Ilustrasi pekerja di sektor perfilman. (Sumber gambar : Freepik)

Implementasi Masif AI Bisa Jadi Bom Waktu untuk Industri Perfilman

25 June 2024   |   12:04 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Penggunaan artificial intelligence (AI) semakin masif. Kecerdasan buatan ini dapat membantu pekerjaan manusia menjadi lebih mudah, tidak terkecuali dalam sektor perfilman. Namun di balik itu semua, ancaman terhadap eksistensi para sineas mengintai.

Tepat di awal booming ChatGPT, mantan kontestan Big Brother, Richard Juan menciptakan film pendek yang ditulis dan disutradarai oleh AI pertama di dunia, The Safe Zone. Menggunakan chat bot ini, dia tidak hanya membuat skrip dalam waktu singkat, tetapi juga instruksi untuk pergerakan kamera tertentu, persyaratan pencahayaan, bahkan lemari pakaian. 

Baca juga: AI Ubah Wajah Industri Musik, Anang Hermansyah Desak Regulasi dan Perlindungan Hak Cipta

Kru film The Safe Zone juga menggunakan DALL-E untuk menyusun storyboard. DALL-E adalah model generative AI buatan OpenAI yang mengkonversi teks menjadi gambar, memungkinkan pengguna untuk menghasilkan visual berdasarkan deskripsi tertulis.

Kendati demikian, di balik kecanggihan AI, sejumlah pekerja di sektor perfilman merasa terancam. Chris Lie, illustrator muda asal Indonesia yang menggarap The Old Guards, Wiro Sableng, dan Gundala menilai AI bisa berdampak buruk dalam hal mengurangi jumlah pekerjaan yang biasa dikerjakan concept artist.

Concept artist merupakan seorang profesional yang bertanggung jawab merancang dan menggambarkan ide secara visual untuk digunakan dalam film, video gim, animasi, buku komik, hingga acara televisi.

Dia menyebut saat ini para concept artist atau ilustrator di dunia tengah memperjuangkan regulasi penggunaan library gambar hasil illustrator ke dalam AI image generator. 

Dikhawatirkan, AI menghasilkan gambar yang terinspirasi dari karya orang lain dan akhirnya bisa berujung penuntutan penyalahgunaan hak cipta. Hal ini lantaran generative AI hanya mengambil referensi dari karya yang tersedia dan susah untuk ditelusuri sumbernya.

“Bisa jadi bom waktu buat project-nya,” tegas Chris kepada Hypeabis.id beberapa waktu lalu.

Penggunaan AI diketahui menjadi tuntutan utama pemogokan kerja penulis yang tergabung dalam Serikat Penulis Amerika (WGA), pada akhir tahun lalu. Mereka meminta untuk semua studio film agar tidak menggunakan AI dalam proses penggarapan konten agar studio tidak menggantikan pekerjaan mereka dengan kecerdasan buatan.


Penggunaan AI Masih Tahap Inisiasi

 

Ilustrasi penyuntingan film. (Sumber foto: Pexels/Ron Lach)

Ilustrasi penyuntingan film. (Sumber foto: Pexels/Ron Lach)

Terpisah, Cornelio Sunny, aktor pemeran film Tuhan, Izinkan Aku Berdosa mengatakan saat ini sudah ada beberapa sineas, film maker, script writer, produser, atau sutradara yang sudah menggunakan AI, tetapi tidak banyak. Itupun masih dalam tahap inisiasi bukan produksinya. 

Tahap inisiasi mencakup pembuatan presentasi untuk bertemu dengan investor, script writing, pengujian gagasan maupun ide sebelum masuk ke tahap penulisan naskah. “Jadi mungkin peran-peran AI sementara ini di tahap inisiasi saja belum masuk ke tahap produksi,” tutur pria yang juga seorang produser keturunan Meksiko-Palembang ini.

Kendati demikian, seringkali gambar yang dihasilkan AI untuk presentasi konsep film kepada investor terlalu memukau yang membuat ekspektasi para investor pun menjadi tinggi. Di satu sisi, budget yang diberikan kecil dan akhirnya produksi film tidak bisa memenuhi konsep seperti yang digambarkan AI. 

“Sineas perlu diajarkan cara probe yang benar akan menghasilkan output yang lebih tepat dari AI. Beberapa sineas kita sudah paham betul tapi tentunya tidak semua,” jelasnya. 

Sementara itu, Cornelio berpendapat bisa saja AI menggantikan peran manusia dalam industri perfilman, khususnya di bidang penulisan dan konsep visual. Akan tetapi saat ini, AI belum canggih untuk menghasilkan naskah unik hasil dari para ide script writer maupun sutradara yang memiliki pengalaman panjang di industri ini. 

Dia berpendapat, ide-ide hasil AI masih cenderung generik dan tidak ada keunikan. Namun, jika sineas tidak berhati-hati pengaplikasian AI, bisa saja posisi kreatif tersebut tergantikan. 

Bicara tantangan penggunaan AI dalam sektor film, Cornelio menerangkan masalah besar ada pada pelanggaran privasi atau hak cipta. Pasalnya, AI memakai data yang pernah diupload orang lain ke dalam sistem kecerdasan buatan ini untuk memberi jawaban atas perintah baru yang diminta. 

“AI bisa bermanfaat kalau digunakan secara baik tapi kalau kita tidak berhati-hati, AI juga bisa menghancurkan industri film itu sendiri,” tukasnya.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Link & Cara Daftar PPDB Jakarta 2024 SMP dan SMA Jalur Zonasi

BERIKUTNYA

Rekomendasi Microwave, Masak Praktis Buat Kaum Urban

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: