Seniman Perempuan Masih Dihinggapi Tantangan Pelik dalam Berkarya
05 October 2024 |
20:22 WIB
Seniman perempuan masih menghadapi berbagai tantangan pelik yang memengaruhi mereka dalam kekaryaan dan karier secara jangka panjang. Ruang-ruang gerak seniman perempuan kerap kali lebih terbatas, belum lagi persoalan tuntutan urusan hal-hal domestik, terutama mereka yang telah menikah.
Salah satu perupa perempuan asal Bali, Ni Nyoman Sani, mengatakan ruang gerak seniman perempuan memang kerap masih terbatas. Dirinya banyak menemui seniman muda perempuan yang mulanya produktif berkarya, tetapi kemudian berhenti setelah menikah.
Baca juga: 9 Seniman Lelang Karya di Art Jakarta 2024 untuk Rumah Singgah RMHC
“Ada banyak yang mengalami itu. Mereka meletakkan kuas karena kemudian disibukkan dengan urusan domestik,” ujar Sani dalam diskusi The Artful Balance: Women Empowerment in Art and Finance di Art Jakarta 2024, JIEXPO Kemayoran, Sabtu (5/10/2024).
Menurut Sani, hal ini terjadi karena keberadaan perempuan kerap berbalut stigma dan konstruksi. Padahal, jika menilik lebih dalam, seniman laki-laki yang menikah pun sebenarnya masih bisa berkarya.
Namun, jika berbicara soal seniman perempuan, hal domestik dan karier kerap menjadi bertentangan. Menurutnya, keduanya bisa berjalan beriringan jika ada jalan tengah yang dipilih.
“Ya, ada hal-hal lain yang membuat perempuan seniman berhenti, dari urusan keluarga, tanggung jawab lingkungan sosial, hingga adat. Karena saya kan juga dari Bali,” imbuhnya.
Menurut Sani, seniman perempuan memang masih berada di posisi rentan. Padahal, banyak perempuan muda yang memiliki potensi besar untuk melanjutkan keseniannya hingga berumur lebih panjang lagi.
Selain itu, Sani mengatakan dana juga biasanya menjadi satu tantangan lain. Sebab, untuk bisa berkarya, seorang seniman biasanya membutuhkan sejumlah uang, dari membeli peralatan hingga riset tertentu yang dibutuhkan.
Pendiri Indonesian Women Artist dan Cemara 6 Galeri Inda C Noerhadi mengatakan banyak seniman perempuan yang rentan ketika mereka menikah. Sebab, mereka kerap menghadapi dilema soal karier dan urusan rumah tangga.
Padahal, keduanya sebenarnya bisa dijalankan bersama dan dicari jalan tengah. Namun, tak jarang yang terjadi seniman perempuan ini kemudian malah berhenti berkarya.
“Mereka juga perlu mendapat dukungan sehingga potensinya tidak tenggelam dalam kehidupan domestiknya,” ujarnya.
Di luar itu, Inda menyebut galeri maupun acara seni juga perlu terus memberikan ruang lebih pada seniman perempuan. Sebab, ketika wadahnya bermunculan, tentu saja peluang untuk terus meregenerasi seniman perempuan bisa tetap hidup.
Baca juga: Art Jakarta 2024 Resmi Dibuka, Dorong Ekosistem Seni di Indonesia & Asia Tenggara
Sementara itu, Head of Strategic Communications and Brand Maya Rizano sepakat bahwa ruang-ruang berkarya seniman perempuan memang perlu dibentuk. Dengan hal tersebut, perempuan bisa lebih banyak lagi menunjukkan karya dan kekhasan gagasan mereka.
Maya menjelaskan UOB Painting of the Year sebagai kompetisi seni lukis tahunan sangat mendukung seniman perempuan dalam berkarya. Kompetisi ini pun sangat terbuka dalam menerima seniman-seniman perempuan.
“Tahun lalu, pemenangnya adalah Ni Nyoman Sani, perupa asal Bali. Memang, ini masih cukup jarang ya, bahkan di level ASEAN pun demikian,” ujarnya.
Editor: Fajar Sidik
Salah satu perupa perempuan asal Bali, Ni Nyoman Sani, mengatakan ruang gerak seniman perempuan memang kerap masih terbatas. Dirinya banyak menemui seniman muda perempuan yang mulanya produktif berkarya, tetapi kemudian berhenti setelah menikah.
Baca juga: 9 Seniman Lelang Karya di Art Jakarta 2024 untuk Rumah Singgah RMHC
“Ada banyak yang mengalami itu. Mereka meletakkan kuas karena kemudian disibukkan dengan urusan domestik,” ujar Sani dalam diskusi The Artful Balance: Women Empowerment in Art and Finance di Art Jakarta 2024, JIEXPO Kemayoran, Sabtu (5/10/2024).
Menurut Sani, hal ini terjadi karena keberadaan perempuan kerap berbalut stigma dan konstruksi. Padahal, jika menilik lebih dalam, seniman laki-laki yang menikah pun sebenarnya masih bisa berkarya.
Namun, jika berbicara soal seniman perempuan, hal domestik dan karier kerap menjadi bertentangan. Menurutnya, keduanya bisa berjalan beriringan jika ada jalan tengah yang dipilih.
“Ya, ada hal-hal lain yang membuat perempuan seniman berhenti, dari urusan keluarga, tanggung jawab lingkungan sosial, hingga adat. Karena saya kan juga dari Bali,” imbuhnya.
Menurut Sani, seniman perempuan memang masih berada di posisi rentan. Padahal, banyak perempuan muda yang memiliki potensi besar untuk melanjutkan keseniannya hingga berumur lebih panjang lagi.
Selain itu, Sani mengatakan dana juga biasanya menjadi satu tantangan lain. Sebab, untuk bisa berkarya, seorang seniman biasanya membutuhkan sejumlah uang, dari membeli peralatan hingga riset tertentu yang dibutuhkan.
Suasana diskusi tentang The Artful Balance: Women Empowerment in Art and Finance saat gelaran Art Jakarta 2024 di Jakarta, Sabtu (5/10/2024). (Foto: Hypeabis.id/Abdurachman).
Pendiri Indonesian Women Artist dan Cemara 6 Galeri Inda C Noerhadi mengatakan banyak seniman perempuan yang rentan ketika mereka menikah. Sebab, mereka kerap menghadapi dilema soal karier dan urusan rumah tangga.
Padahal, keduanya sebenarnya bisa dijalankan bersama dan dicari jalan tengah. Namun, tak jarang yang terjadi seniman perempuan ini kemudian malah berhenti berkarya.
“Mereka juga perlu mendapat dukungan sehingga potensinya tidak tenggelam dalam kehidupan domestiknya,” ujarnya.
Di luar itu, Inda menyebut galeri maupun acara seni juga perlu terus memberikan ruang lebih pada seniman perempuan. Sebab, ketika wadahnya bermunculan, tentu saja peluang untuk terus meregenerasi seniman perempuan bisa tetap hidup.
Baca juga: Art Jakarta 2024 Resmi Dibuka, Dorong Ekosistem Seni di Indonesia & Asia Tenggara
Sementara itu, Head of Strategic Communications and Brand Maya Rizano sepakat bahwa ruang-ruang berkarya seniman perempuan memang perlu dibentuk. Dengan hal tersebut, perempuan bisa lebih banyak lagi menunjukkan karya dan kekhasan gagasan mereka.
Maya menjelaskan UOB Painting of the Year sebagai kompetisi seni lukis tahunan sangat mendukung seniman perempuan dalam berkarya. Kompetisi ini pun sangat terbuka dalam menerima seniman-seniman perempuan.
“Tahun lalu, pemenangnya adalah Ni Nyoman Sani, perupa asal Bali. Memang, ini masih cukup jarang ya, bahkan di level ASEAN pun demikian,” ujarnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.