Makan Tepat Saat Pilek atau Demam Jadi Kunci Pemulihan Cepat
06 November 2024 |
21:30 WIB
Ketika terserang penyakit pilek atau demam, kebiasaan makan sering kali berubah. Banyak orang yang kehilangan nafsu makan sehingga memilih makan sedikit atau bahkan tidak makan sama sekali. Namun, sebuah penelitian menunjukkan bahwa pilek dan demam sebaiknya ditangani dengan pola makan berbeda.
Penelitian yang diterbitkan di Cell mengatakan perbedaan pola makan tersebut karena dipengaruhi sistem kekebalan tubuh kita merespons kedua jenis infeksi ini dengan cara yang berbeda pula.
Baca juga: Waspada Ancaman Penyakit saat Musim Hujan, Influenza sampai Demam Berdarah
Sebagai informasi, pilek biasanya disebabkan oleh infeksi virus, sedangkan demam sering kali disebabkan oleh infeksi bakteri. Dalam kedua kasus itu, tubuh merespons dengan peradangan sebagai reaksi terhadap adanya patogen yang terdeteksi oleh sistem kekebalan. Agar infeksi bisa teratasi, tubuh kita perlu mentolerir reaksi kekebalan yang bertujuan menghancurkan patogen.
Penelitian yang dilakukan menggunakan tikus sebagai subjek eksperimen menunjukkan bahwa metabolisme saat puasa memiliki efek yang berbeda pada infeksi bakteri dan infeksi virus. Metabolisme ini justru melindungi tubuh dari infeksi bakteri tetapi tidak efektif dalam melawan infeksi virus.
Peneliti mendapati bahwa tikus yang mengalami pilek (infeksi virus) cenderung kembali makan setelah kehilangan nafsu makan di awal penyakit, sedangkan tikus yang mengalami demam (infeksi bakteri) tetap tidak mau makan. Hal ini mengindikasikan bahwa mengonsumsi makanan mungkin membantu tubuh bertahan dari infeksi virus, tapi dapat berbahaya saat melawan infeksi bakteri.
Para peneliti melanjutkan penelitian ini dengan memodifikasi proses metabolisme pada tikus. Mereka menemukan bahwa pada infeksi virus, tubuh tikus memerlukan glukosa untuk melindungi sel-sel otak dari kerusakan akibat peradangan.
Sementara itu, pada infeksi bakteri, tikus lebih mampu mengatasi penyakit bila kadar gula dalam tubuh rendah. Dalam kondisi ini, tubuh akan membakar lemak, menghasilkan zat keton yang bermanfaat dalam melawan infeksi bakteri.
Penemuan ini menyarankan bahwa saat kita pilek, makanan yang kaya karbohidrat, seperti sup ayam, mungkin jauh lebih bermanfaat. Sebaliknya, saat demam, sebaiknya menghindari makanan yang tinggi karbohidrat untuk mendukung proses pemulihan tubuh.
Mengutip dari Nature, Selasa (06/11/2024), studi ini menunjukkan bahwa glukosa diperlukan untuk bertahan hidup dari infeksi virus, sedangkan glukosa mempunyai efek merugikan selama infeksi bakteri. Dengan demikian, respon inflamasi yang berbeda tampaknya memiliki kebutuhan metabolik spesifik untuk memberikan perlindungan.
Penelitian ini berpotensi membantu pengembangan metode diagnosis dan pengobatan baru untuk menghadapi pilek dan demam di masa mendatang, memberikan wawasan penting tentang bagaimana pola makan kita dapat memengaruhi kesembuhan dari penyakit.
Baca juga: Saatnya Menerapkan Pola Makan Sehat dengan Pangan Lokal
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Penelitian yang diterbitkan di Cell mengatakan perbedaan pola makan tersebut karena dipengaruhi sistem kekebalan tubuh kita merespons kedua jenis infeksi ini dengan cara yang berbeda pula.
Baca juga: Waspada Ancaman Penyakit saat Musim Hujan, Influenza sampai Demam Berdarah
Sebagai informasi, pilek biasanya disebabkan oleh infeksi virus, sedangkan demam sering kali disebabkan oleh infeksi bakteri. Dalam kedua kasus itu, tubuh merespons dengan peradangan sebagai reaksi terhadap adanya patogen yang terdeteksi oleh sistem kekebalan. Agar infeksi bisa teratasi, tubuh kita perlu mentolerir reaksi kekebalan yang bertujuan menghancurkan patogen.
Penelitian yang dilakukan menggunakan tikus sebagai subjek eksperimen menunjukkan bahwa metabolisme saat puasa memiliki efek yang berbeda pada infeksi bakteri dan infeksi virus. Metabolisme ini justru melindungi tubuh dari infeksi bakteri tetapi tidak efektif dalam melawan infeksi virus.
Peneliti mendapati bahwa tikus yang mengalami pilek (infeksi virus) cenderung kembali makan setelah kehilangan nafsu makan di awal penyakit, sedangkan tikus yang mengalami demam (infeksi bakteri) tetap tidak mau makan. Hal ini mengindikasikan bahwa mengonsumsi makanan mungkin membantu tubuh bertahan dari infeksi virus, tapi dapat berbahaya saat melawan infeksi bakteri.
Para peneliti melanjutkan penelitian ini dengan memodifikasi proses metabolisme pada tikus. Mereka menemukan bahwa pada infeksi virus, tubuh tikus memerlukan glukosa untuk melindungi sel-sel otak dari kerusakan akibat peradangan.
Sementara itu, pada infeksi bakteri, tikus lebih mampu mengatasi penyakit bila kadar gula dalam tubuh rendah. Dalam kondisi ini, tubuh akan membakar lemak, menghasilkan zat keton yang bermanfaat dalam melawan infeksi bakteri.
Penemuan ini menyarankan bahwa saat kita pilek, makanan yang kaya karbohidrat, seperti sup ayam, mungkin jauh lebih bermanfaat. Sebaliknya, saat demam, sebaiknya menghindari makanan yang tinggi karbohidrat untuk mendukung proses pemulihan tubuh.
Mengutip dari Nature, Selasa (06/11/2024), studi ini menunjukkan bahwa glukosa diperlukan untuk bertahan hidup dari infeksi virus, sedangkan glukosa mempunyai efek merugikan selama infeksi bakteri. Dengan demikian, respon inflamasi yang berbeda tampaknya memiliki kebutuhan metabolik spesifik untuk memberikan perlindungan.
Penelitian ini berpotensi membantu pengembangan metode diagnosis dan pengobatan baru untuk menghadapi pilek dan demam di masa mendatang, memberikan wawasan penting tentang bagaimana pola makan kita dapat memengaruhi kesembuhan dari penyakit.
Baca juga: Saatnya Menerapkan Pola Makan Sehat dengan Pangan Lokal
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.