Segudang Benefit Punya Pendapatan Kedua, Begini Cara Memaksimalkannya
22 July 2024 |
12:14 WIB
Masalah finansial kerap kali memicu konflik di dalam rumah tangga. Urusan keuangan ini tidak melulu tentang ada tidaknya uang yang digenggam, tetapi juga cara perencanaannya yang kurang tepat. Nah, dalam merencanakan, tidak hanya soal mengatur pemasukan pada satu sumber, melainkan memaksimalkan pendapatan kedua atau sampingan.
Menurut Perencana Keuangan dari Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini Sutikno, sangat penting melakukan diversifikasi pendapatan keluarga melalui usaha sampingan sebagai solusi memperkuat finansial demi tercapainya tujuan dan rencana cadangan untuk mengantisipasi risiko di masa depan.
Baca juga: Rekomendasi 9 Usaha Sampingan Cocok bagi Karyawan Kantor
Mike menyampaikan sumber pendapatan kedua bisa bersifat aktif dan pasif. Aktif dalam arti mengerjakan proyek sampingan seperti berjualan, menjadi programmer di waktu luang, hingga agen asuransi yang terbilang fleksibel.
Sementara itu, pendapatan pasif bisa dilakukan melalui investasi, deposito, obligasi, hingga investasi. Namun, Mike menyarankan sebaiknya melakukan kombinasi antara pendapatan aktif dan pendapatan pasif dalam perencanaan keuangan.
“Misalnya kita jadi freelance, membangun bisnis mulai dari jualan di media sosial, kalau duitnya sudah lumayan terkumpul, bisa menciptakan pendapatan ketiga dengan pendapatan pasif dari investasi,” tuturnya kepada Hypeabis.id beberapa waktu lalu.
Menentukan pendapatan kedua bisa dimulai sejak dini, bahkan sebelum memutuskan berkeluarga. Dengan demikian, lebih banyak waktu untuk mengumpulkan cuan demi tercapainya kesejahteraan bersama pasangan dan anak-anak kelak.
Sementara itu, untuk mengatur pendapatan kedua, pasangan suami istri harus siap mengambil keputusan bersama. Pasalnya seringkali pendapatan kedua mengganggu aktivitas pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan utama. Terlebih jika bisnis sampingan yang dijalankan terbilang sukses untuk menggendutkan rekening tabungan.
Pada situasi ini, perlu ada keputusan siapa yang akan mengelola bisnis tersebut, terutama jika pasangan suami istri memiliki pekerjaan utama. “Tidak harus istri, bisa juga suaminya yang akhirnya memprioritaskan pendapatan kedua yang sudah lebih besar dari pendapatan utama,” imbuhnya.
Namanya pendapatan, ya pengelolaannya harus dilakukan dengan tepat, sekalipun bersumber dari usaha sampingan. Untuk mencegah konflik finansial dalam rumah tangga, uang dari bisnis sampingan tersebut harus dipisahkan dari gaji pendapatan utama.
Uang dari bisnis sampingan sebaiknya jangan dihabiskan untuk kebutuhan keluarga. Cukup ambil 10 persen dari penjualan untuk ‘menggaji’ diri sendiri. Kemudian, perlu adanya pembagian tanggung jawab yang jelas untuk mengelola keuangan maupun usaha tersebut.
Jangan sampai gagal mendapatkan klien karena keputusan yang tidak jelas dan tegas. Antar pasangan harus saling berkoordinasi. Selain itu, Mike mengimbau agar tidak menggunakan pinjaman online untuk membuka usaha sampingan.
“Pastikan kalau Anda memerlukan pinjaman, itu dalam rangka untuk pengembangan usaha, dimana usaha itu sudah menghasilkan cash flow yang cukup untuk mengembalikan pinjamannya. Hati-hati!” tegasnya.
Fadhillah Akbar dan istrinya Rini memiliki usaha sampingan yakni menjual pakaian bayi dengan brand CyoBaby. Keduanya berbagi peran yang seimbang dalam pengelolaan usaha sampingan mereka.
Akbar yang sehari-hari bekerja sebagai seorang pegawai farmasi, bertugas melakukan pemasaran melalui media sosial, website, dan platform e-commerce pada bisnis pakaian anak yang dibuatnya. Ini mencakup pembuatan konten, iklan berbayar, dan interaksi dengan pelanggan.
Sementara itu, Rini yang biasanya bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta, bertanggung jawab untuk membuat desain dan produksi. Rini memang memiliki keterampilan dalam desain sehingga bisa fokus mengerjakan desain baju anak, termasuk pemilihan bahan dan pembuatan pola.
Beberapa tugas dikerjakan bersama. Misal, melakukan penjualan online. Jika ada rencana untuk menjual secara offline di bazar atau toko, salah satu bisa fokus pada pengaturan dan pelaksanaan penjualan ini.
Begitu pula dengan produksi. Akbar menyebut pembagian tugas dalam hal produksi bisa dilakukan bersama-sama atau, jika menggunakan jasa konveksi, bisa bersama-sama memilih vendor dan mengawasi kualitas.
Pembagian tugas ini menurutnya penting untuk menghindari dan mengatasi konflik yang tercipta ketika menjalankan usaha sampingan. Rapat berkala pun menjadi agenda penting untuk mengevaluasi kemajuan, mengatasi masalah, dan merencanakan langkah ke depan. Keduanya selalu memastikan semua keputusan besar diambil bersama-sama dan ada konsensus untuk menghindari konflik.
Pada tahun pertama merintis usaha pakaian bayi, Akbar mengaku tidak fokus mencari profit, melainkan menjangkau customer yang lebih luas. Alhasil dia rela membanting harga untuk mendapat kepuasan dan kepercayaan dari konsumen.
Di sisi lain, Akbar menilai usaha sampingan keluarga sangat penting. Tujuan utama yakni untuk diversifikasi pendapatan. Dengan memiliki sumber pendapatan selain gaji utama, keluarga dapat lebih stabil secara finansial. “Jika satu sumber pendapatan terganggu, masih ada sumber lain yang bisa diandalkan,” sebutnya.
Kedua, untuk keamanan finansial. Passive income menurutnya memberikan jaminan tambahan yang bisa membantu dalam situasi darurat atau kebutuhan mendesak tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pekerjaan utama. Ketiga, kebebasan finansial. Membangun passive income yang cukup dapat membantu keluarga mencapai kebebasan finansial lebih cepat, memungkinkan mereka untuk mengurangi jam kerja atau pensiun lebih awal.
Tujuan keempat, pendidikan anak. Akbar menilai pendapatan tambahan bisa digunakan untuk biaya pendidikan anak, kursus tambahan, atau kegiatan ekstrakurikuler yang bisa mendukung perkembangan mereka.
Kelima, mengurangi stres keuangan. Dengan adanya pendapatan tambahan, keluarga bisa mengelola keuangan dengan lebih baik, mengurangi stres terkait masalah finansial, dan lebih fokus pada kesejahteraan serta kualitas hidup.
Tujuan terakhir dia mendirikan bisnis sampingan yaitu untuk mewariskan kekayaan. Usaha sampingan yang sukses dapat diwariskan kepada anak-anak, memberikan mereka pondasi finansial yang kuat dan peluang untuk melanjutkan atau mengembangkan usaha tersebut.
“Apalagi usaha baju anak tidak ada expired date, meminimalisir resiko kerugian, bisnis ini lebih aman untuk jangka panjang,” tambahnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Menurut Perencana Keuangan dari Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini Sutikno, sangat penting melakukan diversifikasi pendapatan keluarga melalui usaha sampingan sebagai solusi memperkuat finansial demi tercapainya tujuan dan rencana cadangan untuk mengantisipasi risiko di masa depan.
Baca juga: Rekomendasi 9 Usaha Sampingan Cocok bagi Karyawan Kantor
Mike menyampaikan sumber pendapatan kedua bisa bersifat aktif dan pasif. Aktif dalam arti mengerjakan proyek sampingan seperti berjualan, menjadi programmer di waktu luang, hingga agen asuransi yang terbilang fleksibel.
Sementara itu, pendapatan pasif bisa dilakukan melalui investasi, deposito, obligasi, hingga investasi. Namun, Mike menyarankan sebaiknya melakukan kombinasi antara pendapatan aktif dan pendapatan pasif dalam perencanaan keuangan.
“Misalnya kita jadi freelance, membangun bisnis mulai dari jualan di media sosial, kalau duitnya sudah lumayan terkumpul, bisa menciptakan pendapatan ketiga dengan pendapatan pasif dari investasi,” tuturnya kepada Hypeabis.id beberapa waktu lalu.
Menentukan pendapatan kedua bisa dimulai sejak dini, bahkan sebelum memutuskan berkeluarga. Dengan demikian, lebih banyak waktu untuk mengumpulkan cuan demi tercapainya kesejahteraan bersama pasangan dan anak-anak kelak.
Sementara itu, untuk mengatur pendapatan kedua, pasangan suami istri harus siap mengambil keputusan bersama. Pasalnya seringkali pendapatan kedua mengganggu aktivitas pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan utama. Terlebih jika bisnis sampingan yang dijalankan terbilang sukses untuk menggendutkan rekening tabungan.
Pada situasi ini, perlu ada keputusan siapa yang akan mengelola bisnis tersebut, terutama jika pasangan suami istri memiliki pekerjaan utama. “Tidak harus istri, bisa juga suaminya yang akhirnya memprioritaskan pendapatan kedua yang sudah lebih besar dari pendapatan utama,” imbuhnya.
Namanya pendapatan, ya pengelolaannya harus dilakukan dengan tepat, sekalipun bersumber dari usaha sampingan. Untuk mencegah konflik finansial dalam rumah tangga, uang dari bisnis sampingan tersebut harus dipisahkan dari gaji pendapatan utama.
Uang dari bisnis sampingan sebaiknya jangan dihabiskan untuk kebutuhan keluarga. Cukup ambil 10 persen dari penjualan untuk ‘menggaji’ diri sendiri. Kemudian, perlu adanya pembagian tanggung jawab yang jelas untuk mengelola keuangan maupun usaha tersebut.
Jangan sampai gagal mendapatkan klien karena keputusan yang tidak jelas dan tegas. Antar pasangan harus saling berkoordinasi. Selain itu, Mike mengimbau agar tidak menggunakan pinjaman online untuk membuka usaha sampingan.
“Pastikan kalau Anda memerlukan pinjaman, itu dalam rangka untuk pengembangan usaha, dimana usaha itu sudah menghasilkan cash flow yang cukup untuk mengembalikan pinjamannya. Hati-hati!” tegasnya.
Berbagi Peran
Ilustrasi bekerja dari rumah. (Sumber foto: Pexels/Mikhail Nilov)
Akbar yang sehari-hari bekerja sebagai seorang pegawai farmasi, bertugas melakukan pemasaran melalui media sosial, website, dan platform e-commerce pada bisnis pakaian anak yang dibuatnya. Ini mencakup pembuatan konten, iklan berbayar, dan interaksi dengan pelanggan.
Sementara itu, Rini yang biasanya bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta, bertanggung jawab untuk membuat desain dan produksi. Rini memang memiliki keterampilan dalam desain sehingga bisa fokus mengerjakan desain baju anak, termasuk pemilihan bahan dan pembuatan pola.
Beberapa tugas dikerjakan bersama. Misal, melakukan penjualan online. Jika ada rencana untuk menjual secara offline di bazar atau toko, salah satu bisa fokus pada pengaturan dan pelaksanaan penjualan ini.
Begitu pula dengan produksi. Akbar menyebut pembagian tugas dalam hal produksi bisa dilakukan bersama-sama atau, jika menggunakan jasa konveksi, bisa bersama-sama memilih vendor dan mengawasi kualitas.
Pembagian tugas ini menurutnya penting untuk menghindari dan mengatasi konflik yang tercipta ketika menjalankan usaha sampingan. Rapat berkala pun menjadi agenda penting untuk mengevaluasi kemajuan, mengatasi masalah, dan merencanakan langkah ke depan. Keduanya selalu memastikan semua keputusan besar diambil bersama-sama dan ada konsensus untuk menghindari konflik.
Pada tahun pertama merintis usaha pakaian bayi, Akbar mengaku tidak fokus mencari profit, melainkan menjangkau customer yang lebih luas. Alhasil dia rela membanting harga untuk mendapat kepuasan dan kepercayaan dari konsumen.
Di sisi lain, Akbar menilai usaha sampingan keluarga sangat penting. Tujuan utama yakni untuk diversifikasi pendapatan. Dengan memiliki sumber pendapatan selain gaji utama, keluarga dapat lebih stabil secara finansial. “Jika satu sumber pendapatan terganggu, masih ada sumber lain yang bisa diandalkan,” sebutnya.
Kedua, untuk keamanan finansial. Passive income menurutnya memberikan jaminan tambahan yang bisa membantu dalam situasi darurat atau kebutuhan mendesak tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pekerjaan utama. Ketiga, kebebasan finansial. Membangun passive income yang cukup dapat membantu keluarga mencapai kebebasan finansial lebih cepat, memungkinkan mereka untuk mengurangi jam kerja atau pensiun lebih awal.
Tujuan keempat, pendidikan anak. Akbar menilai pendapatan tambahan bisa digunakan untuk biaya pendidikan anak, kursus tambahan, atau kegiatan ekstrakurikuler yang bisa mendukung perkembangan mereka.
Kelima, mengurangi stres keuangan. Dengan adanya pendapatan tambahan, keluarga bisa mengelola keuangan dengan lebih baik, mengurangi stres terkait masalah finansial, dan lebih fokus pada kesejahteraan serta kualitas hidup.
Tujuan terakhir dia mendirikan bisnis sampingan yaitu untuk mewariskan kekayaan. Usaha sampingan yang sukses dapat diwariskan kepada anak-anak, memberikan mereka pondasi finansial yang kuat dan peluang untuk melanjutkan atau mengembangkan usaha tersebut.
“Apalagi usaha baju anak tidak ada expired date, meminimalisir resiko kerugian, bisnis ini lebih aman untuk jangka panjang,” tambahnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.