Menonton film (Sumber gambar: Unsplash/ Jake Hills)

Ulasan Global Short Official Selection 3 di Jakarta Film Week, Kisah-kisah Manusia & Harapannya

25 October 2024   |   15:33 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Pemutaran film program Global Short Official Selection 3 Jakarta Film Week 2024 digelar di Studio Asrul Sani, Kamis malam (24/10/2024). Empat film yang diputar di program ini rupanya memantik puluhan pencinta film di Jakarta dan sekitarnya untuk datang.

Selasar lantai empat Gedung Trisno Soemardjo Taman Ismail Marzuki telah dipenuhi puluhan orang sejak malam. Sebagian mereka adalah anak-anak muda, laki-laki dan perempuan tampak merata, tetapi yang menarik pemutaran ini turut pula memantik sejumlah warga negara asing untuk ikut menonton. 

Empat film pendek yang diputar di Global Short Official Selection 3 merupakan produksi sineas dari berbagai negara berbeda. Seluruhnya juga menawarkan pembacaan dan isu yang menarik, perihal kisah-kisah manusia dan harapan yang membuatnya hidup. 

Baca juga: Program-program Menarik di Road to Jakarta Film Week 2024, Ada Pemutaran Eksklusif
 

La Voix De Sirenes (Sumber gambar: Website Jakarta Film Week)

La Voix De Sirenes (Sumber gambar: Website Jakarta Film Week)

Film pertama yang diputar adalah La Voix De Sirenes karya sutradara Gianluigi Toccafondo. Film bergaya eksperimental produksi Prancis dan Italia ini bercerita tentang kehidupan di dasar laut, di antara bebatuan dan karang, ketika laut merekah, dan dibuai oleh suara arus yang menderu-deru. 

Visual film animasi berdurasi 20 menit ini cukup mengesankan, penuh mistisisme, yang secara halus mengajak penonton berkomunikasi dengan bahasa yang menyegarkan dan tulus. Film tanpa dialog ini bisa dibilang film pendek bisu.

Kendati demikian, narasi puitisnya tetap terjalin lewat kekuatan audio ajaib yang memikat. Lewat gambaran putri duyung dan kedua putrinya, film ini membangkitkan harapan tentang kekuatan matriarki dan upaya hidup bebas, meski di dalamnya kita akan melawan banyak predator sejak lahir. 
 

Mally Can Fly (Sumber gambar: Website Jakarta Film Week)

Mally Can Fly (Sumber gambar: Website Jakarta Film Week)

Beralih ke sajian berikutnya, film kedua yang diputar berjudul Mally Can Fly atau Malika. Disutradarai oleh Reinout Hellenthal, film pendek bergenre drama ini bercerita tentang seorang perempuan berkulit hitam bernama Malika.

Remaja tersebut tengah mengejar karier di dunia basket. Namun, dia mengalami kendala dalam hal keuangan yang menyebabkan dia tak yakin dengan masa depannya. Lewat film ini, Reinot yang juga sutradara keturunan Indonesia ini mencoba menawarkan sisi kehangatan di dunia yang penuh kompetisi.

Dia menggunakan basket sebagai alegori kehidupan. Di dalamnya tentu saja penuh persaingan dan setiap individu berangkat dari posisi berbeda-beda. Namun, di tengah ketatnya kompetisi, selalu terselip harapan untuk meredam ego dan mengedepankan persatuan. 

Pilihan karakter perempuan berkulit hitam juga akan membawa penonton pada topik rasial yang tak berkesudahan. Kendati, ini juga menjadi pernyataan tegas bahwa perempuan, meski di kondisi paling kompetitif sekalipun, juga layak punya mimpi.
 

Seahorse Parents (Sumber gambar: Website Jakarta Film Week)

Seahorse Parents (Sumber gambar: Website Jakarta Film Week)

Film ketiga yang diputar berjudul Seahorse Parents. Disutradarai oleh Miriam Guttmann, film produksi Belanda ini mencoba menyajikan kehidupan orang tua transgender dalam pendekatan dokumenter.

Seperti judulnya, Seahorse Parents juga menggunakan kuda laut sebagai alegori yang menarik. Sebagai informasi, kuda laut memiliki sistem kehamilan terbaik. Setelah pembuahan, telur dipindahkan ke induk jantan sebelum akhirnya dierami sampai melahirkan.
 

Balad of The Happy Kind (Sumber gambar: website Jakarta Film Week)

Balad of The Happy Kind (Sumber gambar: website Jakarta Film Week)

Film terakhir yang diputar di program ini adalah Balad of The Happy Kind. Film yang disutradarai oleh Louis Kempeneers ini mengangkat tema romansa dengan narasi yang unik sekaligus menggugah.

Filmnya bercerita tentang Mona dan Simon. Dua orang yang tengah jatuh cinta ini sedang melakukan perjalanan berdua. Untuk menambah seru suasana, mereka bermain peran sandiwara.

Dalam perjalanan, Mona dan Simon terlibat dalam permainan sandiwara. Melalui karakter yang diperankan secara spontan, mereka mengakui berbagai hal yang tidak pernah mereka akui sebelumnya. Sebuah sajian peran di dalam peran yang unik

Ketika mereka mencoba menjadi orang lain, romansa yang menggelikan dan absurs muncul bertubi-tubi. Sisi komedi menjadi penyegar di tiap adegan. Namun, perlahanan peran yang dimainkan justru mengantarkan perjalanan menemukan jati diri, lebih mengenal apa yang disuka atau tidak.

Warna-warna cerita manusia di Global Short Official Selection 3 begitu menarik dan menggelitik. Narasi keberagaman dan kisahnya memantik banyak perasaan muncul. Walau demikian, setiap dari manusia-manusia ini selalu punya harapan dan kesempatan. Hal yang memang layak dimiliki setiap orang dan seharusnya memang begitu. 

Baca juga: Jakarta Film Week 2024 Beri Ruang Film Hasil Produksi AI Tayang di Festival

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

5 Destinasi Wisata Magelang, Candi Borobudur sampai Kebun Raya Gunung Tidar

BERIKUTNYA

Daftar Harga Tiket Fan Meeting Jung Hae-in di Jakarta 7 Desember 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: