Komika Mo Sidik (Sumber gambar: dok pribadi Mo Sidik)

Eksklusif Komika Mo Sidik: Pentingnya Special Show di dalam Ekosistem Stand up Comedy

06 August 2024   |   14:23 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Mo Sidik bukan nama yang asing lagi di dunia stand up comedy Indonesia. Komika bertubuh tambun ini telah malang melintang menggelar special show atau pertunjukan tunggal spesialnya di berbagai panggung besar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pertunjukan komedi tunggalnya bertajuk Fattitude pada 2017 lalu, telah mengantarkannya berkeliling dunia. Dia tampil di 13 negara berbeda dalam pertunjukan tersebut. Mo menjadi satu dari sedikit komika Indonesia yang bisa menembus panggung komedi global.

Kiprah Mo di dunia stand up comedy telah dibangun lama. Setelah puas berkecimpung di dunia penyiar radio, Mo melanjutkan hidupnya sebagai komika sejak 2011-an. Kala itu, namanya juga sempat menembus lima besar dalam Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) musim pertama.

Baca juga: Eksklusif Onno W. Purbo: Sumber Daya Manusia Jadi Elemen Penting Menangkal Serangan Siber

 
Komika Mo Sidik (Sumber gambar: dok pribadi Mo Sidik)
Lebih dari satu dekade berlalu, eksistensinya di panggung komedi ini masih terjaga. Selain masih menggelar pertunjukan, Mo juga sekarang lebih banyak bergelut di belakang panggung, menjadi mentor bagi terbentuknya komika-komika baru di berbagai ajang kompetisi serupa.

Kecintaannya pada kesenian juga membuatnya nekad membuat Ketawa Comedy Club. Meski kini telah tutup imbas pandemi, Mo rupanya sedang merencanakan hal lain yang lebih besar.

Kepada Hypeabis.id, Mo Sidik berbicara panjang lebar mengenai ekosistem stand up comedy Indonesia saat ini, utamanya iklim special show di tengah makin masifnya komika yang kini tampak lebih banyak berkarya di kesenian lain, seperti film.

Berikut adalah petikan wawancaranya:


Dalam satu dekade terakhir, ada banyak wajah komika yang mewarnai berbagai industri hiburan lain, dari televisi, film, hingga podcast. Mengapa para komika bisa lentur berkarya di berbagai kesenian lain?

Jadi, perlu diketahui, secara fundamental para komika ini sebenarnya adalah penulis. Bedanya komika dengan pelawak lain dengan segala talenta yang dimiliki tentunya, itu biasanya di kebiasaan menulis.

Soal latihan, komika dan pelawak genre lain itu sama. Namun, para komika ini selalu menghasilkan komedinya itu dari tulisan terlebih dahulu. Menulis itu sudah seperti gaya hidup dan kayaknya juga syarat ya bagi komika.

Fondasi ini yang membuat komika diterima dengan tangan terbuka di berbagai industri hiburan, termasuk film, karena mereka juga sedang membutuhkan penulis untuk genre komedi.

Namun, di luar ekspansi para komika ke bidang kesenian lain, iklim komika untuk menghidupi keseniannya sendiri, seperti menggelar stand up special apakah juga masih besar?

Iklim menggelar stand up special maupun pertunjukan tunggal lain masih gede banget. Bagaimana pun, Ernest Prakasa atau Muhadkly Acho misalnya, kalau disuruh manggung, itu tentu masih pecah.

Meskipun beberapa komika ada yang sudah jarang bikin pertunjukan, tetapi saat mereka kangen, pasti akan balik lagi ke atas panggung. Juga effort mereka malah akan lebih maksimal.

Saya belum pernah mendengar, misalnya Kiki, yang sudah sukses di televisi, tetapi pas manggung di stand up comedy jadi garing. Justru, orang-orang ini ketika bikin stand up comedy materinya jadi lebih banyak, tekniknya lebih baik, dan pertunjukannya lebih bagus.

Dengan ngetop di bidang kesenian lain, komika ini justru jadi lebih gampang malah untuk bikin pertunjukan sendiri. Pasalnya, mereka kan jadi lebih mudah menjual tiket dengan harga yang bagus, pengikutnya juga kan sudah lebih banyak dan dikenal luas.

Sejauh ini, tren pertunjukan special show para komika telah menunjukkan hal yang baik atau justru masih kurang ideal?

Dalam tiga tahun ke belakang, pertunjukan special show ini malah lagi ramai-ramainya. Hampir setiap komika sudah berani membuat pertunjukan tunggal mereka sendiri.

Kalau dahulu, biasanya pertunjukan tunggal ini hanya ada di bulan-bulan tertentu saja tuh. Namun, sekarang, hampir setiap bulan selalu ada. Sekarang bisa dibilang sudah lebih intens.

Ini bukan hanya pertunjukan tunggal saja ya, tetapi juga tur stand up comedy. Beberapa bahkan kita menemui ada yang jadwalnya bersamaan di satu kota. Kayak dahulu pernah turnya Pandji Pragiwaksono dan Raditya Dika di bulan yang sama di Bali.

Dari sisi penonton, budaya apresiasi mereka terhadap pertunjukan tunggal ini sudah terbentuk dengan baik ya?

Dari pertama berdiri pada 2011-an, sejak awal stand up comedy itu pertunjukannya jarang ada yang gratis. Ini yang membuat penonton sedari awal belajar dan diedukasi untuk menghargai kesenian ini.

Jadi, mereka memang sudah terbiasa membayar untuk menonton sejak lama. Apresiasinya juga tambah besar, kalau dahulu mungkin berada di range Rp50.000 – Rp.100.000, sekarang Rp250.000 sampai Rp300.000 masih bisa kebeli.

Tak hanya di Jakarta, di beberapa daerah, seperti Medan dan Surabaya, itu juga punya daya beli yang kuat. Ya, ini tergantung juga dengan reputrasi dari si komika, jumlah fans, dan banyak faktor lain.
 

Komika Mo Sidik (Sumber gambar: dok pribadi Mo Sidik)

Komika Mo Sidik (Sumber gambar: dok pribadi Mo Sidik)


Sejauh ini, hanya komika yg sudah terkenal sajakah yang bisa menggelar special show. Atau apa ada tahapan tertentu sebelum menggelar pertunjukan tunggal?

Syarat punya special show itu satu, yakni kita komika harus punya setidaknya 45 menit sampai 1 jam materi komedi yang solid. Solid itu dalam arti sudah pasti lucu.

Jadi, nyari 1 jam materi itu bagaimana caranya? Ya, kita itu latihan. Proses kreatifnya itu di open mic. Kita coba materi baru, nanti yang lucu diambil, yang enggak dibuang. Kita nabung materi itu bisa 5 menit dahulu yang lucu, nanti tambah jadi 10 menit, hingga akhirnya 1 jam lucu.

Setelah itu, komika biasanya akan fokus ke showbiz. Dimulai dari nyari tempat, harga tiket, promosi, dan sebagainya. Ada komika yang melakukan itu sendiri, ada yang pakai EO, atau ada yang secara grup dilakukan.

Seberapa penting special show di mata komika atau juga di dalam skena stand up komedi ini?

Special show itu penting banget di dunia stand up comedy. Ini kayak album bagi musisi. Jadi, kalau misalnya Noah begitu ya, dia mengeluarkan album tiga tahun sekali, komika juga ada yang menggelar special show tiga tahun atau dua tahun sekali.

Album itu atau show ini dipresentasikan di dalam sebuah tur di beberapa kota. Di mata komika, special show itu kayak sebuah achivement deh. Makin banyak special show, komika biasanya akan lebih matang. Jadi, ukuran komika kariernya menanjak atau tidak, salah satunya bisa dilihat dari gelaran special show.

Nantinya, pertunjukan itu juga bisa diolah lagi dan jadi produk digital, bisa tayang di Netlfix, Iflix, Comica, atau digital download lain.

Merekam pertunjukan dan menjualnya di digital download ini jadi bagian untuk memperpanjang nilai ekonominya ya? Bagaimana sistem, royalti, dan apresiasinya?

Betul, ini juga menjadi salah satu cara memperpanjang nilai ekonomi sebuah pertunjukan. Untuk orang-orang yang enggak kebagian tiket atau enggak sempat menonton, mereka bisa membeli versi digitalnya.

Sistemnya ada banyak sih. Ada yang dibuat versi live streaming, ada yang setelah pertunjukan baru dibikin digital download, atau juga bisa dibeli platform OTT, seperti Netflix, Prime, dan lainnya. Apresiasinya relatif sepadanlah, apalagi untuk digital download, karena ini bisa panjang.

Sejak dipopulerkan pada 2011 lalu, seperti apa kondisi ekosistem kesenian stand up comedy di Indonesia sekarang?

Bisa dibilang, ekosistemnya saat ini nyaris sempurna ya. Ada banyak komunitas sebagai tempat komika baru bertumbuh. Senior-seniornya juga banyak yang membantu adik-adiknya begitu. Selain itu, industri televisi dan film juga sangat membantu.

Jadi, stand up comedy ini sudah jadi tuan rumah di negara sendiri, bahkan tamu mempesona di negara lain. Beberapa komika berbahasa Inggris dari Indonesia, itu juga sekarang banyak diapresiasi di luar negeri.

Dalam hal regenerasi, seperti apa proses melahirkan komika-komika baru?  Apakah berjalan dengan baik.

Nah, untuk regenerasi, sepertinya sekarang lagi kurang bagus ya. Karena di televisi itu sekarang lagi enggak terlalu kencang. Kalau zaman dahulu, SUCA itu bagus banget karena secara penonton juga ditonton lebih luas dan beragam.

Kalau SUCI, itu kan agak terbatas ya, dari jumlah kota, jumlah penonton, maupun popularitasnya. Regenerasi itu sekarang masih mengandalkan komunitas, terus siapa yang menonjol gitu. Jadi, memang lagi enggak begitu bagus.
 

Komika Mo Sidik (Sumber gambar: dok pribadi Mo Sidik)

Komika Mo Sidik (Sumber gambar: dok pribadi Mo Sidik)


Anda sempat membuat Ketawa Comedy Club, tetapi kemudian mesti ditutup. Apakah konsep ini masih asing di Indonesia, atau apa pelajaran yang didapat?

Ya, sayang sekali, Ketawa Comedy Club harus ditutup. Namun, kalau dibilang konsepnya asing atau gagal, sebenarnya enggak juga. Karena di 6 bulan pertama itu sukses banget. Acaranya, penontonnya, itu selalu ramai.

Kami tutup itu gara-gara pandemi Covid-19. Sempat kepikiran saat itu untuk mencoba lagi, tetapi lebih besar pasak daripada tuang. Kan zaman itu juga semua dibatasi kan. Itu yang akhirnya sepi dan secara operasional enggak kuat.

Ada niatan untuk membuka Comedy Club Lagi?

Saat ini Ketawa Comedy Club sudah buka lagi di Fatmawati dan sedang soft opening. Rencananya grand opening 2 September 2024. Cuman, mungkin comedy club memang tidak bisa bikin orang kaya ya, lebih ke passion ini. Kalau mau kaya, ini harus serius juga di bisnis restorannya. Kalau di luar negeri, selain dari tiket, comedy club itu hidup dari food and beverage.

Boleh diceritakan proyek terdekat Anda yang terkait dengan dunia stand up comedy?

Ada rencana bikin comedy club di Indonesia. Lalu, ada rencana juga mau bikin comedy club di Inggris bareng partner saya. Kami juga mau mendatangkan komedian luar negeri, seperti Atsuko, Jason Leong, dan lainnya. Lalu, kami juga akan mengkoordinasi turnya komedian, tidak di Indonesia. Ini ada tawaran untuk handle tur di luar negeri.

Baca juga: Eksklusif: Dana Maulana, Kreatif di Balik Desain dan Pelopor Streetwear Danjyo Hiyoji

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Kunto Aji Gelar Tur Perjalanan Menawar Racun di 6 Kota 2 Negara, Cek Harga Tiketnya

BERIKUTNYA

Dampak Cedera ACL yang Menghentikan Langkah Atlet Bulu Tangkis Carolina Marin di Olimpiade Paris 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: