Ilustrasi gula (Sumber gambar: Faran Raufi/Unsplash)

Konsumsi Gula Indonesia Mengkhawatirkan, Pemerintah Siap Ambil Langkah Ini

11 July 2024   |   08:00 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Pemerintah tengah menggodok aturan baru terkait pengendalian konsumsi gula. Tingginya angka penderita penyakit degeneratif, khususnya diabetes menjadi salah satu dasar pemerintah mulai mempertimbankan aturan ketat mengenai konsumsi gula.

Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat, Indonesia masuk dalam deretan ke-6 sebagai negara yang mengonsumsi gula terbesar di dunia. Sepanjang 2023, tercatat masyarakat Indonesia mengonsumsi hingga 7,8 juta metrik ton gula.

Baca juga: Waspada Diabetes & Komplikasinya di Usia Muda, Cegah Pakai Cara Ini Yuk
 
Masifnya konsumsi gula beriringan dengan meningkatnya kasus hipoglikemia (kadar gula darah tinggi) yang berujung pada diabetes. Data IDF mencatat Indonesia sebagai negara peringkat ke-5 penyakit diabetes dengan jumlah 19,5 penderita pada 2021. Angka ini diprediksi terus naik apabila dibiarkan. 
 
Maraknya konsumsi gula fruktosa (gula sederhana) dapat terjadi karena adanya dampak ketagihan atau adiksi. Ahli Gizi Dian Suganda menjelaskan, rasa manis mendorong otak bekerja mengeluarkan sinyal tertentu yang membawa pada dampak adiksi apabila didiamkan.

“Otak menangkap sinyal ini dan membentuk adiksi. Maka, kita akan terus punya keinginan mengkonsumsi gula,” kata Diana.

Dampak kuat adiksi terhadap gula bisa mempengaruhi mental, mengancam mood, hingga tubuh mudah terasa lemas. Ancaman gula memerlukan kontrol khusus dari tiap-tiap individu. Misalnya untuk meredam adiksi, seseorang wajib menahan dirinya untuk tidak mengkonsumsi gula yang bersifat fruktosa dalam beberapa hari.

Dian mengambil contoh, cukup dengan 3 hari lepas dari gula maka individu akan lepas juga dari craving atau kecanduan mengonsumsi makanan yang manis. “Sebab gula fruktosa justru membuat tubuh cepat lapar. Maka perlu kontrol yang tepat,” katanya.
 
Tidak hanya berurusan dengan psikologis saat mengecap rasa manis, pengamat Kesehatan Hasbullah Thabrany menyebut individu juga perlu mewaspadai kejadian resistensi terhadap hormon leptin. Sebagaimana diketahui, hormon leptin memiliki peran penting dalam mengatur respon atau sinyal rasa lapar atau kenyang dalam tubuh manusia. Apabila terus dibiarkan, resistensi terhadap hormon leptin bisa menyebabkan gangguan metabolisme lain seperti resistensi insulin, hingga risiko obesitas.
 
“Terkadang orang dewasa tidak sadar mengonsumsi makanan yang tinggi kadar gula, hingga mencapai batas konsumsi gula harian yang berlebihan,” kata Hasbullah.

Hasbullah setuju jika moderasi diperlukan untuk dilakukan dalam menekan laju tingginya angka obesitas dan diabetes akibat gula. Moderasi ini bisa dilakukan dengan membatasi kadar gula yang sesuai dengan batas harian, yakni 50 gram atau setara 4 sendok makan gula per hari untuk orang dewasa.
 
Hasbullah mengingatkan, jika gula tidak hanya berasal dari sumber gula sederhana saja. Gula juga terdapat di sebagian besar makanan seperti buah-buahan. Konsumsi pun harus diimbangi dengan makanan yang bernutrisi dengan kandungan aneka vitamin dan mineral. Hingga saat ini, langkah moderasi mengonsumsi gula mas dilakukan secara mandiri oleh masyarakat. Artinya, tiap individu dituntut sadar akan pentingnya menghindari konsumsi gula berlebihan.

Ilustrasi gula (Sumber gambar: Fredrik Ivansson/Unsplash)

Ilustrasi gula (Sumber gambar: Fredrik Ivansson/Unsplash)

Beredarnya istilah NutriGrade yang diterapkan Singapura kabarnya akan segera diberlakukan di Indonesia. Sebagai informasi, NutriGrade adalah istilah untuk penerapan labelling pada makanan dan minuman siap saji di Singapura yang mengatur tingkat atau taraf kandungan GGL berdasarkan grade A-D.

Grade ini ditentukan berdasarkan jumlah lemak jenuh dan gula dalam suatu makanan dan minuman. Adapun aturan ini diterapkan Singapura sebagai langkah untuk menumpas diabetes di Negeri Singa yang diprediksi akan terus melonjak hingga 2050 mendatang.
 
Seiring dengan tingginya konsumsi gula, kesadaran melakukan moderasi yang ditentukan dari tiap-tiap individu masyarakat saja belum cukup. Terbaru, pemerintah ikut bergerak meminta para produsen industri pangan melakukan reformulasi dalam langkah pengendalian konsumsi garam, gula, lemak (GGL).
 
Pemerintah melalui Kemenkes RI pun sudah mendorong pencantuman informasi kandungan GGL pada pangan siap saji dan olahan lewat Permenkes Nomor 30 Tahun 2013. Terbaru, Kemenkes RI kembali mendorong pihak terkait untuk menyediakan makanan dan minuman dengan kandungan GGL yang lebih rendah.Label pada kemasan makanan pun diminta dibuat lebih jelas sering dengan penetapan batas maksimum konsumsi gula, garam, dan lemak dalam makanan dan minuman.
 
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengkonfirmasi jika pemerintah memiliki rencana serupa seperti yang dilakukan di Singapura. “Ada tanda berwarna sesuai kriteria kadar gula,” kata Nadia saat dikonfirmasi Hypeabis.id.

Lebih lanjut, Nadia menjelaskan jika rencana menyoal tanda yang akan dibuat dengan warna-warna khusus seperti di Singapura tersebut juga akan digolongkan ke dalam beberapa kategori kadar gula, misalnya kurang, lebih, atau sesuai kadar gulanya dalam satu kemasan minuman atau makanan.
 
Menyusul rencana tampilan label dengan tanda berwarna, Nadia juga mengkonfirmasi kemungkinan rencana cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) yang ditujukan untuk mengurangi konsumsi gula atau minuman manis secara berlebihan.

Namun hingga saat ini, pemerintah masih dalam tahap menggodok aturan tersebut. Sebab, dibutuhkan kerjasama dari berbagai stakeholder, termasuk Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam upaya penentuan standar dan labelling dalam makanan siap saji.

Baca juga: BRIN Mengembangkan Biosimilar Insulin Buat Penderita Diabetes

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

5 Kuliner Khas Lombok yang Selalu Jadi Buruan Wisatawan

BERIKUTNYA

Cek Klasemen Pekan Pertama FFWS Indonesia 2024: MBR Epsilon hingga Dewa United Apollo Bersaing di Papan Atas

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: