Seorang pengunjung menikmati koleksi arca di Museum Nasional (Sumber foto: JIBI/Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)

Indonesia Perlu Lebih Aktif Menggencarkan Repatriasi Benda Bersejarah

14 August 2024   |   13:34 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Pemulangan benda-benda bersejarah milik Indonesia dari Belanda, yang jumlahnya sangat banyak, perlu dilandasi dari modalitas yang setara. Faktor daya tawar yang setara akan menjadikan repatriasi sebagai momentum besar memerdekakan perspektif Bangsa dari narasi-narasi kolonial.

Dalam dekade terakhir, isu repatriasi atau pemulangan benda-benda bersejarah memang tengah menguat, baik di dunia internasional maupun dalam negeri. Dalam beberapa waktu ke belakang, mulai ramai sejumlah negara menuntut haknya kembali, terutama pemulangan benda-benda bersejarah yang sempat dijarah pada era kolonial.

Baca juga: Eksklusif Ahmad Mahendra: Pameran Repatriasi 2024 Suguhkan Koleksi Lebih Lengkap

Menurut sejarawan Christopher Reinhart, isu repatriasi ini tengah menjadi perhatian global. Hal ini tak lepas dari paham dekolonialisasi yang juga tengah merebak. Di Indonesia, isu repatriasi juga menjadi perhatian seirus. Setahun terakhir, terdapat 472 benda purbakala yang berhasil dipulangkan ke Tanah Air. Benda-benda bersejarah itu juga sempat dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia.

Namun, jika menilik lebih jauh, upaya repatriasi Indonesia-Belanda tidak hanya terjadi baru-baru ini. Sejak awal kemerdekaan, dalam beberapa babak, pemulangan benda bersejarah ke Indonesia juga telah diupayakan.

Bagi Reinhart, menguatnya isu repatriasi dan mulai munculnya kesadaran akan hal tersebut merupakan satu indikasi yang bagus. Akan tetapi, dia menyayangkan bahwa pandangan tentang repatriasi masih kerap inisiatifnya datang dari Belanda. Ke depan, ini harus diubah.

“Secara fenomena ini bagus, kita mendapatkan koleksi Indonesia lagi. Tapi, sayang sekali, kalau pandangan awalnya masih kerap datang dari Belanda,” ujar Reinhart.

Menurutnya, saat ini Indonesia mesti lebih berperan aktif dalam menuntut hak-haknya. Alih-alih hanya menunggu, dorongan dialog yang lebih gencar akan membuat proses repatriasi jadi lebih berjalan dinamis.

Sebab, sekarang ini beberapa negara yang mengalami hal serupa, seperti di Afrika, juga tengah aktif melakukan hal tersebut. Mereka bahkan telah lebih gencar dalam berdiplomasi.

Ada konsekuensi khusus jika ide pemulangan benda purbakala ini selalu datang dari Belanda, bukan Indonesia. Kondisi ini bisa membuat dunia internasional melihat dua hal.

Pertama, Belanda akan dicap lebih bermoral karena dianggap peduli dan sudah selesai dengan diskursus kolonial. Kedua, Indonesia bisa dianggap acuh karena seolah kita tidak peduli.

“Pada akhirnya, Belanda juga merasa itu. Sekarang skema yang ditawarkan kan juga berubah. Dari awalnya memberikan, sekarang jadi “kalau kalian mau, silakan minta, kami punya list-nya’,” imbuhnya.

Dengan skema tersebut, Reinhart mengatakan progres repatriasi ke depan dinilainya akan berjalan lebih cair. Peneliti Indonesia dan Belanda bisa saling duduk dan mendiskusikan repatriasi dari data yang dipunya masing-masing.


Isu Perpindahan Kekuasaan Tak Jadi Penghalang

Baik di Indonesia maupun Belanda, saat ini dalam masa pergantian kekuasaan. Hal itu membuat kedua negara sedang berada pada masa transisi dari pemerintahan lama ke pemerintahan baru.

Terkait isu pergantian kekuasaan yang saat ini terjadi di Indonesia dan Belanda, Reinhart menilai tak akan terlalu berdampak signifikan. Meski Belanda saat ini dipimpin partai sayap kanan ekstrem, sejauh ini belum ada perubahan yang signifikan.

Reinhart mengatakan, saat ini di Belanda mulai muncul kesadaran akan masa lalu. Dekolonialisasi jadi hal penting yang menjadi diskursus bersama. Menurut Reinhart, isu repatriasi saat ini juga sudah menjadi diskursus yang penting, baik bagi Belanda maupun Indonesia.

Baca juga: Benda Bersejarah Hasil Repatriasi Amerika-Indonesia Kini Sudah Diverifikasi

Program repatriasi juga sudah masuk ke dalam tataran kebijakan negara. Dengan demikian, seharusnya proses repatriasi kedua negara ini bisa tetap berjalan meskipun berganti kepemimpinan, kecuali terjadi suatu hal luar biasa.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

20 Referensi Ucapan & Link Twibbon Hari Pramuka 2024

BERIKUTNYA

Waspadai Retina Mata Robek: Penyebab, Gejala, dan Cara Menghindari Kebutaan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: