Bedhaya Hagoromo jadi pembuka Indonesian Dance Festival 2024. (Sumber foto: Indonesian Dance Festival)

Indonesian Dance Festival 2024 Rayakan Fluiditas dan Keberagaman Lewat Tema Liquid Ranah

04 November 2024   |   17:54 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Indonesian Dance Festival (IDF) 2024 resmi dimulai 2 November 2024 menampilkan 12 karya tari dan 10 lokakarya selama lima hari hingga 6 November 2024. Dengan tema Liquid Ranah, festival ini melibatkan lebih dari 50 seniman multidisiplin dari Indonesia dan mancanegara. 

Karya berjudul Bedhaya Hagoromo dari maestro tari Indonesia Didik Nini Thowok dengan seniman noh Akira Matsui dan Richard Emmert menjadi pembuka dalam ajang Indonesian Dance Festival 2024. Dengan karya yang menyatukan keanggunan tari bedhaya klasik Yogyakarta dengan drama Noh Klasik Jepang, para seniman mengelaborasi beragam isu budaya yang lebih luas tentang inovasi, kolaborasi, perjuangan kelas dan identitas, lokasi budaya, serta politik representasi.

Baca juga: Eksplorasi Tari & Macapat Modern Ala Teater Asa di Pentas Nggragas SIPFest 2024

Dengan karya yang menyatukan keanggunan tari bedhaya klasik Yogyakarta dengan drama Noh Klasik Jepang, para seniman mengelaborasi beragam isu budaya yang lebih luas tentang inovasi, kolaborasi, perjuangan kelas dan identitas, lokasi budaya, serta politik representasi.

Tidak hanya itu, Bedhaya Hagoromo juga menunjukkan cara budaya gender direpresentasikan dan dinegosiasikan dalam konteks pertunjukan transnasional.

 

Bedhaya Hagoromo jadi pembuka Indonesian Dance Festival 2024 (Sumber foto: Indonesian Dance Festival)
Agnesia Linda Mayasari, salah satu kurator Indonesian Dance Festival 2024, mengatakan bahwa Bedhaya Hagoromo adalah salah satu karya dalam ajang dance yang mencerminkan tema festival, yakni Liquid Ranah.

Liquid Ranah mewujudkan gagasan tentang fluiditas, keberagaman, dan membentuk kembali kemampuan beradaptasi dan ketahanan diri dalam dunia yang terus mengalami perubahan. “Termasuk cara-cara mengkoreografi visi dan tubuh kita,” katanya.

Menurutnya, festival ini menjadi perayaan cara tari kontemporer memperkaya interaksi individu dengan tempat, komunitas, dan media sehari-hari dengan berbagai eksplorasi karya dalam isu gender, pergulatan identitas, perjuangan atas ruang gerak, memori kolektif tubuh, mitologi, hingga spiritualitas.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Indonesian Dance Festival Ratri Anindyajati mengatakan bahwa penyelenggara ingin ajang ini menjadi ruang yang kontekstual. Tujuannya adalah menampung karya seni tari yang muncul dari situasi-situasi Indonesia.




“Sebagai negara yang punya dinamika unik dalam konteks sejarah, pasca kolonial, budaya, ekologi, bahkan geopolitik pada masa lalu dan masa kini,” ujarnya.

Kali ini, penyelenggara merancang Indonesia Dance Festival agar menjadi ruang inkubasi sekaligus presentasi yang relevan bagi beragam karya tari yang muncul dari dinamika unik Indonesia dalam berbagai konteks.

Ratri juga menambahkan bahwa penyelenggara juga menginginkan IDF menjadi pemantik sekaligus lahan subur bagi koreografer muda dari seluruh Indonesia untuk mengembangkan potensinya lewat berbagai program dan keterbukaan yang ada.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendibudristek) periode 2015-2024 Hilmar Farid menuturkan bahwa tari kontemporer dapat menjadi salah satu sarana untuk memetakan, membentuk narasi, dan menggerakkan kebudayaan Indonesia ke arah yang lebih baik, adil, dan berkelanjutan bagi semua dengan kekayaan biokultural yang begitu besar.
 

Sumber

Pementasan Bisik Tiga Bumi di Indonesian Dance Festival 2024. (Sumber foto: Indonesian Dance Festival 2024)


Selain seniman tari asal Indonesia, ajang Indonesian Dance Festival juga menyuguhkan karya dari para penari luar negeri. Penari asal Iran, yakni Nastaran Razawi Khorasani menampilkan karya berjudul This is not a dance.

Lewat tariannya, sang seniman mengangkat isu perang, sensor, dan kebebasan berekspresi. Sementara itu, koreografer muda asal Filipina bernama Bunny Cadag menampilkan karya berjudul The Singer. Sang seniman menggabungkan teater, musik vokal, kerajinan, dan gerakan untuk membicarakan gender, kolonialisme, hingga penyembuhan dalam karya ini. 

Selain itu, para penonton juga akan dibawa oleh para seniman ke dalam fluiditas dan keberagaman melalui karya-karya dari Huang Huai-te (Taiwan) berjudul Pan Xian.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Cara Ganti Google Search dengan ChatGPT Search

BERIKUTNYA

Punya Banyak Potensi, Menbud Fadli Zon Ingin Perfilman Indonesia Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: