Material Resin Pikat Seniman Kontemporer Indonesia Sejak 1980-an
16 August 2024 |
06:00 WIB
Resin telah lama dipakai sebagai material alternatif dalam pembuatan karya seni, khususnya bagi seniman-seniman kontemporer. Sebagai material karya seni, resin memang punya daya pikat yang berbeda dan kerap jadi medium eksplorasi baru para seniman muda.
Resin punya banyak keunikan. Dalam seni lukis berbahan resin, material ini mampu membantu seniman dalam menciptakan dimensi dan kedalaman yang luar biasa pada kanvasnya. Lapisan resin yang transparan juga menciptakan efek visual yang menarik, memikat, dan menambah dimensi.
Peneliti sekaligus Co-founder Institut Konservasi Laila Nurul Fitriani mengatakan unsaturated polyester resin atau resin adalah salah satu material yang banyak digunakan oleh seniman-seniman kontemporer, tak hanya di luar negeri, tetapi juga di Indonesia.
Baca juga: Eksplorasi Unik Seniman Arin Sunaryo Berkarya dengan Material Resin
Sejak beredar di pasaran sekitar 1950-an, tak butuh waktu lama bagi resin untuk digemari para seniman. Kala itu, resin banyak dipakai sebagai medium eksplorasi karya yang baru dan berbeda dari yang sebelumnya ada.
Dalam lanskap global, seniman yang kerap menggunakan resin untuk berkarya adalah De Wain Valentine. Dia pernah menggunakan 1.500 kilogram resin untuk membuat karya setinggi 3,5 meter bertajuk Gray Column.
Dalam membuat karya yang cukup ambisius itu, De Wain bahkan mesti bekerja sama dengan ilmuan dan produsen resin untuk membuat resin khusus pada karyanya. Karyanya pun jadi perbincangan dan membuat diskusi mengenai material resin mulai makin meluas.
Perbincangan mengenai resin itu akhirnya sampai pula ke Indonesia. Seniman-seniman Indonesia pun mulai bereksplorasi pada material tersebut pada karya-karyanya.
“Tercatat, seniman Indonesia mulai menggunakan resin pada era 1980-an. Saat itu, 1989 terdapat empat orang seniman yang membuat patung figuratif dari resin, kemudian dipamerkan di Australia & Regions Artists Exchange,” ujar Laila dalam diskusi Material Seni, Proses Pembuatan, dan Maknanya yang digelar Indonesian Heritage Agency, Rabu (14/8/2024).
Hingga hari ini, material resin masih banyak digunakan oleh seniman-seniman Indonesia. Resin juga menjadi salah satu bagian penting dalam perkembangan seniman-seniman kontemporer di dalam negeri.
Laila mengatakan ada beberapa alasan yang membuat resin banyak dipakai oleh seniman kontemporer dalam berkarya. Hal ini dikarenakan sifatnya yang fleksibel, baik dari segi bentuk maupun pewarnaannya.
Kemudian, resin juga menjadi menarik karena sifatnya yang mampu memberikan efek menyerupai material konvensional, seperti logam, batu, dan sebagainya.
Misalnya, dalam karya seniman Alfiah Rahdini berjudul Sri Naura Paramita (2021), sang seniman meramu resin menjadi bentuk yang mirip seperti batuan candi. Seniman Nurrachmat Widyasena juga mengeksplorasi resin dengan apik dan meleburkannya dengan desain grafis di karyanya berjudul QE N-C Series (2024).
Namun, meski resin punya sifat unik bisa meniru material konvensial, bahan ini juga tetap punya kelemahan. Dalam sebuah eksperimen, Laila mencoba melakukan uji penuaan dan mengekspos sampel karya seni dengan suhu tinggi yang mengandung UV.
Pada hasil scanning yang dilakukan, Laila mengatakan terdapat data-data unik yang menunjukkan grafik naik dan turun yang menarik. Kondisi ketidakstabilan ini erat kaitannya dengan pemotongan rantai polimer.
Artinya, secara kekuatan fisik, terlihat terjadi gejalan penurunan kekuatan fisik pada material resin setelah dilakukan pengetesan. Ini membuat resin meski terlihat kuat, sebenarnya belum bisa menggantikan material konvensional.
Dari segi warna, secara kasat mata sebenarnya tidak terlalu terlihat perubahannya. Namun, pada satu jenis pengetesan yang menggunakan resin bening, perubahan warna itu terlihat. Eksposur UV dan suhu juga pada akhirnya mampu mengubah warna resin.
“Dari eksperimen ini dapat disimpulkan degradasi pada objek dan material ini dapat diakibatkan oleh radiasi UV. Dalam penelitian lain, disebutkan air dan oksigen juga berpengaruh pada degradasi pada resin,” imbuhnya.
Menurut Laila, proses degradasi sebenarnya akan berlangsung lama. Namun, bisa dipercepat kalau sebuah karya resin disimpan di cuaca yang ekstrem.
Untuk meminimalisir hal tersebut, Laila menyarankan agar seniman lebih memahami material yang digunakan. Selain itu, seniman juga mesti menggunakan teknik yang benar sehingga kualitas karya bisa lebih baik.
Laila juga menyarankan agar seniman mencatat material yang digunakan. Tulisan tersebut tidak harus selalu dibuka untuk publik, tetapi catatan ini akan menjadi penting di masa depan. Terlebih, jika kemudian karya resin sang seniman akan dikonservasi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Resin punya banyak keunikan. Dalam seni lukis berbahan resin, material ini mampu membantu seniman dalam menciptakan dimensi dan kedalaman yang luar biasa pada kanvasnya. Lapisan resin yang transparan juga menciptakan efek visual yang menarik, memikat, dan menambah dimensi.
Peneliti sekaligus Co-founder Institut Konservasi Laila Nurul Fitriani mengatakan unsaturated polyester resin atau resin adalah salah satu material yang banyak digunakan oleh seniman-seniman kontemporer, tak hanya di luar negeri, tetapi juga di Indonesia.
Baca juga: Eksplorasi Unik Seniman Arin Sunaryo Berkarya dengan Material Resin
Sejak beredar di pasaran sekitar 1950-an, tak butuh waktu lama bagi resin untuk digemari para seniman. Kala itu, resin banyak dipakai sebagai medium eksplorasi karya yang baru dan berbeda dari yang sebelumnya ada.
Diskusi Material Seni, Proses Pembuatan, dan Maknanya yang digelar Indonesian Heritage Agency, Rabu (14/8/2024).
Dalam lanskap global, seniman yang kerap menggunakan resin untuk berkarya adalah De Wain Valentine. Dia pernah menggunakan 1.500 kilogram resin untuk membuat karya setinggi 3,5 meter bertajuk Gray Column.
Dalam membuat karya yang cukup ambisius itu, De Wain bahkan mesti bekerja sama dengan ilmuan dan produsen resin untuk membuat resin khusus pada karyanya. Karyanya pun jadi perbincangan dan membuat diskusi mengenai material resin mulai makin meluas.
Perbincangan mengenai resin itu akhirnya sampai pula ke Indonesia. Seniman-seniman Indonesia pun mulai bereksplorasi pada material tersebut pada karya-karyanya.
“Tercatat, seniman Indonesia mulai menggunakan resin pada era 1980-an. Saat itu, 1989 terdapat empat orang seniman yang membuat patung figuratif dari resin, kemudian dipamerkan di Australia & Regions Artists Exchange,” ujar Laila dalam diskusi Material Seni, Proses Pembuatan, dan Maknanya yang digelar Indonesian Heritage Agency, Rabu (14/8/2024).
Hingga hari ini, material resin masih banyak digunakan oleh seniman-seniman Indonesia. Resin juga menjadi salah satu bagian penting dalam perkembangan seniman-seniman kontemporer di dalam negeri.
Laila mengatakan ada beberapa alasan yang membuat resin banyak dipakai oleh seniman kontemporer dalam berkarya. Hal ini dikarenakan sifatnya yang fleksibel, baik dari segi bentuk maupun pewarnaannya.
Kemudian, resin juga menjadi menarik karena sifatnya yang mampu memberikan efek menyerupai material konvensional, seperti logam, batu, dan sebagainya.
Diskusi Material Seni, Proses Pembuatan, dan Maknanya yang digelar Indonesian Heritage Agency, Rabu (14/8/2024).
Misalnya, dalam karya seniman Alfiah Rahdini berjudul Sri Naura Paramita (2021), sang seniman meramu resin menjadi bentuk yang mirip seperti batuan candi. Seniman Nurrachmat Widyasena juga mengeksplorasi resin dengan apik dan meleburkannya dengan desain grafis di karyanya berjudul QE N-C Series (2024).
Namun, meski resin punya sifat unik bisa meniru material konvensial, bahan ini juga tetap punya kelemahan. Dalam sebuah eksperimen, Laila mencoba melakukan uji penuaan dan mengekspos sampel karya seni dengan suhu tinggi yang mengandung UV.
Pada hasil scanning yang dilakukan, Laila mengatakan terdapat data-data unik yang menunjukkan grafik naik dan turun yang menarik. Kondisi ketidakstabilan ini erat kaitannya dengan pemotongan rantai polimer.
Artinya, secara kekuatan fisik, terlihat terjadi gejalan penurunan kekuatan fisik pada material resin setelah dilakukan pengetesan. Ini membuat resin meski terlihat kuat, sebenarnya belum bisa menggantikan material konvensional.
Dari segi warna, secara kasat mata sebenarnya tidak terlalu terlihat perubahannya. Namun, pada satu jenis pengetesan yang menggunakan resin bening, perubahan warna itu terlihat. Eksposur UV dan suhu juga pada akhirnya mampu mengubah warna resin.
“Dari eksperimen ini dapat disimpulkan degradasi pada objek dan material ini dapat diakibatkan oleh radiasi UV. Dalam penelitian lain, disebutkan air dan oksigen juga berpengaruh pada degradasi pada resin,” imbuhnya.
Diskusi Material Seni, Proses Pembuatan, dan Maknanya yang digelar Indonesian Heritage Agency, Rabu (14/8/2024).
Menurut Laila, proses degradasi sebenarnya akan berlangsung lama. Namun, bisa dipercepat kalau sebuah karya resin disimpan di cuaca yang ekstrem.
Untuk meminimalisir hal tersebut, Laila menyarankan agar seniman lebih memahami material yang digunakan. Selain itu, seniman juga mesti menggunakan teknik yang benar sehingga kualitas karya bisa lebih baik.
Laila juga menyarankan agar seniman mencatat material yang digunakan. Tulisan tersebut tidak harus selalu dibuka untuk publik, tetapi catatan ini akan menjadi penting di masa depan. Terlebih, jika kemudian karya resin sang seniman akan dikonservasi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.