Hypeprofil Satria Gunawan: Mendorong Teh Indonesia Digdaya di Negeri Sendiri
04 November 2024 |
11:00 WIB
Teh merupakan salah satu minuman yang akrab dengan masyarakat Indonesia. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa banyak teh yang ada di pasar merupakan produk asing. Lewat House of Tea, Satria Gunawan ingin membuat teh Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Bagi pria yang kerap disapa Gunawan itu, berkecimpung di industri teh bukan sesuatu yang diinginkan sejak awal, meskipun keluarganya menjalani usaha ini. Semua berawal dari kondisi sang ayah yang sedang sakit pada 1985.
Gunawan yang menempuh pendidikan sebagai pilot harus menjalankan usaha yang tidak sesuai dengan bidang pendidikannya, karena orang tua tidak ingin usaha yang telah dilakoni berakhir begitu saja.
Dia memegang amanah tersebut lantaran tidak ada lagi yang dapat melakukannya, mengingat adik-adiknya yang masih kecil. Amanah dari orang tua untuk menjalankan usaha keluarga bukan pekerjaan yang mudah. Dia pun memutuskan untuk belajar dan riset banyak hal tentang teh.
Baca juga: Hypeprofil Ramon Y. Tungka: Setia Menjaga Lingkungan Demi Hidup yang Lestari
Berbeda dengan saat ini, kegiatan mencari informasi mengenai teh masih sangat sulit dilakukan. Sebab, buku tentang teh masih sangat sedikit kala itu. Dia yang mengalami kebingungan pun bertanya kepada sang ayah, yang sedang berada di rumah sakit.
Ketika itu, ayahnya menjawab pertanyaan tersebut dengan memberinya nasihat bahwa petani kecil lahir di kebun teh. Saat terbangun dari tidur pada pagi hari, petani kecil langsung melihat pohon teh.
Jadi, sang ayah meminta Gunawan untuk belajar langsung dari para petani teh. Dia pun menuruti nasihat itu, sehingga belajar dari orang-orang tersebut. Tidak hanya itu, Gunawan juga memutuskan belajar ke sejumlah balai teh, seperti Balai Penelitian Teh dan Kina Gambung. “Saya baru mulai ke dunia teh itu 1985,” ujarnya.
Dua tahun berselang atau pada 1987, dia berhasil mengekspor teh Indonesia ke Italia. Setelah itu, usaha yang dijalaninya sebagai produsen teh terus berjalan dengan berbagai kondisi. Sampai pada 2010 dia merasa harus melakukan perubahan.
Dia mengaku tidak bisa lagi berorientasi kepada jumlah produksi guna menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Dengan begitu, Gunawan memutuskan untuk lebih fokus terhadap kualitas.
Di satu sisi perubahan fokus membuat jumlah produksi mengalami penurunan. Namun, di sisi lain, harga teh yang ditawarkan oleh perusahaan kepada pasar lebih baik, sehingga pendapatan juga bisa meningkat. Tidak sekadar pendapatan, Gunawan juga berpikir strategi kualitas dan harga yang baik pada akhirnya akan mempertahankan kebun teh yang ada di Indonesia.
5 tahun berselang, pada 2015, dia pun mendirikan House of Tea. Berbeda dengan brand teh lainnya, dia mengaku keunikan dari usaha ini adalah kolaborasinya dengan para petani teh di berbagai daerah di Indonesia, seperti Cianjur, Kulonprogo, dan sebagainya.
“Kolaborasi sangat penting untuk membuat suatu perubahan. Tidak hanya dengan petani, kolaborasi yang dilakukan oleh House of Tea juga dengan berbagai pihak, seperti di kelurahan, kecamatan, dan sebagainya,” katanya.
Tidak hanya itu, dia juga menyajikan berbagai macam inovasi yang berorientasi kepada generasi terkini. Dengan pengetahuan tentang teh yang dimiliki, Gunawan menawarkan berbagai macam teh dengan beragam campuran warna-warni yang menarik generasi muda.
Saat ini, House of Tea memiliki sejumlah produk teh artisan dan single origin dengan total yang tidak sedikit. Dia mengungkapkan, kreativitas merupakan langkah penting dalam berusaha – termasuk berjualan teh. Selain menghadirkan berbagai inovasi, dia juga menyajikan visual bahan-bahan teh yang akan dibuat dan proses pembuatannya kepada pelanggan guna memberikan impresi pertama yang berkesan.
Menurutnya, impresi ini sangat penting untuk menarik konsumen. Setelah tertarik, mereka akan mencari tahu lebih dalam, melihat fisik, memegang, mencium, dan menyeduh.
Dalam menjalankan usaha teh, Gunawan mengungkapkan kerap menghadapi berbagai macam tantangan. Salah satunya adalah produk teh dari berbagai negara yang masuk ke Indonesia. Banyak masyarakat menilai produk teh impor lebih enak dan memiliki harga yang murah dibandingkan dengan teh dari petani Indonesia. Namun, dia mengingatkan, teh tersebut belum tentu lebih sehat.
Untuk menghadapi itu, pembuktian bahwa kualitas teh dalam negeri tidak kalah jika dibandingkan dengan teh dari negara lain menjadi upaya penting yang tidak akan berhenti. Pembuktian itu dilakukan – salah satunya – dengan memperlihatkan proses penyeduhan teh lokal.
Gunawan sudah berkecimpung di industri teh sejak 1980an, dan telah menjalankan House of Tea sekitar 9 tahun sejak 2015. Dia memiliki harapan generasi muda Indonesia tertarik dengan kebun teh, bukan sekadar berjualan teh.
Dia menginginkan generasi muda memiliki keinginan bertani teh, yang saat ini dipandang kotor dan kuno. Sebab, jika generasi muda tertarik dengan menekuni dunia teh, perkebunan-perkebunan teh yang ada di Indonesia akan terus ada. “Jangan sampai generasi muda yang akan datang hanya mengetahui kebun teh dari cerita saja,” ujarnya.
Baca juga: Hypeprofil: Pipiet Noorastuti Co-founder Nona Rara Batik yang Peduli Perajin Daerah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Bagi pria yang kerap disapa Gunawan itu, berkecimpung di industri teh bukan sesuatu yang diinginkan sejak awal, meskipun keluarganya menjalani usaha ini. Semua berawal dari kondisi sang ayah yang sedang sakit pada 1985.
Gunawan yang menempuh pendidikan sebagai pilot harus menjalankan usaha yang tidak sesuai dengan bidang pendidikannya, karena orang tua tidak ingin usaha yang telah dilakoni berakhir begitu saja.
Dia memegang amanah tersebut lantaran tidak ada lagi yang dapat melakukannya, mengingat adik-adiknya yang masih kecil. Amanah dari orang tua untuk menjalankan usaha keluarga bukan pekerjaan yang mudah. Dia pun memutuskan untuk belajar dan riset banyak hal tentang teh.
Baca juga: Hypeprofil Ramon Y. Tungka: Setia Menjaga Lingkungan Demi Hidup yang Lestari
Satria Gunawan, pemilik House of Tea (Sumber gambar: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani)
Ketika itu, ayahnya menjawab pertanyaan tersebut dengan memberinya nasihat bahwa petani kecil lahir di kebun teh. Saat terbangun dari tidur pada pagi hari, petani kecil langsung melihat pohon teh.
Jadi, sang ayah meminta Gunawan untuk belajar langsung dari para petani teh. Dia pun menuruti nasihat itu, sehingga belajar dari orang-orang tersebut. Tidak hanya itu, Gunawan juga memutuskan belajar ke sejumlah balai teh, seperti Balai Penelitian Teh dan Kina Gambung. “Saya baru mulai ke dunia teh itu 1985,” ujarnya.
Dua tahun berselang atau pada 1987, dia berhasil mengekspor teh Indonesia ke Italia. Setelah itu, usaha yang dijalaninya sebagai produsen teh terus berjalan dengan berbagai kondisi. Sampai pada 2010 dia merasa harus melakukan perubahan.
Dia mengaku tidak bisa lagi berorientasi kepada jumlah produksi guna menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Dengan begitu, Gunawan memutuskan untuk lebih fokus terhadap kualitas.
Di satu sisi perubahan fokus membuat jumlah produksi mengalami penurunan. Namun, di sisi lain, harga teh yang ditawarkan oleh perusahaan kepada pasar lebih baik, sehingga pendapatan juga bisa meningkat. Tidak sekadar pendapatan, Gunawan juga berpikir strategi kualitas dan harga yang baik pada akhirnya akan mempertahankan kebun teh yang ada di Indonesia.
5 tahun berselang, pada 2015, dia pun mendirikan House of Tea. Berbeda dengan brand teh lainnya, dia mengaku keunikan dari usaha ini adalah kolaborasinya dengan para petani teh di berbagai daerah di Indonesia, seperti Cianjur, Kulonprogo, dan sebagainya.
“Kolaborasi sangat penting untuk membuat suatu perubahan. Tidak hanya dengan petani, kolaborasi yang dilakukan oleh House of Tea juga dengan berbagai pihak, seperti di kelurahan, kecamatan, dan sebagainya,” katanya.
Tidak hanya itu, dia juga menyajikan berbagai macam inovasi yang berorientasi kepada generasi terkini. Dengan pengetahuan tentang teh yang dimiliki, Gunawan menawarkan berbagai macam teh dengan beragam campuran warna-warni yang menarik generasi muda.
Teh House of Tea (Sumber gambar: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani)
Menurutnya, impresi ini sangat penting untuk menarik konsumen. Setelah tertarik, mereka akan mencari tahu lebih dalam, melihat fisik, memegang, mencium, dan menyeduh.
Dalam menjalankan usaha teh, Gunawan mengungkapkan kerap menghadapi berbagai macam tantangan. Salah satunya adalah produk teh dari berbagai negara yang masuk ke Indonesia. Banyak masyarakat menilai produk teh impor lebih enak dan memiliki harga yang murah dibandingkan dengan teh dari petani Indonesia. Namun, dia mengingatkan, teh tersebut belum tentu lebih sehat.
Untuk menghadapi itu, pembuktian bahwa kualitas teh dalam negeri tidak kalah jika dibandingkan dengan teh dari negara lain menjadi upaya penting yang tidak akan berhenti. Pembuktian itu dilakukan – salah satunya – dengan memperlihatkan proses penyeduhan teh lokal.
Gunawan sudah berkecimpung di industri teh sejak 1980an, dan telah menjalankan House of Tea sekitar 9 tahun sejak 2015. Dia memiliki harapan generasi muda Indonesia tertarik dengan kebun teh, bukan sekadar berjualan teh.
Dia menginginkan generasi muda memiliki keinginan bertani teh, yang saat ini dipandang kotor dan kuno. Sebab, jika generasi muda tertarik dengan menekuni dunia teh, perkebunan-perkebunan teh yang ada di Indonesia akan terus ada. “Jangan sampai generasi muda yang akan datang hanya mengetahui kebun teh dari cerita saja,” ujarnya.
Baca juga: Hypeprofil: Pipiet Noorastuti Co-founder Nona Rara Batik yang Peduli Perajin Daerah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.