Ilustrasi upacara teh. (Sumber foto: Pexels/Tima Miroshnichenko)

Menyibak Khazanah Teh dari Masa ke Masa: Dari Negeri China Hingga Tradisi Jawa

21 May 2024   |   19:00 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Teh menjadi salah satu jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi masyarakat dunia ini seperti tak lekang oleh zaman. Dengan nilai komoditas yang besar, laporan ITPC Osaka menyebut teh bisa mencapai nilai produksi 6,63 juta ton pada 2021 dan diproyeksikan terus meningkat menjadi 7,74 ton pada 2025 mendatang.
 
Minat masyarakat dunia terhadap teh pun pantang surut. Riset Tea Market Forecast 2024-2028 memperkirakan nilai proyeksi teh akan mencapai angka US$19,34 miliar (CAGR 5,6%) antara 2023-2028. China, India, Sri Lanka, hingga Indonesia tampak berebut pasar produksi teh. Sementara Turki, Irlandia, dan Inggris menjadi kontributor negara peminum teh terbesar di dunia.

Baca juga: Gongfu Cha, Seni Menikmati Teh Ala Pantjoran Tea House
 

Indonesia juga tak mau kalah. Sebagai salah satu negara eksportir teh terbesar di dunia, Indonesia tak lepas dari jejak kejayaannya melahirkan teh-teh lewat produksi yang berkualitas. Jejak kekayaan teh di Indonesia begitu panjang.

Khazanah teh yang luas dan beragam, hingga napak tilas teh Indonesia dari masa ke masa pun tercatat. Boleh dibilang, perjalanan teh sebagai salah satu komoditas unggulan sempat mengalami pasang surut pada masanya.
 
Produksi teh pernah begitu berjaya hingga akhirnya redup dikalahkan oleh komoditas lain seperti kopi. Mantan Ketua Umum Association of Indonesia Speciality Tea (AISTea) & Direktur PT. Toba Wangi Indonesia Galung Atri mengatakan, persaingan komoditas minuman seperti teh dan kopi memang kentara.

Apalagi, kopi yang dikenal istimewa dengan spesialisasinya makin populer di kalangan pelaku usaha. Padahal menurutnya, teh juga  memiliki spesialisasi yang tak kalah istimewa.

“Kopi bisa berkembang cepat karena pengaruh gaya hidup dan kebiasaan, seharusnya teh pun bisa demikian,” kata Galung. Selain itu, Galung mengatakan bahwa pertumbuhan kopi pun lebih dahulu mendapat dukungan pemerintah sejak 2010.
 
Namun teh lokal tergerus kalah saing dari merk teh-teh premium luar negeri. Mengembalikan konsumsi teh menjadi kebiasaan yang melekat hingga menguatkan fondasi teh lokal merupakan potensi yang dinilai Galung masih bisa dikejar.
 

Perjalanan Teh Hingga Membudaya

 

Ilustrasi teh (Sumber gambar: TeaCora Rooibos/Unsplash)

Ilustrasi teh (Sumber gambar: TeaCora Rooibos/Unsplash)


Teh telah menjadi minuman masyarakat dunia selama berabad-abad lamanya. Teh pun memiliki cerita kejayaan yang panjang di Indonesia. Wilayah Asia dikenal dengan temperatur dan kelembaban yang konsisten untuk pertumbuhan jenis tanaman teh.

Ini juga yang menjadi alasan mengapa 60% teh dunia diproduksi di wilayah subtropis seperti kawasan Asia. Teh disebut berasal dari China sebab tradisi konsumsi teh yang begitu mengakar di sana. Negeri Tirai Bambu tersebut punya sejarah panjang dengan tradisi minum teh sejak zaman kekaisaran pada 2373 SM.
 
Saat itu, Kaisar Shen Nong disebut menjadi yang pertama menemukan minuman ini secara tak sengaja. Dia mengambil beberapa daun dari pohon dan merebusnya dengan air. Kelezatan teh membuat popularitasnya cepat menyebar di antero dunia. Hingga memasuki abad ke-12, kebiasan minum teh makin familiar di negara-negara Eropa.
 
Dari masa ke masa, teh dinikmati kalangan biasa hingga kaum elit. Galung menambahkan, Indonesia sebagai negara penikmat teh lokal pun pernah berada di puncak kejayaannya. Khazanah teh Indonesia begitu luas, menyebar, dan memiliki cita rasa khasnya masing-masing. Misalnya, teh Sumatera yang populer dengan kepekatannya, teh Bali yang semerbak, hingga teh Jawa yang lebih dikenal legit.
 
“Konsumsi teh di Indonesia tidak lepas dari kebiasaan yang dimulai dari rumah-rumah. Sehingga tidak heran jika pada masanya, Indonesia menjadikan teh sebagai minuman yang akrab dengan kehidupan sehari-hari. Apalagi sejak dahulu kebun lokal juga menghidupkan pelaku tehnya sendiri, ” imbuh Galung.
 
Apabila ditarik ke belakang, sejarah masuknya teh ke Indonesia sudah dimulai sejak 1980-an. Saat itu adalah masa penjajahan Belanda dimana pohon teh menghasilkan belasan ribu pon teh yang kemudian diangkut ke Belanda.

Galung menyatakan, kebun teh di tanah Jawa makin berkembang selama masa penjajahan tersebut. Dari sanalah, kebiasaan konsumsi teh utamanya bagi masyarakat Jawa makin populer, sebelum akhirnya menyebar ke pulau lainnya di Indonesia.
 
Di masa kini tren teh berputar pada fusion drink dengan campuran susu. Penikmat teh mulai berkembang, meski menurut Galung masih milk tea yang mendominasi.

“Potensi ke depannya pun akan makin bagus, karena kelas mid-nya sendiri makin banyak. Jenis teh seperti jasmine tea juga masih disukai pasar,” katanya. Namun, Galung melihat kini tren blending tea mulai bertumbuh. Jenis teh campuran dengan aneka buah, bunga, dan tanaman herbal kini mulai mendapat penikmat dari kalangan anak muda yang baru tertarik menikmati teh.

"Lebih ke taste yang familiar dan enak, misalnya wangi nanas. Nanti baru dieksplorasi single origin tehnya,” kata Galung.
 
Meski masih mendapat penikmatnya sendiri, perjalanan teh di Indonesia mengalami pasang surutnya sendiri. Galung menyebut, Indonesia sempat menjadi penyokong teh nomor 4 di dunia, sebelum akhirnya kalah saing dengan Vietnam dan Sri Lanka.

Faktor kualitas teh yang buruk dan anggapan teh yang ‘murah' menyebabkan teh kurang bisa bersaing di pasar global. Padahal, Galung menyebut Indonesia pernah berada pada masa kejayaan teh di era penjajahan Belanda. Galung menjelaskan, Indonesia pun sempat masuk dalam 5 besar negara pengekspor teh terbesar di dunia pada awal 1970-an hingga 1980-an.
 
Untuk mendompleng industri teh kembali naik, alun menyebut diperlukan dukungan lintas sektor baik dari pemerintah, pelaku, dan penikmat teh sendiri.

”Subsidi teh dipermudah, ada tarif khusus untuk teh, dan sebagainya bisa dilakukan mirip seperti yang dilakukan ke kopi beberapa waktu lalu. Bisa kita mulai perbaikan kualitas tehnya dulu. Karena kita memang potensial, kayak teh celup itu kita bisa bersaing sekali sebenarnya,” jelas Galung.
 
Di Indonesia, masa kejayaan teh tidak lepas dari habit yang melekat pada masyarakatnya. Istilah ngeteh menjadi habit yang beriringan dengan kebiasaan sehari-hari bagi masyarakat Indonesia. Bahkan, ngeteh menjadi tradisi yang cukup mengakar bagi masyarakat Jawa.

Pengamat kuliner & Dosen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Heri Priyatmoko mengatakan, aktivitas ngeteh sudah mengajar dalam kehidupan masyarakat selama puluhan tahun. Meski demikian, menyesap teh bukanlah kultur asli Indonesia.
 
“Akibat pengaruh komunitas Belanda yang menginjakkan kaki di tanah jajahan,” kata Heri. Pada masa tersebut, acara minum teh digelar bagi orang-orang penting.

Apabila menilik kembali ke belakang, Heri menyebut sebetulnya tradisi minum teh pun tak lazim dilakukan negeri induk Belanda karena tradisi ini lebih mengena bagi masyarakat Inggris. Seiring waku, tradisi ini terserap oleh masyarakat Indonesia. Heri menyebut misalnya keluarga Kartini dan Sosroningrat yang menggandrungi kebiasaan minum teh di sore hari.
 
Pada masanya, ritual ngeteh sore ini juga dijadikan ajang belajar tata krama, mulai dari cara menuangkan teh ke piring, hingga cara mengonsumsi teh yang benar. Ini juga membuktikan bahwa tradisi konsumsi teh yang tak lepas dari ruang-ruang sosial yang dinamis.

“Budaya ngeteh yang semula hidup di bilik rumah aristokrat, akhirnya tersebar dan berkembang di lingkungan masyarakat luas,” jelas Heri. 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Scarlett Johansson Sampaikan Kekecewaannya ke OpenAI Atas Penggunaan Suara Tanpa Izin

BERIKUTNYA

Menjajal Kuliner Jepang Cita Rasa Lokal dari Sansho Restaurant by Kimaya Slipi

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: