Ekspresi Keresahan Seniman Perempuan Bergumul di Tempatan
13 May 2024 |
08:19 WIB
Lebih dari sekadar urusan domestik rumah tangga, perempuan juga memiliki peran yang besar dalam berbagai kegiatan yang mungkin tidak dapat dibayangkan oleh para laki-laki. Mereka mampu berbuat banyak hal untuk diri, orang di sekitarnya, dan lingkungan.
Karya seni berjudul 818 yang dibuat pada 2024 dengan medium campur, drawing pen di plastik, kotak kaca berukuran 68 x 165 x 20 cm terpajang brada di salah satu dinding pameran Galeri Nasional Indonesia.
Baca juga: Komunitas Perempuan Perupa Empu Gampingan Pamer Karya di Galeri Nasional
Karya dari seniman Laila Tifah itu memiliki dominasi warna hitam dan drawing pen di plastik yang ditata sedemikian rupa di dalam sebuah kotak kaca memberikan estetika tersendiri terhadap karya seni tersebut.
Warna gelap dan juga sorot lampu dalam kotak itu memberikan kesan yang mendalam tentang pesan di balik aksi Kamisan yang sudah berjalan selama 17 tahun pada tahun ini. Lewat kotak-kotak kaca itu, sang seniman bermain dengan simbol-simbol yang berhubungan dengan aksi tersebut, seperti payung hitam, lukisan para presiden, jam waktu, gerbang istana.
Laila mengungkapkan bahwa dirinya berkeinginan untuk mengangkat karya seni dalam medium yang berbeda tentang aksi kamisan. Namun, dia belum menemukan waktu yang tepat sejak membuat karya seni lukis bertema aksi tersebut pada 2013.
Setelah sekian lama, bagi Laila, 2024 menjadi momentum yang tepat untuk kembali mengangkat aksi yang kerap dilakukan setiap Kamis di depan istana negara tersebut. Alasannya adalah beberapa peristiwa politik yang terjadi pada awal tahun.
“Walaupun saya sebenarnya tidak terlalu menyoroti peristiwa politik, tetapi waktunya sangat pas,” ujarmya.
Laila yang mengamati aksi kamisan sejak lama melihat bahwa di balik kegiatan tersebut terdapat seorang wanita bernama Maria Catarina Sumarsih yang mencari keadilan untuk sang anak bernama Benardinus Realino Norma Irawan dalam peristiwa Semanggi.
Lewat karya tersebut, Laila ingin menyampaikan pesan tentang sisi kemanusiaan seorang ibu yang kehilangan anak yang dilahirkannya. Guna menuntut keadilan atas apa yang terjadi dengan sang buah hatinya, wanita yang kerap dipanggil Sumarsih itu mampu melakukan aksi sebanyak 818 kali.
Dia begitu setia untuk memperjuangkan hak-hak anaknya, terutama dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Kasus tentang kematian sang anak belum selesai dan gerakan kamisan merupakan aksi yang konsisten.
Lebih dari itu, aksi Kamisan yang dilakukan oleh sang ibu berkembang. Tuntutan terhadap negara untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM tidak hanya sebatas kasus Semanggi. Namun, aksi itu meluas ke tuntutan terhadap penyelesaian kasus lainnya yang belum diselesaikan.
Dalam karya tersebut, Laila ingin mengangkat rasa sedih yang dimiliki oleh Sumarsih berhasil menularkan semangat kepada banyak orang yang kehilangan keluarganya dan tidak terselesaikan sampai saat ini.
“Rasa sedih kehilangan anak ditularkan ke teman-teman untuk berusaha secara konsisten memperjuangkan, siapa tahu, entah priseden ke berapa kasus ini akan ada penyelesaiannya,” ujarnya.
Selain konsistensi dan keteguhan dalam memperjuangkan keadilan bagi sang anak, perempuan juga berdaya dan mampu ketika berbicara tentang lingkungan dan perubahan iklim. Hubungan antara kaum hawa dengan alam tertuang dalam karya berjudul Loh Jinawi (2024) yang dibuat oleh seniman Anik Indrayani.
Anik mengungkapkan bahwa karya ecoprint teknik steam dalam kain kanvas berukuran 90 x 160 cm ini memuat tema tentang perubahan iklim yang terjadi secara global dan berdampak terhadap sektor pertanian atau perkebunan.
Pergantian musim dan cuaca pun menjadi sulit untuk diprediksi oleh banyak pihak akibat perubahan iklim yang terjadi, sehingga menyebabkan perubahan pola tanam, perawatan, atau masa panen. Tidak hanya itu, pencemaran air dan tanah dari berbagai limbah pabrik atau rumah tangga juga telah merusak kesuburan tanah dan tanaman.
Kondisi alam semakin rusak oleh sebagian manusia yang tidak peduli terhadap masa depan bumi ini. Namun, masih ada sebagian manusia yang lain sangat peduli dan berusaha memperbaiki alam demi masa depan anak cucunya.
Dia berharap makin banyak manusia yang mau memperbaiki kerusakan dan merawat alam ini sehingga bumi ini tetap nyaman dihuni generasi penerus. Bumi tetap biru oleh laut dan tetap hijau oleh rimbun dedaunan.
“Saya ingin bumi tidak rusak. Kalau bisa, bumi subur lagi kayak dahulu – loh jinawi. Judulnya Loh Jinawi, subur makmur,” ujarnya.
Karya Laila yang berbicara tentang peran wanita sebagai ibu dan konsistenya dalam memperjuangkan keadilan dan karya Anik tentang perubahan iklim adalah dua contoh karya dalam pameran bertajuk Tempatan.
Tidak hanya itu, kedua isu yang diusung merupakan sedikit gambaran tentang peran perempuan yang sebenarnya lebih luas lagi.
Dalam kuratorialnya, Frigidanto Agung mengungkapkan bahwa status quo perempuan sebagai makhluk yang mempunyai peran penuh batasan masih bisa bertahan dalam memperjuangkan estetik karyanya.
Langkah itu membutuhkan tenaga lebih banyak untuk membagi kerja-kerja harian, antara berpikir untuk menciptakan karya seni dan mengurus hal lain yang berhubungan dil uar karya. Selain itu, representasi dalam berbagai bidang kehidupan, baik ekonomi, politik dan sosial, yang membedakan peran mereka dalam kehidupan sehari-hari, juga masih tegak lurus dengan perannya dalam keluarga.
Baca juga: Suka Karya Seni? Yuk Cek Agenda Pameran Seni Mei 2024 di Jakarta
Semua itu memperlihatkan kelebihan keterampilan, intelektualitas, dan partisipasi perempuan dalam masyarakat. Hal ini menjadikan nilai-nilai sosial dan budaya serta pergerakan perempuan mempunyai wacana yang luas.
Editor: Fajar Sidik
Karya seni berjudul 818 yang dibuat pada 2024 dengan medium campur, drawing pen di plastik, kotak kaca berukuran 68 x 165 x 20 cm terpajang brada di salah satu dinding pameran Galeri Nasional Indonesia.
Baca juga: Komunitas Perempuan Perupa Empu Gampingan Pamer Karya di Galeri Nasional
Karya dari seniman Laila Tifah itu memiliki dominasi warna hitam dan drawing pen di plastik yang ditata sedemikian rupa di dalam sebuah kotak kaca memberikan estetika tersendiri terhadap karya seni tersebut.
Warna gelap dan juga sorot lampu dalam kotak itu memberikan kesan yang mendalam tentang pesan di balik aksi Kamisan yang sudah berjalan selama 17 tahun pada tahun ini. Lewat kotak-kotak kaca itu, sang seniman bermain dengan simbol-simbol yang berhubungan dengan aksi tersebut, seperti payung hitam, lukisan para presiden, jam waktu, gerbang istana.
Karya berjudul 818 (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto)
Laila mengungkapkan bahwa dirinya berkeinginan untuk mengangkat karya seni dalam medium yang berbeda tentang aksi kamisan. Namun, dia belum menemukan waktu yang tepat sejak membuat karya seni lukis bertema aksi tersebut pada 2013.
Setelah sekian lama, bagi Laila, 2024 menjadi momentum yang tepat untuk kembali mengangkat aksi yang kerap dilakukan setiap Kamis di depan istana negara tersebut. Alasannya adalah beberapa peristiwa politik yang terjadi pada awal tahun.
“Walaupun saya sebenarnya tidak terlalu menyoroti peristiwa politik, tetapi waktunya sangat pas,” ujarmya.
Laila yang mengamati aksi kamisan sejak lama melihat bahwa di balik kegiatan tersebut terdapat seorang wanita bernama Maria Catarina Sumarsih yang mencari keadilan untuk sang anak bernama Benardinus Realino Norma Irawan dalam peristiwa Semanggi.
karya berjudul 818 (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto)
Lewat karya tersebut, Laila ingin menyampaikan pesan tentang sisi kemanusiaan seorang ibu yang kehilangan anak yang dilahirkannya. Guna menuntut keadilan atas apa yang terjadi dengan sang buah hatinya, wanita yang kerap dipanggil Sumarsih itu mampu melakukan aksi sebanyak 818 kali.
Dia begitu setia untuk memperjuangkan hak-hak anaknya, terutama dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Kasus tentang kematian sang anak belum selesai dan gerakan kamisan merupakan aksi yang konsisten.
Lebih dari itu, aksi Kamisan yang dilakukan oleh sang ibu berkembang. Tuntutan terhadap negara untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM tidak hanya sebatas kasus Semanggi. Namun, aksi itu meluas ke tuntutan terhadap penyelesaian kasus lainnya yang belum diselesaikan.
Dalam karya tersebut, Laila ingin mengangkat rasa sedih yang dimiliki oleh Sumarsih berhasil menularkan semangat kepada banyak orang yang kehilangan keluarganya dan tidak terselesaikan sampai saat ini.
“Rasa sedih kehilangan anak ditularkan ke teman-teman untuk berusaha secara konsisten memperjuangkan, siapa tahu, entah priseden ke berapa kasus ini akan ada penyelesaiannya,” ujarnya.
Tema Perubahan Iklim
Selain konsistensi dan keteguhan dalam memperjuangkan keadilan bagi sang anak, perempuan juga berdaya dan mampu ketika berbicara tentang lingkungan dan perubahan iklim. Hubungan antara kaum hawa dengan alam tertuang dalam karya berjudul Loh Jinawi (2024) yang dibuat oleh seniman Anik Indrayani.Anik mengungkapkan bahwa karya ecoprint teknik steam dalam kain kanvas berukuran 90 x 160 cm ini memuat tema tentang perubahan iklim yang terjadi secara global dan berdampak terhadap sektor pertanian atau perkebunan.
Pergantian musim dan cuaca pun menjadi sulit untuk diprediksi oleh banyak pihak akibat perubahan iklim yang terjadi, sehingga menyebabkan perubahan pola tanam, perawatan, atau masa panen. Tidak hanya itu, pencemaran air dan tanah dari berbagai limbah pabrik atau rumah tangga juga telah merusak kesuburan tanah dan tanaman.
Karya berjudul Loh Jinawi (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto)
Kondisi alam semakin rusak oleh sebagian manusia yang tidak peduli terhadap masa depan bumi ini. Namun, masih ada sebagian manusia yang lain sangat peduli dan berusaha memperbaiki alam demi masa depan anak cucunya.
Dia berharap makin banyak manusia yang mau memperbaiki kerusakan dan merawat alam ini sehingga bumi ini tetap nyaman dihuni generasi penerus. Bumi tetap biru oleh laut dan tetap hijau oleh rimbun dedaunan.
“Saya ingin bumi tidak rusak. Kalau bisa, bumi subur lagi kayak dahulu – loh jinawi. Judulnya Loh Jinawi, subur makmur,” ujarnya.
Karya Laila yang berbicara tentang peran wanita sebagai ibu dan konsistenya dalam memperjuangkan keadilan dan karya Anik tentang perubahan iklim adalah dua contoh karya dalam pameran bertajuk Tempatan.
Tidak hanya itu, kedua isu yang diusung merupakan sedikit gambaran tentang peran perempuan yang sebenarnya lebih luas lagi.
Dalam kuratorialnya, Frigidanto Agung mengungkapkan bahwa status quo perempuan sebagai makhluk yang mempunyai peran penuh batasan masih bisa bertahan dalam memperjuangkan estetik karyanya.
Langkah itu membutuhkan tenaga lebih banyak untuk membagi kerja-kerja harian, antara berpikir untuk menciptakan karya seni dan mengurus hal lain yang berhubungan dil uar karya. Selain itu, representasi dalam berbagai bidang kehidupan, baik ekonomi, politik dan sosial, yang membedakan peran mereka dalam kehidupan sehari-hari, juga masih tegak lurus dengan perannya dalam keluarga.
Baca juga: Suka Karya Seni? Yuk Cek Agenda Pameran Seni Mei 2024 di Jakarta
Semua itu memperlihatkan kelebihan keterampilan, intelektualitas, dan partisipasi perempuan dalam masyarakat. Hal ini menjadikan nilai-nilai sosial dan budaya serta pergerakan perempuan mempunyai wacana yang luas.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.