung.
Baca Juga: Indonesian Dance Festival 2024 Rayakan Fluiditas dan Keberagaman Lewat Tema Liquid Ranah
Lintasan visual tersebut hanyalah sekelumit pertunjukan berjudul Pan Xian,di penutupan Indonesian Dance Festival (IDF), pada Rabu (6/11/24) malam di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Pan Xian adalah koreografi tari karya Huang Huai-Te, seorang komposer dan koreografer asal Taiwan.
Ya, setelah lima hari berturut-turut disuguhi lusinan pertunjukan tari, salah satu pesta tari tertua di Indonesia itu kembali berhasil membius penonton. Berlangsung hampir satu jam, Huang menurunkan sebanyak 7 penari, untuk mengkaji ulang seremonial dalam budaya Xique, opera tradisional Han dan ritual Tao.
Berdasarkan laman Chinaculture, opera Han atau Hanju, adalah salah satu opera lokal kuno di China yang memiliki sejarah lebih dari 300 tahun. Sedangkan, ritual Tao adalah tradisi religio-filosofis masyarakat China yang telah membentuk kehidupan orang Tionghoa selama lebih dari 2.000 tahun.
Adegan paling memikat adalah saat salah satu penari tango bergerak lentur seperti pegas. Tubuhnya yang semampai yang mencitrakan sosok non biner, jumpalitan di udara, bergerak sipat kuping laiknya seekor kijang. Dua tangannya yang memegang sarung tangan melambai-lambai di udara dengan trengginas.
Pan Xian memang berusaha merenungkan kebutuhan laten akan kepercayaan dewa-dewi dalam budaya kerakyatan, sekaligus menyoroti budaya terkini di Taiwan yang dulunya merupakan bagia dari China. Memadukan memori sejarah, isu identitas gender, dan seni tradisi sebagai kerangka seremonial, hasil yang tercitra adalah pertunjukan yang mengundang tempik sorak penonton.
"Pertunjukan ini mencoba menciptakan ulang kesempatan bagi seniman dan penonton dalam dialog bersama tradisi,serta menemukan kembali kemungkinan pemaknaan terhadap budaya," tulisnya.
Rayakan Keberagaman
Mengusung tajuk Liquid Ranah, tahun ini IDF memang dirancang untuk mewadahi ragam karya yang dibawa oleh para koreografer. Liquid berarti cair dalam bahasa Indonesia, dan Ranah, yang berarti realm dalam bahasa Inggris menjadi konsep kuratorial yang mengajak para seniman dan penonton untuk menyelami kemungkinan-kemungkinan gerak yang cair.
Linda Agnesia, salah satu kurator IDF 2024 mengatakan, dengan mengetengahkan ragam eksplorasi karya di isu seputar gender, memori kolektif tubuh, mitologi, hingga spiritualitas, festival ini memang ingin merayakan bagaimana tari kontemporer memperkaya interaksi publik dengan tempat, komunitas, dan media sehari-hari.
"Liquid Ranah berusaha mewujudkan gagasan tentang fluiditas dan keberagaman, serta membentuk kembali kemampuan beradaptasi dan ketahanan kita sendiri di dalam dunia yang terus berubah, termasuk cara-cara mengkoreografi visi dan tubuh kita" katanya.
Para pemain tari Pan Xian berpose usai pementasan pada malam penutupan IDF (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Lewat berbagai program dan keterbukaannya, Ratri juga berharap IDF dapat menjadi pemantik sekaligus lahan subur bagi koreografer muda dari seluruh Indonesia untuk mengembangkan potensinya. Ihwal kegiatan ini juga bertujuan untuk menuju terbentuknya ekosistem tari kontemporer yang kontekstual dan berkelanjutan.
"Kami banyak merefleksikan makna keberlanjutan. Kesadaran ini muncul dari satu pertanyaan sederhana, apa sebenarnya makna tari kontemporer di Indonesia? Dari situ, kami mulai mengerjakan festival tahun ini,” katanya.
Baca Juga: Borobudur Writers and Cultural Festival 2024 Gali Khazanah Kebudayaan Muarajambi
Editor: M. Taufikul Basari
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.