Menyelaraskan Kehidupan Lewat Desain dalam Pameran Harmonisasi dari Nusae
31 May 2024 |
23:01 WIB
Environmental Graphic Design (EGD) kerap kali didefinisikan secara sederhana sebagai papan informasi. Kehadirannya kerap kali terabaikan dan sekadar berakhir menjadi tanda, corak, atau gambar yang kemudian menavigasi orang-orang di sebuah lokasi.
Namun, tidak bagi Nusae. Environmental Graphic Design dipandangnya sebagai bagian dari seni dalam berkomunikasi melalui permainan visual. Perannya tak sekadar ‘berdialog’, tetapi juga menciptakan keselarasan dengan elemen-elemen yang ada di sekitarnya.
Baca juga: Eugene Museum Bakal Hadir di Bali, Pamerkan Karya Seniman Jepang Eugene Kangawa
Gagasan inilah yang menjadi narasi dari pameran bertajuk Harmonisasi yang digelar di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. Ekshibisi yang digelar Nusae, studio desain grafis asal Bandung ini, juga menjadi perayaan satu dekade mereka dalam berkarya.
Memasuki ruang pamer, pengunjung akan disambut dengan reka ulang karya EGD dari Nusae saat merespons ruang pameran seni. Salah satu yang menarik adalah konsep bertajuk Fungsionalitas Senyap yang diterapkan dalam pameran Prihal dari Andramatin di Galeri Nasional pada 2019.
Melalui konsep tersebut, EGD dibiarkan membaur dengan display pameran. Secara visual, EGD yang dihadirkan menawarkan bentuk yang minimalis dengan penggunaan warna monokromatik yang selaras dengan karya maket dari seniman di pameran tersebut.
Pembauran ini membuat EGD dapat menjalankan fungsinya dengan optimal, tetapi tidak menimbulkan distraksi. Mata pengunjung akan tetap terfokus pada karya dari sang seniman, tetapi ketika dia membutuhkan tambahan informasi untuk mengonsumsi karya tersebut, EGD akan muncul dengan mulus saat pandangan sedikit beralih.
Ketika akhirnya pengunjung melihat EGD, mereka tak hanya akan dijejali informasi. Melalui pembedaan kalimat dengan huruf tebal dan tipis, pengunjung akan lebih mudah menavigasikan piranti informasi yang dibutuhkannya.
Hal senada juga bisa ditemui saat Nusae merespons pameran Berburu Berguru di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung pada 2021. Dalam pameran tersebut, EGD tidak hanya menjalankan fungsi dasarnya saja, tetapi juga menegaskan ekspresi tema dan nuansa pameran.
Hal ini terlihat dari penggunaan bidang-bidang kayu yang sekaligus berperan sebagai acuan komposisi informasi visual. Dengan demikian, keberadaan EGD menjadi satu kesatuan dengan hal utama yang dihadirkan.
Berjalan ke arah belakang, pengunjung kemudian akan memasuki segmen Adapt. Pada area ini, Nusae memamerkan beberapa pendekatan desain yang mengadaptasi atau meminjam unsur kebudayaan atau hal tertentu.
Hal tersebut misalnya dapat dilihat dalam project Kasepuhan Ciptagelar. Nusae menghadirkan EGD dengan pendekatan desain nilai-nilai budaya Sunda. Dari penggunaan material hingga gambar-gambar yang disajikan pun demikian.
Dengan demikian, keberadaan EGD jadi tidak mengganggu. Justru, malah tampak menyatu dengan sajian utamanya. Konsep ini membuat mood dari pengunjung yang sedang berada di dalam lokasi tersebut tidak terusik.
Dalam pengaplikasiannya, Nusae juga tidak terbatas pada permainan dua dimensi. Terkadang, jika diperlukan, mereka pun kerap memakai tiga dimensi. Hal ini membuat desain grafis jadi sesuatu yang lebih luas lagi.
Kemudian, yang tak kalah menarik adalah dihadirkannya project bertajuk Menuju Tubaba. Project ini sebelumnya telah diapresiasi oleh G-Mark/Good Design Award (GDA) 2022, sebuah program anugerah desain tahunan dari Jepang yang telah berlangsung sejak 1957.
Menuju Tubaba dihargai sebagai project mendesain City Branding (Citra Kota) yang berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Keberadaannya dinilai mampu menghadirkan identitas desain yang sejalan dengan visi area tersebut.
Di dalamnya, pengunjung dapat melihat aneka implementasi desain komunikasi visual yang diterapkan ke dalam berbagai materi, dari kartu nama, signage kota, dan aneka wujud elemen lain. Warna merah dan kuning tampak mendominasi, yang rupanya terinspirasi dari elemen adat lokal.
Pameran ini menampilkan berbagai karya dari proyek yang melibatkan Nusae. Melalui pameran ini, Nusae tak hanya mempertontonkan karya monumentalnya dalam satu dekade terakhir, tetapi juga menunjukkan proses berpikir dan visi besar di balik sebuah karya.
Director Nusae Andi Rahmat mengatakan Harmonisasi dipilih sebagai judul besar pameran karena merupakan salah satu nilai yang konsisten di dalam desain yang dibuatnya. Dirinya meyakini bahwa desain yang baik semestinya menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari.
Inilah yang membuat konsep harmonisasi menjadi penting. Dengan demikian, sebuah karya desain harus performatif, tetapi di waktu bersamaan tetap selaras dengan konteks lingkungan tempat karya desain tersebut berada.
“Pameran ini tidak hanya ajang untuk menampilkan proyek-proyek di mana kami terlibat, tetapi dirancang sebagai kesempatan untuk memulai dialog tentang peran desain dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Menurutnya, harmonisasi merupakan upaya menciptakan keselarasan bahwa desain tidak hanya ada dalam ranah abstrak, tetapi juga upaya untuk menciptakan keselarasan.
Sementara itu, Rizki Supratman mengatakan pameran Harmonisasi terbagi ke dalam lima bagian. Setiap bagiannya menunjukkan keselarasan dalam desain dengan berbagai metode. Sebab, memang selalu ada cara untuk menciptakan harmonisasi terjadi.
"Pada dasarnya, desain atau EGD itu harus mudah dilihat, dipahami, dan dicermati. Namun, untuk mudah dicerna, dengan strategi seperti apa? apakah beradaptasi dengan yang ada, atau muncul dengan sesuatu yang berbeda," imbuhnya.
Lima segmen untuk menampilkan upaya harmonisasi tersebut terwujud dalam segmen Subtle, Adapt, Contrast, Fusion, dan Aptness. Pada segmen Subtle, Nusae mencoba berstrategi di mana desain harus berdampak tanpa berteriak. Kemudian, pada segmen Adapt, desain mencoba mengadaptasi atau meminjam unsur kebudayaan atau hal tertentu.
Lain hal pada segmen Contrast, pendekatan desain dilakukan secara intensional dan dibuat lebih mencolok. Lalu, pada bagian Fusion desain dihadirkan secara kolaboratif dari perkawinan berbagai perspektif, gagasan, dan peran. Terakhir, pada segmen Aptness, Nusaé mencoba menilik lebih jauh tentang kemungkinan harmoni dalam desain.
Pameran Harmonisasi akan dibuka untuk publik pada 1 Juni sampai 16 Juni 2024 mendatang di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Namun, tidak bagi Nusae. Environmental Graphic Design dipandangnya sebagai bagian dari seni dalam berkomunikasi melalui permainan visual. Perannya tak sekadar ‘berdialog’, tetapi juga menciptakan keselarasan dengan elemen-elemen yang ada di sekitarnya.
Baca juga: Eugene Museum Bakal Hadir di Bali, Pamerkan Karya Seniman Jepang Eugene Kangawa
Gagasan inilah yang menjadi narasi dari pameran bertajuk Harmonisasi yang digelar di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. Ekshibisi yang digelar Nusae, studio desain grafis asal Bandung ini, juga menjadi perayaan satu dekade mereka dalam berkarya.
Memasuki ruang pamer, pengunjung akan disambut dengan reka ulang karya EGD dari Nusae saat merespons ruang pameran seni. Salah satu yang menarik adalah konsep bertajuk Fungsionalitas Senyap yang diterapkan dalam pameran Prihal dari Andramatin di Galeri Nasional pada 2019.
Fungsionalitas Senyap dalam pameran bertajuk Harmonisasi yang digelar di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Melalui konsep tersebut, EGD dibiarkan membaur dengan display pameran. Secara visual, EGD yang dihadirkan menawarkan bentuk yang minimalis dengan penggunaan warna monokromatik yang selaras dengan karya maket dari seniman di pameran tersebut.
Pembauran ini membuat EGD dapat menjalankan fungsinya dengan optimal, tetapi tidak menimbulkan distraksi. Mata pengunjung akan tetap terfokus pada karya dari sang seniman, tetapi ketika dia membutuhkan tambahan informasi untuk mengonsumsi karya tersebut, EGD akan muncul dengan mulus saat pandangan sedikit beralih.
Ketika akhirnya pengunjung melihat EGD, mereka tak hanya akan dijejali informasi. Melalui pembedaan kalimat dengan huruf tebal dan tipis, pengunjung akan lebih mudah menavigasikan piranti informasi yang dibutuhkannya.
Hal senada juga bisa ditemui saat Nusae merespons pameran Berburu Berguru di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung pada 2021. Dalam pameran tersebut, EGD tidak hanya menjalankan fungsi dasarnya saja, tetapi juga menegaskan ekspresi tema dan nuansa pameran.
Hal ini terlihat dari penggunaan bidang-bidang kayu yang sekaligus berperan sebagai acuan komposisi informasi visual. Dengan demikian, keberadaan EGD menjadi satu kesatuan dengan hal utama yang dihadirkan.
Project Kasepuhan Ciptagelar dalam pameran bertajuk Harmonisasi yang digelar di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Berjalan ke arah belakang, pengunjung kemudian akan memasuki segmen Adapt. Pada area ini, Nusae memamerkan beberapa pendekatan desain yang mengadaptasi atau meminjam unsur kebudayaan atau hal tertentu.
Hal tersebut misalnya dapat dilihat dalam project Kasepuhan Ciptagelar. Nusae menghadirkan EGD dengan pendekatan desain nilai-nilai budaya Sunda. Dari penggunaan material hingga gambar-gambar yang disajikan pun demikian.
Dengan demikian, keberadaan EGD jadi tidak mengganggu. Justru, malah tampak menyatu dengan sajian utamanya. Konsep ini membuat mood dari pengunjung yang sedang berada di dalam lokasi tersebut tidak terusik.
Dalam pengaplikasiannya, Nusae juga tidak terbatas pada permainan dua dimensi. Terkadang, jika diperlukan, mereka pun kerap memakai tiga dimensi. Hal ini membuat desain grafis jadi sesuatu yang lebih luas lagi.
Menuju Tubaba pameran bertajuk Harmonisasi yang digelar di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Kemudian, yang tak kalah menarik adalah dihadirkannya project bertajuk Menuju Tubaba. Project ini sebelumnya telah diapresiasi oleh G-Mark/Good Design Award (GDA) 2022, sebuah program anugerah desain tahunan dari Jepang yang telah berlangsung sejak 1957.
Menuju Tubaba dihargai sebagai project mendesain City Branding (Citra Kota) yang berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Keberadaannya dinilai mampu menghadirkan identitas desain yang sejalan dengan visi area tersebut.
Di dalamnya, pengunjung dapat melihat aneka implementasi desain komunikasi visual yang diterapkan ke dalam berbagai materi, dari kartu nama, signage kota, dan aneka wujud elemen lain. Warna merah dan kuning tampak mendominasi, yang rupanya terinspirasi dari elemen adat lokal.
Menilik Proses Berpikir di Balik Karya
Pameran ini menampilkan berbagai karya dari proyek yang melibatkan Nusae. Melalui pameran ini, Nusae tak hanya mempertontonkan karya monumentalnya dalam satu dekade terakhir, tetapi juga menunjukkan proses berpikir dan visi besar di balik sebuah karya.Director Nusae Andi Rahmat mengatakan Harmonisasi dipilih sebagai judul besar pameran karena merupakan salah satu nilai yang konsisten di dalam desain yang dibuatnya. Dirinya meyakini bahwa desain yang baik semestinya menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari.
Inilah yang membuat konsep harmonisasi menjadi penting. Dengan demikian, sebuah karya desain harus performatif, tetapi di waktu bersamaan tetap selaras dengan konteks lingkungan tempat karya desain tersebut berada.
“Pameran ini tidak hanya ajang untuk menampilkan proyek-proyek di mana kami terlibat, tetapi dirancang sebagai kesempatan untuk memulai dialog tentang peran desain dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Menurutnya, harmonisasi merupakan upaya menciptakan keselarasan bahwa desain tidak hanya ada dalam ranah abstrak, tetapi juga upaya untuk menciptakan keselarasan.
Sementara itu, Rizki Supratman mengatakan pameran Harmonisasi terbagi ke dalam lima bagian. Setiap bagiannya menunjukkan keselarasan dalam desain dengan berbagai metode. Sebab, memang selalu ada cara untuk menciptakan harmonisasi terjadi.
"Pada dasarnya, desain atau EGD itu harus mudah dilihat, dipahami, dan dicermati. Namun, untuk mudah dicerna, dengan strategi seperti apa? apakah beradaptasi dengan yang ada, atau muncul dengan sesuatu yang berbeda," imbuhnya.
Lima segmen untuk menampilkan upaya harmonisasi tersebut terwujud dalam segmen Subtle, Adapt, Contrast, Fusion, dan Aptness. Pada segmen Subtle, Nusae mencoba berstrategi di mana desain harus berdampak tanpa berteriak. Kemudian, pada segmen Adapt, desain mencoba mengadaptasi atau meminjam unsur kebudayaan atau hal tertentu.
Lain hal pada segmen Contrast, pendekatan desain dilakukan secara intensional dan dibuat lebih mencolok. Lalu, pada bagian Fusion desain dihadirkan secara kolaboratif dari perkawinan berbagai perspektif, gagasan, dan peran. Terakhir, pada segmen Aptness, Nusaé mencoba menilik lebih jauh tentang kemungkinan harmoni dalam desain.
Pameran Harmonisasi akan dibuka untuk publik pada 1 Juni sampai 16 Juni 2024 mendatang di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.