Begini Komentar Arsitek tentang Desain Istana Garuda di IKN
14 August 2024 |
09:25 WIB
Desain Istana Negara di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara menjadi sorotan dan perbincangan publik, sejak pemerintah berencana melaksanakan upacara peringatan HUT RI perdana di ibu kota baru. Desain Istana Negara mendapatkan ragam tanggapan dari berbagai kalangan, tak terkecuali dari kalangan arsitek dan asosiasi.
Ada beberapa hal yang dinilai kurang pas dalam pembangunan Istana Negara, mulai dari pelaksanaannya yang bukan dilakukan oleh arsitek profesional, minimnya keterlibatan dan partisipasi publik dalam proses perancangan dan pembangunannya, hingga desain bangunannya yang dinilai hanya mengedepankan simbol-simbol kemegahan nonfungsional.
Baca juga: Istana Garuda IKN & Simbol Karya Seni Monumental dalam Merespons Ruang
Hal itu mendapatkan sorotan oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Ketua Badan Media Publikasi & Kemitraan IAI Theresia Asri W. Purnomo mengatakan praktik arsitekural yang meliputi perencanaan, perancangan, pengawasan, dan/atau pengkajian untuk bangunan gedung dan lingkungannya, merupakan tanggung jawab dan wewenang dari seorang arsitek.
Hal itu merujuk pada Undang-Undang No. 6/ 2017 tentang Arsitek dan Peraturan Pemerintah No. 15/ 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6/ 2017. Dari rujukan tersebut, IAI menilai gagasan abstrak dari sebuah bangunan Istana Negara IKN dapat datang dari siapa saja.
Namun, sebagai sebuah gagasan abstrak, apabila akan diwujudkan menjadi rancangan arsitektur, maka penyelenggaraannya harus melalui kajian-kajian ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni secara utuh dalam menggubah ruang dan lingkungan yang memenuhi kaidah fungsi, kaidah konstruksi, dan kaidah estetika serta memenuhi kriteria keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
Apalagi, sebuah Istana Negara merupakan bangunan publik yang juga berstatus bangunan negara. Untuk memastikan kriteria-kriteria tersebut dipenuhi, kegiatan perencanaan dan perancangannya harus dilakukan dan dipimpin oleh arsitek yang kompeten, yang dibuktikan dengan kepemilikan Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) dan lisensi sesuai peraturan yang berlaku.
"Karya arsitektur merupakan produk praktik arsitek yang berkonsekuensi hukum. Dalam hal ini, arsitek adalah orang yang tidak hanya mampu dan berhak melakukan praktik arsitek, namun juga yang akan menjadi penanggung jawab karya arsitektur tersebut. Jadi bukan hanya tentang siapa yang berhak atau sekadar mampu, tetapi siapa yang wajib bertanggung jawab," terang Theresia.
Baca juga: Kurator Bambang Asrini Sebut Desain Istana Negara IKN Kurang Menggali Lokalitas Kalimantan
Praktisi desain sekaligus pendiri heh.studio Andhes Tomo menilai terdapat kekeliruan dalam pemahaman publik bahwa desain dan pembangunan Istana Negara di IKN selama ini dilakukan oleh arsitek. Padahal sebaliknya, desain Istana Negara di IKN yang berbentuk burung Garuda sedang mengepakkan sayap ialah karya dari Nyoman Nuarta yang selama ini dikenal sebagai perupa.
Menurutnya proses rancang bangun harus dilakukan oleh arsitek yang mengantongi lisensi dan kompetensi, sesuai dengan undang-undang profesi arsitek. Kalau pun ingin melibatkan pihak non-arsitek dalam konsep desainnya, itu boleh saja. Tetapi, harus jelas siapa saja arsitek yang terlibat.
"Jadi bentuknya mungkin membentuk tim. Jadi, oh seniman ini terlibat dalam tahapan konsep. Itu boleh. Tapi dia tidak boleh disebut sebagai arsitek. Sekarang kan arsiteknya enggak muncul itu di IKN siapa, yang muncul itu pihak non-arsitek yang disebut sebagai arsitek," katanya kepada Hypeabis.id, Selasa (13/8/2024).
Andhes juga menilai bahwa bentuk burung Garuda yang menjadi desain utama di Istana Negara di IKN hanya mengedepankan aspek-aspek nonfungsional. Menurutnya, desain tersebut tidak mengikuti perkembangan dunia arsitektural yang kini cenderung mengedepankan nilai-nilai ramah lingkungan, minim energi, serta menonjolkan fungsi ataupun teknologi.
"Desain-desain yang masih berbicaranya tentang simbolisasi, tentang nampak gagah, nampak mewah, atau nampak berwibawa, itu narasi yang sebenarnya sudah tidak terlalu dijadikan pertimbangan utama lagi. Itu mungkin era 60-an sampai 70-an," ucapnya.
Baca juga: 5 Fakta Menarik Istana Garuda di IKN yang Disebut Mirip Kelelawar
Seperti diketahui, Istana Garuda di IKN berdiri di kawasan Istana Kepresidenan Nusantara yang dibangun di lahan seluas 55,7 hektare dengan luas tapak 334.200 meter persegi. Istana Garuda dirancang dengan desain burung garuda yang sedang mengepakkan sayap, sebagai simbol persatuan sekaligus lambang negara.
"Presiden akan berkantor di Istana Garuda, seolah berada di garis depan untuk memimpin bangsa ini menggapai cita-cita, keadilan sosial, kemakmuran bersama. Secara simbolik, peran ini mengandung bahasa keindahan, keramahtamahan, keteduhan kemandirian, serta kewibawaan sebagai pemimpin bangsa yang besar," kata seniman Nyoman Nuarta dikutip dari situs Kemenparekraf RI.
Andhes justru menyayangkan desain burung Garuda yang ditonjolkan sebagai simbolisasi dalam desain istana negara, yang menurutnya hanya mengedepankan aspek nonfungsional. Apalagi, desain burung Garuda di Istana Negara juga dibangun dengan material yang menelan anggaran besar dan tidak ramah lingkungan, seperti kerangka baja, cangkang dari tembaga, kuningan, galyalum dan kaca.
Padahal menurut dia, ini bisa menjadi kesempatan besar untuk menampilkan pencapaian bangsa Indonesia terkat teknologi rancang bangun. "Misalnya penggunaan material yang ramah lingkungan atau bagaimana bangunan itu merespons iklin tropis atau teknologi antigempa. Jadi kayak ada banyak hal yang akhirnya tertutup narasinya," kata pria yang juga berprofesi sebagai peneliti perkotaan tersebut.
Baca juga: Mengintip Desain Bandara VVIP di IKN, Usung Konsep Green Airport & Kental Budaya khas Kalimantan
Senada, Theresia menuturkan Istana Negara di IKN yang akan menjadi rumah bagi lembaga Kepresidenan Republik Indonesia dan salah satu wajah Indonesia di mata dunia, sudah sepantasnya secara konsisten berkomitmen dan mengekspresikan semangat untuk menyelamatkan masa depan dari dampak perubahan iklim global, melalui seluruh aspek rancangannya.
Hal tersebut meliputi mulai dari gagasan bentukn, penataan program fungsi ruang, penataan tapak, pemilihan bahan, penggunaan energi, penggunaan sistem utilitas, hingga pemeliharaan serta sensitivitasnya terhadap masalah sosial budaya.
Pasalnya, kegiatan konstruksi termasuk penyelenggaraan bangunan gedung, merupakan salah satu konsumen terbesar penggunaan energi tak terbarukan, penyumbang gas rumah kaca, penghasil sampah, serta perusak habitat terbesar di muka Bumi.
Menurut Theresia, rancangan arsitektur Istana Negara IKN yang berpotensi meningkatkan optimisme, kesadaran dan pengetahuan akan isu lingkungan hidup, memerlukan sensibilitas tinggi mengenai nilai-nilai yang pantas untuk dirayakan dan ekspresi-ekspresi yang patut dihindari.
Baca juga: Cerita Seniman Nyoman Nuarta Pilih Desain Burung Garuda untuk Istana Kepresidenan di IKN
"Seluruh aspek dan pemikiran tersebut perlu disiapkan agar Istana Negara IKN dapat relevan dengan masanya, serta mencerminkan sikap tegas Indonesia menuju perancangan yang berkelanjutan di masa mendatang," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Ada beberapa hal yang dinilai kurang pas dalam pembangunan Istana Negara, mulai dari pelaksanaannya yang bukan dilakukan oleh arsitek profesional, minimnya keterlibatan dan partisipasi publik dalam proses perancangan dan pembangunannya, hingga desain bangunannya yang dinilai hanya mengedepankan simbol-simbol kemegahan nonfungsional.
Baca juga: Istana Garuda IKN & Simbol Karya Seni Monumental dalam Merespons Ruang
Hal itu mendapatkan sorotan oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Ketua Badan Media Publikasi & Kemitraan IAI Theresia Asri W. Purnomo mengatakan praktik arsitekural yang meliputi perencanaan, perancangan, pengawasan, dan/atau pengkajian untuk bangunan gedung dan lingkungannya, merupakan tanggung jawab dan wewenang dari seorang arsitek.
Hal itu merujuk pada Undang-Undang No. 6/ 2017 tentang Arsitek dan Peraturan Pemerintah No. 15/ 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6/ 2017. Dari rujukan tersebut, IAI menilai gagasan abstrak dari sebuah bangunan Istana Negara IKN dapat datang dari siapa saja.
Namun, sebagai sebuah gagasan abstrak, apabila akan diwujudkan menjadi rancangan arsitektur, maka penyelenggaraannya harus melalui kajian-kajian ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni secara utuh dalam menggubah ruang dan lingkungan yang memenuhi kaidah fungsi, kaidah konstruksi, dan kaidah estetika serta memenuhi kriteria keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
Apalagi, sebuah Istana Negara merupakan bangunan publik yang juga berstatus bangunan negara. Untuk memastikan kriteria-kriteria tersebut dipenuhi, kegiatan perencanaan dan perancangannya harus dilakukan dan dipimpin oleh arsitek yang kompeten, yang dibuktikan dengan kepemilikan Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) dan lisensi sesuai peraturan yang berlaku.
"Karya arsitektur merupakan produk praktik arsitek yang berkonsekuensi hukum. Dalam hal ini, arsitek adalah orang yang tidak hanya mampu dan berhak melakukan praktik arsitek, namun juga yang akan menjadi penanggung jawab karya arsitektur tersebut. Jadi bukan hanya tentang siapa yang berhak atau sekadar mampu, tetapi siapa yang wajib bertanggung jawab," terang Theresia.
Baca juga: Kurator Bambang Asrini Sebut Desain Istana Negara IKN Kurang Menggali Lokalitas Kalimantan
Praktisi desain sekaligus pendiri heh.studio Andhes Tomo menilai terdapat kekeliruan dalam pemahaman publik bahwa desain dan pembangunan Istana Negara di IKN selama ini dilakukan oleh arsitek. Padahal sebaliknya, desain Istana Negara di IKN yang berbentuk burung Garuda sedang mengepakkan sayap ialah karya dari Nyoman Nuarta yang selama ini dikenal sebagai perupa.
Menurutnya proses rancang bangun harus dilakukan oleh arsitek yang mengantongi lisensi dan kompetensi, sesuai dengan undang-undang profesi arsitek. Kalau pun ingin melibatkan pihak non-arsitek dalam konsep desainnya, itu boleh saja. Tetapi, harus jelas siapa saja arsitek yang terlibat.
"Jadi bentuknya mungkin membentuk tim. Jadi, oh seniman ini terlibat dalam tahapan konsep. Itu boleh. Tapi dia tidak boleh disebut sebagai arsitek. Sekarang kan arsiteknya enggak muncul itu di IKN siapa, yang muncul itu pihak non-arsitek yang disebut sebagai arsitek," katanya kepada Hypeabis.id, Selasa (13/8/2024).
Desain Nonfungsional
Andhes juga menilai bahwa bentuk burung Garuda yang menjadi desain utama di Istana Negara di IKN hanya mengedepankan aspek-aspek nonfungsional. Menurutnya, desain tersebut tidak mengikuti perkembangan dunia arsitektural yang kini cenderung mengedepankan nilai-nilai ramah lingkungan, minim energi, serta menonjolkan fungsi ataupun teknologi."Desain-desain yang masih berbicaranya tentang simbolisasi, tentang nampak gagah, nampak mewah, atau nampak berwibawa, itu narasi yang sebenarnya sudah tidak terlalu dijadikan pertimbangan utama lagi. Itu mungkin era 60-an sampai 70-an," ucapnya.
Baca juga: 5 Fakta Menarik Istana Garuda di IKN yang Disebut Mirip Kelelawar
Seperti diketahui, Istana Garuda di IKN berdiri di kawasan Istana Kepresidenan Nusantara yang dibangun di lahan seluas 55,7 hektare dengan luas tapak 334.200 meter persegi. Istana Garuda dirancang dengan desain burung garuda yang sedang mengepakkan sayap, sebagai simbol persatuan sekaligus lambang negara.
"Presiden akan berkantor di Istana Garuda, seolah berada di garis depan untuk memimpin bangsa ini menggapai cita-cita, keadilan sosial, kemakmuran bersama. Secara simbolik, peran ini mengandung bahasa keindahan, keramahtamahan, keteduhan kemandirian, serta kewibawaan sebagai pemimpin bangsa yang besar," kata seniman Nyoman Nuarta dikutip dari situs Kemenparekraf RI.
Andhes justru menyayangkan desain burung Garuda yang ditonjolkan sebagai simbolisasi dalam desain istana negara, yang menurutnya hanya mengedepankan aspek nonfungsional. Apalagi, desain burung Garuda di Istana Negara juga dibangun dengan material yang menelan anggaran besar dan tidak ramah lingkungan, seperti kerangka baja, cangkang dari tembaga, kuningan, galyalum dan kaca.
Padahal menurut dia, ini bisa menjadi kesempatan besar untuk menampilkan pencapaian bangsa Indonesia terkat teknologi rancang bangun. "Misalnya penggunaan material yang ramah lingkungan atau bagaimana bangunan itu merespons iklin tropis atau teknologi antigempa. Jadi kayak ada banyak hal yang akhirnya tertutup narasinya," kata pria yang juga berprofesi sebagai peneliti perkotaan tersebut.
Baca juga: Mengintip Desain Bandara VVIP di IKN, Usung Konsep Green Airport & Kental Budaya khas Kalimantan
Senada, Theresia menuturkan Istana Negara di IKN yang akan menjadi rumah bagi lembaga Kepresidenan Republik Indonesia dan salah satu wajah Indonesia di mata dunia, sudah sepantasnya secara konsisten berkomitmen dan mengekspresikan semangat untuk menyelamatkan masa depan dari dampak perubahan iklim global, melalui seluruh aspek rancangannya.
Hal tersebut meliputi mulai dari gagasan bentukn, penataan program fungsi ruang, penataan tapak, pemilihan bahan, penggunaan energi, penggunaan sistem utilitas, hingga pemeliharaan serta sensitivitasnya terhadap masalah sosial budaya.
Pasalnya, kegiatan konstruksi termasuk penyelenggaraan bangunan gedung, merupakan salah satu konsumen terbesar penggunaan energi tak terbarukan, penyumbang gas rumah kaca, penghasil sampah, serta perusak habitat terbesar di muka Bumi.
Menurut Theresia, rancangan arsitektur Istana Negara IKN yang berpotensi meningkatkan optimisme, kesadaran dan pengetahuan akan isu lingkungan hidup, memerlukan sensibilitas tinggi mengenai nilai-nilai yang pantas untuk dirayakan dan ekspresi-ekspresi yang patut dihindari.
Baca juga: Cerita Seniman Nyoman Nuarta Pilih Desain Burung Garuda untuk Istana Kepresidenan di IKN
"Seluruh aspek dan pemikiran tersebut perlu disiapkan agar Istana Negara IKN dapat relevan dengan masanya, serta mencerminkan sikap tegas Indonesia menuju perancangan yang berkelanjutan di masa mendatang," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.