Proses kreatif seniman Soyo Lee gabungkan penelitian ilmiah dengan perspektif seni (Sumber gambar: Tangkapan layar diskusi Lecture Series #3 On Korea-Indonesia Contemporary Art bertajuk Art & Nature)

Menilik Proses Kreatif Seniman Korea Soyo Lee, Gabungkan Penelitian Ilmiah & Perspektif Seni

15 August 2024   |   20:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Inspirasi dalam berkarya bisa datang dari mana saja, bahkan dari sesuatu yang mungkin tak pernah terduga sebelumnya. Di mata seniman asal Korea Selatan, Soyo Lee, sampah-sampah yang telah berada di tempat pembuangan akhir (TPA) bisa diubah jadi bahasa visual yang kuat dalam merespons kondisi sosial saat ini.

Soyo Lee adalah seniman yang berfokus pada sejarah makhluk yang berdampingan dengan manusia. Dalam berkarya, proses kreatif Soyo bertumpu pada survei lapangan dan eksperimen material. Hal itu juga dilakukannya ketika mengeksplorasi material sampah.

Baca juga:  Eksplorasi Unik Seniman Arin Sunaryo Berkarya dengan Material Resin

Ada alasan mendasar dari Soyo ketika dia akhirnya tertarik menggunakan sampah sebagai material seninya. Semua bermula dari terungkapnya peristiwa menghebohkan di Korea Selatan tentang bagaimana pihak terkait mengelola timbunan sampah.
 

Proses kreatif seniman Soyo Lee gabungkan penelitian ilmiah dengan perspektif seni (Sumber gambar: Tangkapan layar diskusi Lecture Series #3 On Korea-Indonesia Contemporary Art bertajuk Art & Nature)

Proses kreatif seniman Soyo Lee gabungkan penelitian ilmiah dengan perspektif seni (Sumber gambar: Tangkapan layar diskusi Lecture Series #3 On Korea-Indonesia Contemporary Art bertajuk Art & Nature)


Soyo bercerita Korea Selatan pernah memiliki satu lokasi TPA cukup besar. Namun, TPA itu hanya beroperasi 5 tahun, yakni pada 1987 sampai 1992. Setelah TPA itu tutup, lokasinya langsung dilakukan penghijauan.

Kawasan TPA tersebut ditimbun dengan tanah dan ditanami pohon. Secara cepat, lokasi TPA itu pun kembali menghijau. Selang beberapa tahun kemudian, lokasi itu benar-benar seperti sebuah hutan, bahkan orang-orang mulai lupa dulunya lokasi tersebut adalah TPA.

Lalu, bertahun-tahun setelah TPA tersebut hijau kembali, petaka pun terjadi. Soyo menyebut ketika kawasan itu akan dijadikan kawasan industri, para pekerjanya melakukan penggalian, dan alangkah terkejutnya ketika di bawah tanah mereka menemukan banyak sampah.

Isu ini pun langsung menyebar dan menjadi diskursus yang menarik di masyarakat. Ada yang menganggap cara penimbunan adalah yang terbaik, ada pula yang menentangnya.

“Tak sedikit masyarakat yang merasa jijik karena khawatir tanah, udara, maupun hutan di sana itu justru jadi sumber penyakit karena di bawahnya ada sampah,” ujar Soyo dalam Lecture Series #3 On Korea-Indonesia Contemporary Art bertajuk Art & Nature, Kamis (15/8/2024)


Baca juga:  Lanskap Spontanitas Seniman AS Trevor Shimizu dalam Pameran Tunggal di Galeri ROH Jakarta

Di balik polemik yang terjadi, kejadian ini membuat dirinya tertarik dengan sampah dan bagaimana alam bekerja. Soyo juga tertarik melihat respons serta cara manusia melihat sampah di dalam kehidupannya.

Sebab, masalah yang tadinya tampak terselesaikan, yakni dengan menimbun sampah di dalam tanah, rupanya justru jadi bom waktu yang mengguncang.
 

Proses kreatif seniman Soyo Lee gabungkan penelitian ilmiah dengan perspektif seni (Sumber gambar: Tangkapan layar diskusi Lecture Series #3 On Korea-Indonesia Contemporary Art bertajuk Art & Nature)

Proses kreatif seniman Soyo Lee gabungkan penelitian ilmiah dengan perspektif seni (Sumber gambar: Tangkapan layar diskusi Lecture Series #3 On Korea-Indonesia Contemporary Art bertajuk Art & Nature)


Soyo pun tertarik untuk mengangkat isu ekologi ini dalam bahasa seni rupa. Untuk memperkuat gagasannya, dia melandasi idenya dengan penelitian. Soyo banyak menggandeng ahli dan peneliti dari berbagai bidang.

Hasilnya tak kalah mengejutkan pula. Dia menemukan bahwa ada banyak TPA di Korea Selatan yang mendapat penanganan serupa. Ini terjadi bukan hanya di TPA besar, melainkan juga TPA kecil. Dalam penelitiannya, tercatat ada 1.170 TPA yang ditangani secara sembarangan.

Tak sampai di situ, Soyo bersama peneliti lain juga mencoba mengambil sampel. Mereka menggali tanah bekas TPA dengan pipa sepanjang 1 meter. Rupanya, butuh 18 pipa untuk sampai ke titik terbawah dari timbunan sampah tersebut.

Ketika pipa-pipa itu diangkat, Soyo dan para peneliti menemukan tanah yang telah tercampur dengan sampah. Tanahnya berwarna hitam. Di sela-sela tanah, terdapat banyak jenis sampah yang masih bertahan.

“Jadi, di dalam itu ada sampah yang bisa membusuk, ada pula yang tidak. Kita benar-benar tidak bisa memandang pengelolaan sampah di TPA dalam kesimpulan satu arah,” imbuhnya.
 

Proses kreatif seniman Soyo Lee gabungkan penelitian ilmiah dengan perspektif seni (Sumber gambar: Tangkapan layar diskusi Lecture Series #3 On Korea-Indonesia Contemporary Art bertajuk Art & Nature)

Proses kreatif seniman Soyo Lee gabungkan penelitian ilmiah dengan perspektif seni (Sumber gambar: Tangkapan layar diskusi Lecture Series #3 On Korea-Indonesia Contemporary Art bertajuk Art & Nature)


Pipa-pipa penuh sampah itu kemudian diteliti oleh peneliti. Mereka menemukan beberapa fakta menarik. Tak hanya dari timbunan jenis sampah, tetapi juga kehadiran mikroorganisme yang mencoba mengurai beberapa jenis sampah di dalamnya.

Soyo mengatakan setelah penelitian selesai, sampah sisanya kemudian dimanfaatkan oleh dirinya untuk menjadi material di karya seninya. Dengan teliti, dia kemudian memisahkan material sampah dengan tanah.

Dia juga membersihkannya. Pipa-pipa yang tadinya berukuran 1 meter dipotongnya lagi jadi 10 cm agar pembersihan lebih mudah.

“Saya melakukannya dalam dua tahun, penggaliannya pada 2021 dan saya memamerkannya pada 2023 lalu,” jelasnya.

Dari tumpukan sampah-sampah yang ditemukannya, Soyo kemudian meramunya ke dalam bentuk-bentuk visual baru. Salah satu yang menarik adalah sampah pecahan beling yang dibingkai dengan bentuk bulat.
 

Proses kreatif seniman Soyo Lee gabungkan penelitian ilmiah dengan perspektif seni (Sumber gambar: Tangkapan layar diskusi Lecture Series #3 On Korea-Indonesia Contemporary Art bertajuk Art & Nature)

Proses kreatif seniman Soyo Lee gabungkan penelitian ilmiah dengan perspektif seni (Sumber gambar: Tangkapan layar diskusi Lecture Series #3 On Korea-Indonesia Contemporary Art bertajuk Art & Nature)


Beling-beling yang terperangkap di bingkai bulat itu disusun sedemikian rupa menjadi instalasi yang unik. Dari jauh, beling tersebut tampak seperti sebuah tanaman berbentuk aneh di dalam pot berbentuk bulat.

Dalam karyanya, Soyo memanfaatkan hampir seluruh jenis sampah. Tak hanya pecahan kaca, dia juga meramu plastik, sterofom, kain, karet, menjadi bentuk baru ke dalam bentuk-bentuk baru.

Lewat karya-karya tersebut, Soyo seolah sedang mempertontonkan bagaimana sebuah peradaban berjalan, terutama dalam memandang sampah. Di satu sisi, karya tersebut juga menampilkan kekuatan alam bekerja dan menyambut apa yang telah diperbuat manusia.

Baca juga:  ArtMoments Jakarta 2024 Resmi Dibuka, Hadirkan Karya Seniman Indonesia & Mancanegara

Editor: Puput Ady Sukarno

SEBELUMNYA

3 Aroma Parfum Lokal yang Terinspirasi dari Hari Kemerdekaan Indonesia

BERIKUTNYA

WHO Deklarasikan Monkeypox dalam Status Darurat Kesehatan Global

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: