Menyelisik Makna Wirid Visual Butet Kartaredjasa dalam Pameran Melik Nggendong Lali
14 May 2024 |
18:56 WIB
Patung setinggi sekitar dua meter itu sepintas tidak menampilkan citra yang janggal. Benda itu mengimak sosok lelaki tinggi kurus yang sedang berkacak pinggang. Namun, saat diperhatikan, lewat parasnya yang mendongak, kita akan melihat hidungnya yang panjang dengan paras keemasan.
Instalasi tersebut merupakan salah satu karya dari Butet Kartaredjasa dalam pameran Melik Nggendong Lali. Digelar di Gedung A Galeri Nasional Indonesia, ekshibisi tunggal ini menampilkan ratusan karya dari Raja Monolog itu yang berlangsung pada 26 April hingga 25 Mei 2024.
Baca juga: Eksklusif Butet Kartaredjasa: Saat Seni Menjelma Laku Spiritual & Kritik Sosial Politik
Melik Nggendong Lali dipilih sebagai tajuk pameran bukan tanpa sebab. Judul ekshibisi itu bisa diterjemahkan sebagai bentuk keinginan yang berlebih untuk memiliki, serta didorong nafsu tak pernah puas, sehingga lali (lupa) terhadap aturan atau hukum yang harus ditaati.
Menurut Butet, situasi sosial politik termutakhir memang mengingatkannya akan sebuah sanepan (ungkapan samar) tentang Petruk Dadi Ratu. Lakon yang kerap dipentaskan dalam wayang itu mengisahkan tentang sosok jelata yang akhirnya menjadi penguasa, tapi akhirnya mengkhianati rakyat.
"Patung ini wajahnya sengaja saya kasih prada emas. Ini menyimbolkan sebuah kepalsuan. Lalu di belakangnya ada tulisan Melik Nggendong Lali untuk mengingatkan sangkan paraning dumadi, atau dari dan menuju ke mana kita hidup," katanya.
Selain patung, Butet juga menyuguhkan karya-karya teranyarnya yang merefleksikan realitas hari ini dalam berbagai medium. Citra itu misalnya tampak dalam karya berjudul Tuli Permanen (tinta di atas kertas, 42x29,7 cm, 2024).
Dalam karya tersebut, alih-alih mengguratkan nama aslinya, Butet justru menuliskan Nusantara yang membentuk objek yang mirip dengan bentuk patung, tapi dengan telinga tersumpal. Frasa tersebut dipilih karena sang seniman ingin 'mendoakan' Tanah Air.
Di dinding sisi kanan patung juga terdapat karya instalasi berjudul Arsip-arsip Doa: Wirid Visual. Menggunakan kertas ukuran A3, dalam karya ini Butet lebih banyak menuliskan namanya yang membentuk berbagai karakter mulai dari hewan, objek mitologi, hingga manusia dalam berbagai pose dengan nuansa monokrom.
Bergeser sekira enam langkah, kita juga akan bertemu sederet lukisan yang mengambil objek binatang seperti harimau, kambing, anjing dan kelinci. Misalnya dalam karya Membuang Kemarahan, Melambungkan Harapan, Sepasang Merantau, dan Tanduk yang Sejuk, yang menggunakan media akrilik di atas kanvas berdimensi 130x130 cm.
Uniknya, dalam kaya ini Butet masih menggunakan gaya wirid visual dengan membubuhkan nama sebagai layer lukisan yang ditimpa tinta. Walakin, Butet sepertinya belum berpuas hati lewat media kanvas. Inilah yang membuatnya mengeksplorasi material lain, seperti keramik, metal, batu, hingga kain yang semakin memberikan nuansa berbeda pada pameran ini.
Eksplorasi ragam material itu mewujud dalam karya berjudul Menyembah Idola (keramik, 51cm, 2020), Mencegah Jawanisasi (keramik, plat besi 81x51 cm, 2022), Kesuburan Nusantara 1 (tembaga, 124x90cm, 2023), dan masih banyak lagi. Secara umum, karya tersebut merefleksikan berbagai figur seperti rakyat, abdi dalem, hingga sosok-sosok yang lain.
Adapun, kegiatan ini biasanya Butet mulai sebelum tidur, sebagai bentuk pengharapan atau doa kesembuhan saat dia didera sakit dan ditimpa musibah pada 2022. Namun, karena kreatifitasnya yang tanpa batas, Butet lalu meluaskannya jadi karya seni dalam berbagai media.
Kendati demikian, wirid visual bukan sekadar karya seni. Sebab, di sana ada momen kontemplatif dan meditatif. Ini dilakukan dengan mengguratkan namanya secara repetitif selama 90 hari. Bahkan, pada 2023, Butet telah merampungkan 10 putaran wirid visual. Artinya sudah ada 900 karya yang dihasilkan.
Kurator Asmudjo Jono Irianto mengatakan, dalam pameran ini Butet menunjukan keterampilan dan kekuatannya dalam mengubah yang esoteris menjadi eksoteris. Sebab, selain menjadi kegiatan kontemplasi, apa yang dilakukan Butet juga menjadi sebentuk refleksi self-healing dan self-suggestion agar memiliki dampak terhadap kehidupan.
"Selain menuliskan namanya, Butet juga melakukan wirid dengan menulis kata Nusantara. Sebuah laku spiritual yang diamalkan tidak lepas dari dunia dan budaya besar tempatnya tumbuh dan tinggal, Indonesia. Laku spiritual dengan pamrih kebaikan situasi politik dan sosial ini tentu saja positif," katanya.
Baca juga: Menyelami Gambaran Manusia Indonesia dalam Pameran Relief Era Bung Karno di Salihara
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Instalasi tersebut merupakan salah satu karya dari Butet Kartaredjasa dalam pameran Melik Nggendong Lali. Digelar di Gedung A Galeri Nasional Indonesia, ekshibisi tunggal ini menampilkan ratusan karya dari Raja Monolog itu yang berlangsung pada 26 April hingga 25 Mei 2024.
Baca juga: Eksklusif Butet Kartaredjasa: Saat Seni Menjelma Laku Spiritual & Kritik Sosial Politik
Melik Nggendong Lali dipilih sebagai tajuk pameran bukan tanpa sebab. Judul ekshibisi itu bisa diterjemahkan sebagai bentuk keinginan yang berlebih untuk memiliki, serta didorong nafsu tak pernah puas, sehingga lali (lupa) terhadap aturan atau hukum yang harus ditaati.
Menurut Butet, situasi sosial politik termutakhir memang mengingatkannya akan sebuah sanepan (ungkapan samar) tentang Petruk Dadi Ratu. Lakon yang kerap dipentaskan dalam wayang itu mengisahkan tentang sosok jelata yang akhirnya menjadi penguasa, tapi akhirnya mengkhianati rakyat.
"Patung ini wajahnya sengaja saya kasih prada emas. Ini menyimbolkan sebuah kepalsuan. Lalu di belakangnya ada tulisan Melik Nggendong Lali untuk mengingatkan sangkan paraning dumadi, atau dari dan menuju ke mana kita hidup," katanya.
Seseorang memperhatikan karya patung Butet Kartaredjasa di Pameran Melik Nggendong Lali. (sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)
Dalam karya tersebut, alih-alih mengguratkan nama aslinya, Butet justru menuliskan Nusantara yang membentuk objek yang mirip dengan bentuk patung, tapi dengan telinga tersumpal. Frasa tersebut dipilih karena sang seniman ingin 'mendoakan' Tanah Air.
Di dinding sisi kanan patung juga terdapat karya instalasi berjudul Arsip-arsip Doa: Wirid Visual. Menggunakan kertas ukuran A3, dalam karya ini Butet lebih banyak menuliskan namanya yang membentuk berbagai karakter mulai dari hewan, objek mitologi, hingga manusia dalam berbagai pose dengan nuansa monokrom.
Bergeser sekira enam langkah, kita juga akan bertemu sederet lukisan yang mengambil objek binatang seperti harimau, kambing, anjing dan kelinci. Misalnya dalam karya Membuang Kemarahan, Melambungkan Harapan, Sepasang Merantau, dan Tanduk yang Sejuk, yang menggunakan media akrilik di atas kanvas berdimensi 130x130 cm.
Beberapa karya Visual Butet Kartaredjasa di Pameran Melik Nggendong Lali. (sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)
Eksplorasi ragam material itu mewujud dalam karya berjudul Menyembah Idola (keramik, 51cm, 2020), Mencegah Jawanisasi (keramik, plat besi 81x51 cm, 2022), Kesuburan Nusantara 1 (tembaga, 124x90cm, 2023), dan masih banyak lagi. Secara umum, karya tersebut merefleksikan berbagai figur seperti rakyat, abdi dalem, hingga sosok-sosok yang lain.
Laku Spiritual
Apa yang terpacak di pameran Melik Nggendong Lali sebenarnya merupakan perluasan dari kebiasaan yang dianggapnya sebagai laku spiritual untuk mengenal diri sendiri, yakni lewat ajaran manutiras yang dilakukan dengan menuliskan nama secara berulang tanpa henti yang Butet dapatkan dari Arkand Bodhana Zeshaprajna (1971-2020).Adapun, kegiatan ini biasanya Butet mulai sebelum tidur, sebagai bentuk pengharapan atau doa kesembuhan saat dia didera sakit dan ditimpa musibah pada 2022. Namun, karena kreatifitasnya yang tanpa batas, Butet lalu meluaskannya jadi karya seni dalam berbagai media.
Kendati demikian, wirid visual bukan sekadar karya seni. Sebab, di sana ada momen kontemplatif dan meditatif. Ini dilakukan dengan mengguratkan namanya secara repetitif selama 90 hari. Bahkan, pada 2023, Butet telah merampungkan 10 putaran wirid visual. Artinya sudah ada 900 karya yang dihasilkan.
Seseorang berjalan di depan Instalasi keramik di Pameran Melik Nggendong Lali. (sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P).
"Selain menuliskan namanya, Butet juga melakukan wirid dengan menulis kata Nusantara. Sebuah laku spiritual yang diamalkan tidak lepas dari dunia dan budaya besar tempatnya tumbuh dan tinggal, Indonesia. Laku spiritual dengan pamrih kebaikan situasi politik dan sosial ini tentu saja positif," katanya.
Baca juga: Menyelami Gambaran Manusia Indonesia dalam Pameran Relief Era Bung Karno di Salihara
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.