Fakta Penting Gempa Megathrust yang Jadi Ancaman Nyata di Indonesia
14 August 2024 |
16:02 WIB
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut gempa megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu. Peringatan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, ketika menyinggung kekhawatiran ilmuwan Indonesia soal seismic gap Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut.
Mengutip dari situs Departemen Geografi Lingkungan UGM, seismic gap merupakan wilayah di sepanjang batas lempeng aktif yang tidak mengalami gempa besar atau gempa selama lebih dari 30 tahun. Seismic gap perlu diwaspadai karena dapat berpotensi menimbulkan gempa besar, dan biasanya terjadi dalam jangka waktu ulang 400 tahun.
BMKG memperkirakan Megathrust Selat Sunda bisa memicu gempa dahsyat dengan kekuatan maksimal M8,7 dan Megathrust Mentawai-Siberut dengan kekuatan mencapai M8,9. "Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikatakan tinggal menunggu waktu, karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," kata Daryono dalam pernyataan resminya.
Baca juga: 5 Fakta Gempa di Jepang 1 Januari 2024, Potensi Tsunami hingga Kondisi WNI
Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG menyebut sudah menyiapkan system monitoring, processing dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat.
Termasuk, memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, dan evakuasi berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai dan infrastruktur kritis (pelabuhan dan bandara pantai). Semua itu dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS) dan Pembentukan Masyarakat Siaga tsunami (Tsunami Ready Community).
"Harapan kami, semoga upaya kita dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami dapat berhasil dengan dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim," kata Daryono.
Mengutip dari situs resmi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta, megathrust ialah istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal.
Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng, yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa. Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting).
"Jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup bidang kontak antarlempeng. Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai patahan naik yang besar, yang kini populer disebut sebagai Zona Megathrust," demikian tulis BPBD.
Zona megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia. Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba; Subduksi Banda; Subduksi Lempeng Laut Maluku; Subduksi Sulawesi; Subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua.
Saat ini, segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya. Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.
Sebagai sumber gempa, zona megathrust dapat membangkitkan gempa berbagai magnitudo dan kedalaman. Berdasarkan hasil monitoring BMKG, tercatat lebih banyak gempa kecil yang terjadi di zona megathrust, meskipun zona megathrust dapat memicu gempa besar.
Terdapat 3 segmentasi megathrust yang ada di Samudra Hindia selatan Jawa yakni Segmen Jawa Timur, Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan Segmen Banten-Selat Sunda. Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M8,7.
Baca juga: Waspada Dampak Gempa Bumi, Ini Langkah Penting yang Harus Diketahui
Kendati demikian, jika skenario model dibuat dengan asumsi dua segmen megathrust yang bergerak secara simultan, maka magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari 8,7.
"Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case) bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat, sehingga kapan terjadinya tidak ada satu pun orang yang tahu. Untuk itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi," demikian tulis BPBD.
Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa terbilang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas). Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700, zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali mengalami aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake).
Gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa tercatat sudah terjadi sebanyak 8 kali, yaitu: tahun 1903 dengan kekuatan M7,9, 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8) dan 2009 (M7,3).
Sementara itu, gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali yaitu tahun 1780 dengan kekuatan mencapai M8,5, 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1). Sedangkan untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa.
Editor: Fajar Sidik
Mengutip dari situs Departemen Geografi Lingkungan UGM, seismic gap merupakan wilayah di sepanjang batas lempeng aktif yang tidak mengalami gempa besar atau gempa selama lebih dari 30 tahun. Seismic gap perlu diwaspadai karena dapat berpotensi menimbulkan gempa besar, dan biasanya terjadi dalam jangka waktu ulang 400 tahun.
BMKG memperkirakan Megathrust Selat Sunda bisa memicu gempa dahsyat dengan kekuatan maksimal M8,7 dan Megathrust Mentawai-Siberut dengan kekuatan mencapai M8,9. "Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikatakan tinggal menunggu waktu, karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," kata Daryono dalam pernyataan resminya.
Baca juga: 5 Fakta Gempa di Jepang 1 Januari 2024, Potensi Tsunami hingga Kondisi WNI
Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG menyebut sudah menyiapkan system monitoring, processing dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat.
Termasuk, memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, dan evakuasi berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai dan infrastruktur kritis (pelabuhan dan bandara pantai). Semua itu dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS) dan Pembentukan Masyarakat Siaga tsunami (Tsunami Ready Community).
"Harapan kami, semoga upaya kita dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami dapat berhasil dengan dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim," kata Daryono.
Apa Itu Megathrust
Mengutip dari situs resmi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta, megathrust ialah istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal.Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng, yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa. Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting).
"Jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup bidang kontak antarlempeng. Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai patahan naik yang besar, yang kini populer disebut sebagai Zona Megathrust," demikian tulis BPBD.
Zona Megathrust di Indonesia
Zona megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia. Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba; Subduksi Banda; Subduksi Lempeng Laut Maluku; Subduksi Sulawesi; Subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua.Saat ini, segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya. Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.
Sebagai sumber gempa, zona megathrust dapat membangkitkan gempa berbagai magnitudo dan kedalaman. Berdasarkan hasil monitoring BMKG, tercatat lebih banyak gempa kecil yang terjadi di zona megathrust, meskipun zona megathrust dapat memicu gempa besar.
Terdapat 3 segmentasi megathrust yang ada di Samudra Hindia selatan Jawa yakni Segmen Jawa Timur, Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan Segmen Banten-Selat Sunda. Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M8,7.
Baca juga: Waspada Dampak Gempa Bumi, Ini Langkah Penting yang Harus Diketahui
Kendati demikian, jika skenario model dibuat dengan asumsi dua segmen megathrust yang bergerak secara simultan, maka magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari 8,7.
"Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case) bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat, sehingga kapan terjadinya tidak ada satu pun orang yang tahu. Untuk itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi," demikian tulis BPBD.
Sejarah Gempa Megathrust di Indonesia
Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa terbilang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas). Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700, zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali mengalami aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake).Gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa tercatat sudah terjadi sebanyak 8 kali, yaitu: tahun 1903 dengan kekuatan M7,9, 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8) dan 2009 (M7,3).
Sementara itu, gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali yaitu tahun 1780 dengan kekuatan mencapai M8,5, 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1). Sedangkan untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.