Mengintip Kolaborasi Mangmoel X Yudi Sulistyo di Art Jakarta 2024, Preview untuk Pameran di Jepang?
05 October 2024 |
16:47 WIB
Nama seniman Mulyana, alias Mangmoel dalam dunia seni rupa bukanlah kaleng-kaleng. Seniman asal Bandung yang kini berkarya di Yogyakarta itu telah melanglang buana dan memamerkan karya-karyanya di dalam seteleng hingga bursa seni rupa, baik di dalam dan luar negeri.
Terbaru, Mangmoel membuat publik seni berdecak kagum di Art Jakarta 2024. Tak tanggung-tanggung, seniman yang kerap menggunakan benang sebagai material karya itu, kali ini memacak karyanya di 4 galeri sekaligus. Yaitu di Galeri Zen 1, Ruang Dini, Museum of Toys, dan Grey Art Gallery.
Baca juga: Menilik Karya Sabina Feroci yang Memahat Emosi di Art Jakarta 2024
Masih mengetengahkan imaji laut sebagai citraan karya, kali ini Mangmoel mengimba puspa ragam koral bawah laut yang penuh warna. Salah satunya di both Galeri Zen 1, yang meruyak seperti liana di bawah samudra, merambat dan saling berkelindan, membentuk gugus yang padu dan estetik.
Visual itu juga makin impresif dengan hadirnya sebuah perahu karya Yudi Sulistyo berjudul Kapal Tanpa Lautan. Instalasi berdimensi 500x300x200 cm, dari kertas itu melayang di atas hamparan koral. Dua karya yang dari segi material yang nampak kontras itu, menghasilkan perspektif suasana hangat, bertajuk Mannerist Manifest.
Demi kejelasan, memasuki stand ini, Genhype seperti diajak memasuki alam laut dengan batuan, koral, serta lantai sebagai bidangnya. Setiap biota laut, disusun dengan pola modular yang rapi, laiknya bentangan karang yang tumbuh organik. Warna-warna cerah terhampar, mengimak alga, anemon, atau octocorallia, spesies karang lunak.
Sementara itu, Kapal Tanpa Lautan karam di atasnya. Melayang, dengan berbagai pernak-pernik yang detail sekaligus lindap. Kerlip lampu kecil tersembunyi di dalam objek-objek seperti rumah, crane, hingga volume benda-benda yang dibentuk dengan kecermatan tinggi. Singkat kata, kedua karya kolaborasi ini, wangun.
"Karya kolaborasi ini sebenarnya preview saja, karena untuk pameran aslinya masih dipersiapkan. Rencananya tahun depan bakal kita bawa ke Jepang. Kalau dari proses pembuatan, ini sekitar 6 bulan," kata Mangmoel saat ditemui Hypeabis.id.
Seniman Yudi Sulistyo mengatakan, proses kolaborasi keduanya terjadi tanpa kesengajaan. Kedua seniman ini memang saling mengagumi, hingga akhirnya dipertemukan atas inisiatif kurator Rizki A. Zaelani. Momen inilah yang kemudian memantik gagasan untuk menghadirkan manifes kaitan dari sudut pandang artistik keduanya.
Menurut Yudi, pola bentuk pengkaryaan antara dirinya dan Mangmoel memang bisa dipinangkan. Dalam imajinya, dia ingin menggambarkan berbagai kapal laut yang karam pada perang dunia ke-2. Sedangkan, Mangmoel akan diajak untuk merespon mangkraknya kapal tersebut dengan menghadirkan berbagai karyanya yang mendekati ekosistem bentuk visual bawah laut.
"Kalau inspirasi kapalku ini berangkat dari imaji anak kecil. Lantas kenapa memilih kertas? Material ini juga ada hubungannya dengan anak kecil. Misalnya saat menemukan kardus, kita akan membayangkan membuat mobil-mobilan dari medium tersebut," katanya.
Setali tiga uang, kurator Rizki A. Zaelani, mengungkap, Yudi dan Mangmoel, meski dengan alur pengalaman artistik berbeda, akan tetapi keduanya sama-sama memilih medium ekspresi yang saling terkait. Yaitu memilih medium seni yang tak lazim, sekaligus luput dianggap sebagai medium ekspresi seni rupa yang utama di era seni rupa kiwari.
Yudi menyusun dan mengkonstruksi karya-karyanya dari medium kertas, sedangkan Mangmoel merajut dan menyusun karyanya dari medium benang. Kedua jenis bahan itu dianggap lebih dekat dengan pekerjaan craft, kriya, atau desain alih-alih ekspresi fine art, atau seni murni, kendati mereka tahu apa yang dihadirkan merupakan ekspresi seni rupa kontemporer.
"Adegan yang kita saksikan dan alami dalam presentasi ini, pada dasarnya, juga bisa dipahami sebagai sensasi dari kaitan ‘sejarah’ masing-masing cara penciptaan karya yang selama ini telah ditekuni Yudi dan Mangmoel. Apa yang dipresentasikan kali ini, tentu saja, belum tentang semuanya," imbuhnya.
Baca juga: Mengungkai Karya Ganjel Tisna Sanjaya, Instalasi Seni Jadi Medium Kritik Sosial di Art Jakarta 2024
Yudi Sulistyo, merupakan seniman kelahiran Yogyakarta yang banyak memuat elemen-elemen militer dan benda mekanis dalam karya patung realisnya yang dibuat menggunakan pasteboard. Ketertarikannya pada peralatan militer berawal dari masa kecilnya saat sering diajak sang ayah menghabiskan waktu menonton film perang.
Sementara itu, Mulyana alias Mangmoel adalah perupa jebolan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung. Setelah pameran tunggalnya Mogus World (2012), Mangmoel menetap di Yogyakarta hingga sekarang. Mogus merupakan alter-ego berupa karakter monster gurita ciptaannya, yang menggambarkan ekosistem visual bawah laut.
Editor: Fajar Sidik
Terbaru, Mangmoel membuat publik seni berdecak kagum di Art Jakarta 2024. Tak tanggung-tanggung, seniman yang kerap menggunakan benang sebagai material karya itu, kali ini memacak karyanya di 4 galeri sekaligus. Yaitu di Galeri Zen 1, Ruang Dini, Museum of Toys, dan Grey Art Gallery.
Baca juga: Menilik Karya Sabina Feroci yang Memahat Emosi di Art Jakarta 2024
Masih mengetengahkan imaji laut sebagai citraan karya, kali ini Mangmoel mengimba puspa ragam koral bawah laut yang penuh warna. Salah satunya di both Galeri Zen 1, yang meruyak seperti liana di bawah samudra, merambat dan saling berkelindan, membentuk gugus yang padu dan estetik.
Visual itu juga makin impresif dengan hadirnya sebuah perahu karya Yudi Sulistyo berjudul Kapal Tanpa Lautan. Instalasi berdimensi 500x300x200 cm, dari kertas itu melayang di atas hamparan koral. Dua karya yang dari segi material yang nampak kontras itu, menghasilkan perspektif suasana hangat, bertajuk Mannerist Manifest.
Demi kejelasan, memasuki stand ini, Genhype seperti diajak memasuki alam laut dengan batuan, koral, serta lantai sebagai bidangnya. Setiap biota laut, disusun dengan pola modular yang rapi, laiknya bentangan karang yang tumbuh organik. Warna-warna cerah terhampar, mengimak alga, anemon, atau octocorallia, spesies karang lunak.
Karya kolaborasi Mangmoel X Yudi Sulistyo Mannerist Manifest di Art Jakarta. (sumber gambar: Hypeabis.id/Abdurachman)
"Karya kolaborasi ini sebenarnya preview saja, karena untuk pameran aslinya masih dipersiapkan. Rencananya tahun depan bakal kita bawa ke Jepang. Kalau dari proses pembuatan, ini sekitar 6 bulan," kata Mangmoel saat ditemui Hypeabis.id.
Seniman Yudi Sulistyo mengatakan, proses kolaborasi keduanya terjadi tanpa kesengajaan. Kedua seniman ini memang saling mengagumi, hingga akhirnya dipertemukan atas inisiatif kurator Rizki A. Zaelani. Momen inilah yang kemudian memantik gagasan untuk menghadirkan manifes kaitan dari sudut pandang artistik keduanya.
Menurut Yudi, pola bentuk pengkaryaan antara dirinya dan Mangmoel memang bisa dipinangkan. Dalam imajinya, dia ingin menggambarkan berbagai kapal laut yang karam pada perang dunia ke-2. Sedangkan, Mangmoel akan diajak untuk merespon mangkraknya kapal tersebut dengan menghadirkan berbagai karyanya yang mendekati ekosistem bentuk visual bawah laut.
"Kalau inspirasi kapalku ini berangkat dari imaji anak kecil. Lantas kenapa memilih kertas? Material ini juga ada hubungannya dengan anak kecil. Misalnya saat menemukan kardus, kita akan membayangkan membuat mobil-mobilan dari medium tersebut," katanya.
Karya kolaborasi Mangmoel X Yudi Sulistyo Mannerist Manifest di Art Jakarta. (sumber gambar: Hypeabis.id/Abdurachman)
Setali tiga uang, kurator Rizki A. Zaelani, mengungkap, Yudi dan Mangmoel, meski dengan alur pengalaman artistik berbeda, akan tetapi keduanya sama-sama memilih medium ekspresi yang saling terkait. Yaitu memilih medium seni yang tak lazim, sekaligus luput dianggap sebagai medium ekspresi seni rupa yang utama di era seni rupa kiwari.
Yudi menyusun dan mengkonstruksi karya-karyanya dari medium kertas, sedangkan Mangmoel merajut dan menyusun karyanya dari medium benang. Kedua jenis bahan itu dianggap lebih dekat dengan pekerjaan craft, kriya, atau desain alih-alih ekspresi fine art, atau seni murni, kendati mereka tahu apa yang dihadirkan merupakan ekspresi seni rupa kontemporer.
"Adegan yang kita saksikan dan alami dalam presentasi ini, pada dasarnya, juga bisa dipahami sebagai sensasi dari kaitan ‘sejarah’ masing-masing cara penciptaan karya yang selama ini telah ditekuni Yudi dan Mangmoel. Apa yang dipresentasikan kali ini, tentu saja, belum tentang semuanya," imbuhnya.
Baca juga: Mengungkai Karya Ganjel Tisna Sanjaya, Instalasi Seni Jadi Medium Kritik Sosial di Art Jakarta 2024
Yudi Sulistyo, merupakan seniman kelahiran Yogyakarta yang banyak memuat elemen-elemen militer dan benda mekanis dalam karya patung realisnya yang dibuat menggunakan pasteboard. Ketertarikannya pada peralatan militer berawal dari masa kecilnya saat sering diajak sang ayah menghabiskan waktu menonton film perang.
Sementara itu, Mulyana alias Mangmoel adalah perupa jebolan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung. Setelah pameran tunggalnya Mogus World (2012), Mangmoel menetap di Yogyakarta hingga sekarang. Mogus merupakan alter-ego berupa karakter monster gurita ciptaannya, yang menggambarkan ekosistem visual bawah laut.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.