Menikmati Eksplorasi Tekstur & Plastisitas Kanvas di Tangan Widi Wardani
20 May 2024 |
16:41 WIB
Karya yang terpacak di Wisma Gejha itu mengundang tanda tanya pengunjung. Sebab, lukisan yang terdiri dari beberapa panel itu tampak seperti tembok yang terkelupas, atau papan wall climbing dengan palet tersier dengan tekstur yang bergelombang.
Namun, saat didekati, tonjolan-tonjolan di atas spanram itu nyatanya adalah kanvas yang dibentuk sedemikian rupa. Di bawah sinaran lampu, gelembung yang sepintas membentuk objek abstrak itu menghasilkan kesan yang lembut sekaligus keras. Ada tegangan estetika re-materil yang hadir di sana.
Baca juga: Sejarah & Refleksi Kritis Seniman dalam Pameran Beyond Elasticity: Rubber and Materiality di Jagad Gallery
Lukisan berjudul Attainable 7 (acrylic on canvas, 120x200cm, 2023) itu merupakan salah satu karya Widi Wardani dalam pameran Reconstruction. Ekshibisi tunggal seniman muda asal Bandung itu berlangsung pada 4 Mei sampai 2 Juni 2024 di Sewu Satu Galeri.
Mempertanyakan lagi wacana seni rupa, sang seniman mencoba 'mengganggu' persepsi publik terkait terma lukisan. Kendati wacana ini sudah banyak digelontorkan seniman sebelumnya, tapi Widi memberi warna baru dalam mengaktualisasikan sejauh mana material seni lukis dapat diolah di atas bidang.
Kali ini, Widi mengambil inspirasi dari dinding yang catnya sudah timbul lalu dibawanya lebih jauh ke dalam pertanyaan tentang plastisitas medium lukisan tradisional, yaitu kanvas. Di pameran ini, dia ingin membuktikan bahwa kanvas bukan sekadar kain, tapi juga mengandung karakter fleksibilitas.
Untuk memunculkan tegangan tersebut, Widi menggunakan dakron sebagai penguat gelembung, sehingga menghasilkan citra abstrak yang khas. Apa yang ingin disampaikan oleh sang seniman, sepintas berhasil menunjukkan bahwa kanvas adalah material plastis sehingga bisa diolah sedemikian rupa.
Namun, sebagai bentuk eksperimentasi, apa yang digagas oleh Widi sepertinya masih jauh bisa berkembang bila melihat kemungkinan yang ada. Secara keseluruhan, karya-karya dalam pameran ini juga hampir mirip satu sama lain. Sehingga, kesan yang muncul adalah sang seniman seperti membuat karya-karya repetitif.
Nuansa repetisi itu misalnya, mewujud dalam karya Attainable 4 dan Attainable 6 (acrylic on canvas, 120x200cm). Dalam karya bertarikh 2023 itu, sang seniman masih menggunakan pola yang sama dalam menghasilkan tekstur kanvas meski pola yang dibuat berbeda, baik dari segi warna dan gelembung dengan ukiran yang variatif.
Eksplorasi artistik yang sama juga masih terlihat dalam karya Attainable 8, (acrylic on canvas, 120x200cm, 2023) yang terdiri dari tiga panel. Nuansa visual yang membedakan karya ini dengan sebelumnya adalah jukstaposisi penempatan bidang kanvas, serta tone warna yang memberi kesan dingin karena menggunakan palet ungu.
Hal itu pun diamini oleh Widi. Menurutnya, lewat rekontekstualisasi terkait material kanvas ini, tujuannya memang ingin melemparkan kembali wacana mengenai seni lukis. "Nilai sebenarnya dari identitas material kanvas itu relatif, oleh karena itu penilaian terhadap karya ini tidak pernah mutlak," katanya.
Kendati menampilkan sederet 'lukisan' abstrak, Widi mengungkap karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini justru berangkat dari seni rupa realis. Ya, perupa kelahiran 1998 itu sebelumnya memang memulai jalan pedangnya di dunia seni rupa dengan melukis realis.
Namun, suatu hari, dia menemukan sebuah gagasan saat melihat karya-karya seniman besar salah satunya Van Gogh yang berjudul Vista de París desde Montmartre (1982). Ihwal itu bermula saat dia mengambil bagian-bagian kecil dari struktur utuh karya seniman dengan teknik pembesaran (close up) yang meliputi keseluruhan objek.
Saat melakukan eksperimentasi, Widi juga menemukan sesuatu yang unik. Yaitu impresi keriuhan warna dan objek pada karya Van Gogh, dan impresi objek yang datar serta minimalis pada karya Rothko (Dark over Light Earth/Violet and Yellow in Rose, 1979). Kedua impresi itu lalu disatukan, sehingga memunculkan kesan keseimbangan yang harmonis.
Kurator Pamuji Slamet mengatakan, wacana pegembangan terma seni lukis yang digelontorkan Widi memang galib ditemui dalam khasanah seni rupa. Namun, keunikan dari karya Widi adalah berhasil melompat lebih jauh dari apa yang dilakukan oleh seniman-seniman terdahulu, seperti Agostino Bonamuli (1935-2013) yaitu dengan membentuk gelembung-gelembung organik yang acak-acakan bukan lagi geometris.
Menggunakan dakron sebagai media untuk memperkuat gelembung-gelembung yang dipinjamnya dari dinding rusak, karya-karya Widi juga membuktikan bahwa kanvas tetaplah kain."Salah satu ciri sebuah lukisan adalah terletak pada media yang digunakan, yang tentu saja kanvas sebagai inti. Maka, dalam hal ini lukisan Widi berada pada koridor seni lukis tradisional, di mana dia melukis di atas kanvas," katanya.
Bukti lain dari karya yang dihasilkan Widi masih menganut konsep dasar seni lukis konvensional, yaitu terma lukisan yang dibuat pada bidang datar. Kendati sang seniman secara visual memposisikan dirinya kontradiktif dan bertentangan dengan konsep seni lukis konvensional, tapi dia justru menegaskan bahwa apa yang dihadirkan merupakan ciri khas sebuah lukisan.
"Secara tidak langsung, dengan karyanya Widi justru mempertanyakan pernyataan terkenal yang menghantui dunia seni lukis kontemporer, tentang apakah seni lukis benar-benar mati. Sebuah pertanyaan penting, setidaknya bagi Widi sendiri sebagai seorang pelukis," jelasnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Namun, saat didekati, tonjolan-tonjolan di atas spanram itu nyatanya adalah kanvas yang dibentuk sedemikian rupa. Di bawah sinaran lampu, gelembung yang sepintas membentuk objek abstrak itu menghasilkan kesan yang lembut sekaligus keras. Ada tegangan estetika re-materil yang hadir di sana.
Baca juga: Sejarah & Refleksi Kritis Seniman dalam Pameran Beyond Elasticity: Rubber and Materiality di Jagad Gallery
Lukisan berjudul Attainable 7 (acrylic on canvas, 120x200cm, 2023) itu merupakan salah satu karya Widi Wardani dalam pameran Reconstruction. Ekshibisi tunggal seniman muda asal Bandung itu berlangsung pada 4 Mei sampai 2 Juni 2024 di Sewu Satu Galeri.
Mempertanyakan lagi wacana seni rupa, sang seniman mencoba 'mengganggu' persepsi publik terkait terma lukisan. Kendati wacana ini sudah banyak digelontorkan seniman sebelumnya, tapi Widi memberi warna baru dalam mengaktualisasikan sejauh mana material seni lukis dapat diolah di atas bidang.
Kali ini, Widi mengambil inspirasi dari dinding yang catnya sudah timbul lalu dibawanya lebih jauh ke dalam pertanyaan tentang plastisitas medium lukisan tradisional, yaitu kanvas. Di pameran ini, dia ingin membuktikan bahwa kanvas bukan sekadar kain, tapi juga mengandung karakter fleksibilitas.
Karya Widi Wardana berjudul Attainable 7 (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Namun, sebagai bentuk eksperimentasi, apa yang digagas oleh Widi sepertinya masih jauh bisa berkembang bila melihat kemungkinan yang ada. Secara keseluruhan, karya-karya dalam pameran ini juga hampir mirip satu sama lain. Sehingga, kesan yang muncul adalah sang seniman seperti membuat karya-karya repetitif.
Nuansa repetisi itu misalnya, mewujud dalam karya Attainable 4 dan Attainable 6 (acrylic on canvas, 120x200cm). Dalam karya bertarikh 2023 itu, sang seniman masih menggunakan pola yang sama dalam menghasilkan tekstur kanvas meski pola yang dibuat berbeda, baik dari segi warna dan gelembung dengan ukiran yang variatif.
Eksplorasi artistik yang sama juga masih terlihat dalam karya Attainable 8, (acrylic on canvas, 120x200cm, 2023) yang terdiri dari tiga panel. Nuansa visual yang membedakan karya ini dengan sebelumnya adalah jukstaposisi penempatan bidang kanvas, serta tone warna yang memberi kesan dingin karena menggunakan palet ungu.
Hal itu pun diamini oleh Widi. Menurutnya, lewat rekontekstualisasi terkait material kanvas ini, tujuannya memang ingin melemparkan kembali wacana mengenai seni lukis. "Nilai sebenarnya dari identitas material kanvas itu relatif, oleh karena itu penilaian terhadap karya ini tidak pernah mutlak," katanya.
Perluasan Wacana
Kendati menampilkan sederet 'lukisan' abstrak, Widi mengungkap karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini justru berangkat dari seni rupa realis. Ya, perupa kelahiran 1998 itu sebelumnya memang memulai jalan pedangnya di dunia seni rupa dengan melukis realis.Namun, suatu hari, dia menemukan sebuah gagasan saat melihat karya-karya seniman besar salah satunya Van Gogh yang berjudul Vista de París desde Montmartre (1982). Ihwal itu bermula saat dia mengambil bagian-bagian kecil dari struktur utuh karya seniman dengan teknik pembesaran (close up) yang meliputi keseluruhan objek.
Saat melakukan eksperimentasi, Widi juga menemukan sesuatu yang unik. Yaitu impresi keriuhan warna dan objek pada karya Van Gogh, dan impresi objek yang datar serta minimalis pada karya Rothko (Dark over Light Earth/Violet and Yellow in Rose, 1979). Kedua impresi itu lalu disatukan, sehingga memunculkan kesan keseimbangan yang harmonis.
Kurator Pamuji Slamet mengatakan, wacana pegembangan terma seni lukis yang digelontorkan Widi memang galib ditemui dalam khasanah seni rupa. Namun, keunikan dari karya Widi adalah berhasil melompat lebih jauh dari apa yang dilakukan oleh seniman-seniman terdahulu, seperti Agostino Bonamuli (1935-2013) yaitu dengan membentuk gelembung-gelembung organik yang acak-acakan bukan lagi geometris.
Sederet karya Widi Wardana dalam Pemeran Reconstruction. (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Bukti lain dari karya yang dihasilkan Widi masih menganut konsep dasar seni lukis konvensional, yaitu terma lukisan yang dibuat pada bidang datar. Kendati sang seniman secara visual memposisikan dirinya kontradiktif dan bertentangan dengan konsep seni lukis konvensional, tapi dia justru menegaskan bahwa apa yang dihadirkan merupakan ciri khas sebuah lukisan.
"Secara tidak langsung, dengan karyanya Widi justru mempertanyakan pernyataan terkenal yang menghantui dunia seni lukis kontemporer, tentang apakah seni lukis benar-benar mati. Sebuah pertanyaan penting, setidaknya bagi Widi sendiri sebagai seorang pelukis," jelasnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.