Ilustrasi Mpox (Sumber Foto: Freepik)

Benarkah Mpox Muncul Karena Efek Samping Vaksin COVID-19? Begini Penjelasan Kemenkes

06 September 2024   |   17:03 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Kekahawatiran akan penyebaran penyakit Monkey Pox (Mpox) atau cacar monyet, memunculkan sejumlah informasi hoax atau bohong dan menyesatkan di media sosial. Belakangan ini, beredar sebuah narasi yang menyebutkan bahwa penyakit Mpox merupakan efek samping dari vaksin Covid-19.

Narasi tersebut juga mengklaim bahwa Mpox terbentuk karena hancurnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh vaksin Covid-19

Menanggapi narasi tersebut, Mohammad Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menjelaskan, Mpox dan Covid-19 merupakan dua penyakit yang berbeda. Mpox telah muncul jauh sebelum kemunculan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dan vaksin Covid-19.

Baca juga: Kemenkes Rilis Daftar Patogen Virus dan Bakteri yang Berpotensi jadi Pandemi

Selain itu, berdasarkan informasi dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), kasus Mpox pada manusia pertama kali dilaporkan di Republik Demokratik Kongo pada 1970 lalu. Artinya Mpox lebih dulu muncul daripada Covid-19. 

“Mpox dan Covid-19 ini dua penyakit yang berbeda, sebelum Covid-19 ada, Mpox sudah ada. Mpox dilaporkan ada sejak tahun 1970 dan endemis di Afrika barat dan tengah seperti di Afrika Selatan, Pantai Gading, Kongo, Nigeria, dan Uganda,” jelas Syahril, dikutip dari laman resmi Kemenkes, Jumat (6/9/2024).

Lebih lanjut dia memaparkan, di Afrika dan sekitarnya kasus Mpox selalu ada, tetapi tidak sporadis atau jarang dan hanya muncul sesekali saja. Kemudian, WHO menyatakan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC) untuk Mpox pada 23 Juli 2022. 

"Indonesia pun ada satu kasus konfirmasi waktu itu, lalu tahun 2023 berlanjut dan 11 Mei dicabut status kedaruratannya oleh WHO,” paparnya.

Pada 14 Agustus 2024, WHO kembali menyatakan Mpox sebagai PHEIC menyusul peningkatan kasus di Afrika Tengah dan Afrika Barat, terutama di Republik Demokratik Kongo dan sejumlah negara di Afrika. Selanjutnya, kasus Mpox juga dilaporkan bermunculan negara-negara lain di luar Afrika.

Melihat sejarah kemunculan Mpox yang terjadi jauh sebelum pandemi Covid-19, Syahril menegaskan bahwa penyakit tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan efek samping vaksin Covid-19.

“Jadi, penyakit Mpox ini tidak dapat dikatakan karena efek samping dari vaksin Covid-19. Itu tidak ada hubungannya,” tegasnya.

Mpox adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Mpox (MPXV), spesies dari genus Orthopoxvirus. Terdapat dua clade virus Mpox, yaitu Clade I (dengan subclade Ia dan Ib) dan Clade II (dengan subclade IIa dan IIb). 

Subclade Ia memiliki case fatality rate (CFR) atau angka kematian lebih tinggi dan ditularkan melalui beberapa mode transmisi. Sementara subclade Ib memiliki CFR 11 persen, namun dianggap lebih menular, sebagian besar dari kontak seksual.

Pada periode 2022–2023, wabah Mpox global disebabkan oleh strain Clade IIb. Clade IIB menunjukkan angka kematian dan tingkat keparahan yang lebih rendah dibandingkan dengan Clade IB. Semua kasus Mpox di Indonesia adalah varian Clade IIB.

Namun, saat ini peningkatan kasus di Republik Demokratik Kongo dan negara-negara lain disebabkan oleh Mpox Clade Ia dan Ib yang parah.
 

Risiko Penularan Mpox

Penularan virus Mpox antar manusia dapat terjadi melalui kontak langsung. Berdasarkan laporan kasus konfirmasi Mpox global, sebagian besar dialami oleh LSL atau Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki.

Kendati demikian, kasus konfirmasi Mpox juga dapat dialami kelompok masyarakat di luar LSL. Bahkan, anak-anak dapat terpapar jika mereka memiliki kontak erat dengan seseorang yang terinfeksi virus Mpox misalnya setelah berjabat tangan, bergandengan, termasuk kontak seksual. 

"Dalam laporan kasus Mpox di negara-negara di dunia, memang banyak terjadi pada laki-laki, hampir 96 persen laki-laki dan 60 persennya LSL,” terang Syahril.

Berdasarkan informasi Frequently Asked Questions (FAQ) Mpox yang diterbitkan Kemenkes RI pada 2024, penularan virus Mpox juga bisa terjadi secara tidak langsung melalui benda yang terkontaminasi. Kontak langsung dapat melalui cairan tubuh seperti cairan, nanah atau darah dari lesi kulit atau lesi/ruam atau kulit orang yang terinfeksi.

"Tertular virusnya bisa dari sprei, sarung bantal, handuk dan sebagainya," kata Syahril.

Kelompok yang paling berisiko terkena Mpox adalah orang yang serumah atau memiliki riwayat kontak, termasuk kontak seksual dengan seseorang yang terinfeksi. Orang yang melakukan kontak seksual dengan banyak pasangan dan berganti-ganti berisiko tinggi tertular Mpox.

Baca juga: Menengok Upaya Pencegahan Mpox di Indonesia, Kemenkes Siapkan 12 Laboratorium dan Ribuan Vaksin

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Kemenkes Rilis Daftar Patogen Virus dan Bakteri yang Berpotensi jadi Pandemi

BERIKUTNYA

6 Acara Konser Gratis di Jakarta Akhir Pekan Ini 6-8 September 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: