Proses Kreatif Produser Tia Hasibuan Meramu Film-film Khas di PH Come and See Pictures
30 September 2024 |
08:30 WIB
1
Like
Like
Like
Sejak 2020, produser Tia Hasibuan dan sutradara Joko Anwar telah membentuk rumah produksi baru bernama Come and See Pictures sebagai wadah kolaborasi keduanya. Duet apik antara produser dan sutradara ini kerap menciptakan film-film yang khas dan menarik.
Pengabdi Setan 2: Communion (2022) menjadi karya awal Come and See Pictures. Namun, dalam film hantu adikodrati tersebut, Come and See Pictures masih menjadi semacam koproduksi bersama PH lain yang lebih major, yakni Rapi Film.
Dua tahun setelahnya, Come and See Pictures kembali muncul. Kali ini mereka benar-benar memproduksi film pertamanya bertajuk Siksa Kubur (2024). Ketika tayang di bioskop pada Lebaran 2024, film ini menjadi perbincangan hangat para pencinta film dan mampu meraih lebih dari 4 juta penonton.
“Ketika mau membuat suatu film, kami ingin selalu memulainya dengan kebaruan. Kebaruan ini bisa dari segala aspek, seperti eksplorasi tema, penyampaian ceritanya, atau dari hal teknis lain, seperti sound design, musik, pemain, dan banyak hal,” ucap Tia Hasibuan dalam diskusi Cine-inovators di IdeaFest 2024, Jakarta.
Baca juga: Review Film Siksa Kubur, Minim Parade Jumpscare Tapi Penuh Kengerian
Menurut Tia, proses kerja dan proses kreatifnya memang kerap dimulai dari pertanyaan sederhana tersebut. Kemudian, ketika sudah disepakati, sebuah film akan memasuki proses kreatif pada umumnya hingga akhirnya siap produksi.
Tia menyebut salah satu rahasia penting lain dalam film film Come and See Pictures ialah saat produksi dimulai. Menurutnya, selain kebaruan, film-film yang diproduksinya juga mesti menerapkan standar production value yang baik.
Hal tersebut bisa terwujud ketika film yang diproduksi memiliki persiapan yang baik dalam berbagai hal, dimulai dari perumusan naskah, pendalaman pemain, hingga set properti dan sebagainya. Menurutnya, detail-detail kecil pun mesti diperhatikan di dalam film. “Satu lagi mungkin sebagai sineas, kita tidak boleh terlalu mudah kompromi,” imbuhnya.
Kompromi yang dimaksud Tia bisa menyangkut banyak hal, dari kreatif maupun nonkreatif. Namun, menurutnya, segala upaya memang mesti dicoba, tentunya dengan bekal ilmu dan pengalaman yang juga mumpuni.
Oleh karena itu, ambisi mesti dibarengi dengan wawasan yang luas juga. Tia selalu menyarankan para sineas untuk membuka wawasan, menambah skill set, agar setiap tantangan yang ada bisa diatasi dengan optimal.
Tia mencontohkan ketika dirinya menggarap adegan lift jatuh di film Pengabdi Setan 2. Ketika membaca naskah tersebut, dia awalnya hanya termenung dan bingung memikirkan bagaimana cara mengeksekusi adegan itu dengan baik dan aman.
Dirinya dan Joko Anwar pun lantas melakukan berbagai riset, mengumpulkan informasi, dan diskusi dengan beberapa stakeholder. Beberapa workshop juga dihadirkan agar adegan bisa berjalan senyata mungkin, tetapi efektif dan tidak membahayakan siapa pun.
Pada akhirnya, adegan tersebut bisa dieksekusi dengan baik. Ketika film tersebut tayang, adegan lift jatuh jadi salah satu yang paling banyak diingat oleh penonton. “Kita mesti bisa menabrak batas dan mencoba sampai batas kemampuan, itu cara kami mencapai kebaruan yang dimaksud,” jelasnya.
Tia percaya naskah sebuah film menjadi elemen yang sangat penting. Dia pun selalu meramu naskahnya dan mengembangkannya agar setiap adegan di dalam film punya signifikansi yang vital di setiap berjalannya sebuah film.
Salah satu caranya ialah dengan mencari relevansi, sesuatu yang sedang dekat dengan keseharian masyarakat. Tia bercerita ketika menggarap Siksa Kubur, salah satu ide awalnya ialah keprihatinan dengan kondisi sosial yang ada sekarang.
Sebab, saat ini makin sering terdengar berita-berita orang melakukan hal-hal yang tak sepatutnya dilakukan. Ketika mendengar berita buruk tersebut, hanya satu yang terlintas di kepalanya, yakni “kok tega sih”.
Padahal, setiap perbuatan akan ada balasan yang menanti, termasuk soal kepercayaan siksa kubur ini. Dari situlah, dirinya dan Joko yakin untuk membuat film ini berjalan. Tia mengatakan naskah-naskah filmnya biasanya juga selalu mencoba menyoroti sesuatu yang universal, tetapi dengan point of view yang menarik.
Dia mencontohkan serial Nightmares and Daydreams yang tayang di Netflix. Pada episode 2, yakni Orphan, serial ini mencoba bercerita tentang kemiskinan dan kesedihan kehilangan anggota keluarga. Ini adalah sesuatu yang umum terjadi.
Namun, pihaknya meramunya dari point of view orang yang berprofesi sebagai pengumpul sampah yang tinggal di daerah tempat pembuangan akhir. Jadi, sebuah peristiwa yang universal diceritakan sesuatu yang lebih spesifik bakal menjadi sajian yang menarik.
“Untuk orang Indonesia, ini bisa relate karena situasi tersebut juga terjadi di sekitarnya. Untuk penonton global, mereka juga bisa relate karena isu kemiskinan dan kehilangan kan juga terjadi,” tuturnya.
Selain soal tema, penguatan karakter di dalamnya juga jadi penting. Sebab, sebuah cerita bisa berjalan jika karakter tersebut berhasil meyakinkan penonton dan akhirnya penonton bisa peduli dengan karakternya.
Salah satu upaya yang kerap dilakukannya ialah dengan membuat latar belakang kehidupan yang mendalam dari karakter tersebut. Dimulai dari di mana dia lahir, dibesarkan dalam keluarga seperti apa, peristiwa apa yang sudah dialami, dan sebagainya.
Kejadian-kejadian di masa lalu tersebut penting diketahui, karena akan memengaruhi motivasi tindakan karakter di dalam film. Dirinya selalu membayangkan karakter film adalah manusia sungguhan yang punya kehidupan masa lalu, yang mungkin memang tak selalu ditampilkan di layar, tetapi ada dan memengaruhi tindakannya.
Baca juga: Rekor Baru Tercipta, Jumlah Penonton Film Indonesia Tembus 60 Juta
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Pengabdi Setan 2: Communion (2022) menjadi karya awal Come and See Pictures. Namun, dalam film hantu adikodrati tersebut, Come and See Pictures masih menjadi semacam koproduksi bersama PH lain yang lebih major, yakni Rapi Film.
Dua tahun setelahnya, Come and See Pictures kembali muncul. Kali ini mereka benar-benar memproduksi film pertamanya bertajuk Siksa Kubur (2024). Ketika tayang di bioskop pada Lebaran 2024, film ini menjadi perbincangan hangat para pencinta film dan mampu meraih lebih dari 4 juta penonton.
“Ketika mau membuat suatu film, kami ingin selalu memulainya dengan kebaruan. Kebaruan ini bisa dari segala aspek, seperti eksplorasi tema, penyampaian ceritanya, atau dari hal teknis lain, seperti sound design, musik, pemain, dan banyak hal,” ucap Tia Hasibuan dalam diskusi Cine-inovators di IdeaFest 2024, Jakarta.
Baca juga: Review Film Siksa Kubur, Minim Parade Jumpscare Tapi Penuh Kengerian
Menurut Tia, proses kerja dan proses kreatifnya memang kerap dimulai dari pertanyaan sederhana tersebut. Kemudian, ketika sudah disepakati, sebuah film akan memasuki proses kreatif pada umumnya hingga akhirnya siap produksi.
Tia menyebut salah satu rahasia penting lain dalam film film Come and See Pictures ialah saat produksi dimulai. Menurutnya, selain kebaruan, film-film yang diproduksinya juga mesti menerapkan standar production value yang baik.
Hal tersebut bisa terwujud ketika film yang diproduksi memiliki persiapan yang baik dalam berbagai hal, dimulai dari perumusan naskah, pendalaman pemain, hingga set properti dan sebagainya. Menurutnya, detail-detail kecil pun mesti diperhatikan di dalam film. “Satu lagi mungkin sebagai sineas, kita tidak boleh terlalu mudah kompromi,” imbuhnya.
Kompromi yang dimaksud Tia bisa menyangkut banyak hal, dari kreatif maupun nonkreatif. Namun, menurutnya, segala upaya memang mesti dicoba, tentunya dengan bekal ilmu dan pengalaman yang juga mumpuni.
Oleh karena itu, ambisi mesti dibarengi dengan wawasan yang luas juga. Tia selalu menyarankan para sineas untuk membuka wawasan, menambah skill set, agar setiap tantangan yang ada bisa diatasi dengan optimal.
Tia mencontohkan ketika dirinya menggarap adegan lift jatuh di film Pengabdi Setan 2. Ketika membaca naskah tersebut, dia awalnya hanya termenung dan bingung memikirkan bagaimana cara mengeksekusi adegan itu dengan baik dan aman.
Dirinya dan Joko Anwar pun lantas melakukan berbagai riset, mengumpulkan informasi, dan diskusi dengan beberapa stakeholder. Beberapa workshop juga dihadirkan agar adegan bisa berjalan senyata mungkin, tetapi efektif dan tidak membahayakan siapa pun.
Pada akhirnya, adegan tersebut bisa dieksekusi dengan baik. Ketika film tersebut tayang, adegan lift jatuh jadi salah satu yang paling banyak diingat oleh penonton. “Kita mesti bisa menabrak batas dan mencoba sampai batas kemampuan, itu cara kami mencapai kebaruan yang dimaksud,” jelasnya.
Perkuat Naskah dengan Relevansi
Tia percaya naskah sebuah film menjadi elemen yang sangat penting. Dia pun selalu meramu naskahnya dan mengembangkannya agar setiap adegan di dalam film punya signifikansi yang vital di setiap berjalannya sebuah film.Salah satu caranya ialah dengan mencari relevansi, sesuatu yang sedang dekat dengan keseharian masyarakat. Tia bercerita ketika menggarap Siksa Kubur, salah satu ide awalnya ialah keprihatinan dengan kondisi sosial yang ada sekarang.
Sebab, saat ini makin sering terdengar berita-berita orang melakukan hal-hal yang tak sepatutnya dilakukan. Ketika mendengar berita buruk tersebut, hanya satu yang terlintas di kepalanya, yakni “kok tega sih”.
Padahal, setiap perbuatan akan ada balasan yang menanti, termasuk soal kepercayaan siksa kubur ini. Dari situlah, dirinya dan Joko yakin untuk membuat film ini berjalan. Tia mengatakan naskah-naskah filmnya biasanya juga selalu mencoba menyoroti sesuatu yang universal, tetapi dengan point of view yang menarik.
Dia mencontohkan serial Nightmares and Daydreams yang tayang di Netflix. Pada episode 2, yakni Orphan, serial ini mencoba bercerita tentang kemiskinan dan kesedihan kehilangan anggota keluarga. Ini adalah sesuatu yang umum terjadi.
Namun, pihaknya meramunya dari point of view orang yang berprofesi sebagai pengumpul sampah yang tinggal di daerah tempat pembuangan akhir. Jadi, sebuah peristiwa yang universal diceritakan sesuatu yang lebih spesifik bakal menjadi sajian yang menarik.
“Untuk orang Indonesia, ini bisa relate karena situasi tersebut juga terjadi di sekitarnya. Untuk penonton global, mereka juga bisa relate karena isu kemiskinan dan kehilangan kan juga terjadi,” tuturnya.
Selain soal tema, penguatan karakter di dalamnya juga jadi penting. Sebab, sebuah cerita bisa berjalan jika karakter tersebut berhasil meyakinkan penonton dan akhirnya penonton bisa peduli dengan karakternya.
Salah satu upaya yang kerap dilakukannya ialah dengan membuat latar belakang kehidupan yang mendalam dari karakter tersebut. Dimulai dari di mana dia lahir, dibesarkan dalam keluarga seperti apa, peristiwa apa yang sudah dialami, dan sebagainya.
Kejadian-kejadian di masa lalu tersebut penting diketahui, karena akan memengaruhi motivasi tindakan karakter di dalam film. Dirinya selalu membayangkan karakter film adalah manusia sungguhan yang punya kehidupan masa lalu, yang mungkin memang tak selalu ditampilkan di layar, tetapi ada dan memengaruhi tindakannya.
Baca juga: Rekor Baru Tercipta, Jumlah Penonton Film Indonesia Tembus 60 Juta
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.