Pamor Teater Indonesia Berkembang, Bagaimana Ekosistem & Aktualisasinya di Lapangan?
10 May 2024 |
20:00 WIB
Seni pertunjukan Indonesia masih bertahan di tengah arus zaman. Lanskap panggung teater yang sempat mengalami masa keemasan pada dekade 70-an sepertinya mulai bersemi lagi. Ini terlihat lewat berbagai pertunjukan yang dihelat di sejumlah daerah untuk membangun dialog dengan penonton.
Iswadi Pratama, Pendiri Teater Satu Lampung mengatakan, saat ini pamor seni pertunjukan sudah berkembang cukup baik dari segi gagasan. Para pegiat teater bahkan sudah mengeksplorasi berbagai kemungkinan terkait tema-tema post-dramatic atau pertunjukan yang tidak harus bermula dari naskah drama konvensional.
Baca juga: Regenerasi Kelompok Teater di Indonesia Masih Berjalan Alot
Artinya, saat ini pertunjukan teater sudah banyak yang bertolak dari data statistik, esai, berita atau berkolaborasi dengan seni rupa hingga multimedia. Namun, yang kurang diperhatikan justru aktualisasi metode seni peran hingga distribusi pengetahuan yang belum merata dari kelompok teater dengan pendekatan realis.
"Kalau dari non realis justru sudah sangat berkembang. Untuk drama-drama realis, yang berbasis cerita ini masih kurang. Penguasaan ini penting agar publik tidak menganggap kalau akting itu sifatnya instingtif. Sebab, akting itu teknologi, ada ilmu pengetahuannya dalam seni peran," katanya.
Lelaki yang kerap membuka kelas metode akting ini mengungkap, permasalahan itu sebenarnya bisa disikapi dengan membuat forum diskusi antar asosiasi teater di tiap daerah. Untuk memperkuat akting yang, aktor dan aktris juga bisa belajar dengan menonton film-film bermutu yang mengedepankan kualitas keaktoran.
Di samping itu, dari segi industri, parameter moncernya bisnis teater tidak hanya bisa dilihat dari ramainya jumlah penonton. Sebab, setiap kelompok teater memiliki penonton sesuai kecenderungan artistik masing-masing. Oleh karena itu, ukuran majunya industri teater tidak bisa dilihat dari hal tersebut.
Misalnya, pementasan Teater Gandrik atau Teater Koma memiliki pangsa pasarnya sendiri. Begitu pula pementasan teater dari komunitas-komunitas di masyarakat atau kampus, lewat festival tahunan, seperti Festival Teater Jakarta (FTJ). Dari sinilah negara perlu ambil andil untuk ikut membangun kebudayaan di teater di Tanah Air.
"Peran negara ini maksudku ikut memikirkan ekosistemnya. Jadi, teman-teman teater itu kalau bikin pertunjukan sudah punya biaya produksi. Dan subsidi inilah yang diperlukan untuk kelangsungan produksi-produksi teater di Tanah Air,"imbuhnya.
Soliditas dari kalangan teaterawan lewat asosiasi teater juga penting dilakukan. Ini bertujuan agar bisa membuat posisi tawar dengan pemerintah. Sebab, tarif biaya penyewaan gedung pertunjukan, terutama di kota-kota besar saat ini sangatlah mahal. Bahkan, ongkos total biaya tersebut lebih dari setengah dari biaya produksi.
Menurutnya, sah-sah saja ada beberapa gedung pertunjukan dengan fasilitas mumpuni yang dibanderol dengan harga sewa yang fantastis. Namun, dia berharap pemerintah menyediakan juga gedung-gedung pertunjukan dengan biaya yang lebih terjangkau bagi kantong seniman. Ini diperlukan agar kelompok-kelompok teater di luar arus utama dapat tumbuh.
Peran maesenas dalam mendukung kegiatan atau produksi teater juga diperlukan oleh industri ini. Namun, hal itu tidak akan efektif jika pemerintah tidak membuat regulasi yang tepat. Misalnya lewat inisiasi penarikan pajak dari pusat perbelanjaan yang sebagian di antaranya dapat disisihkan untuk membangun kebudayaan.
Kendati saat ini sudah ada Dana Abadi Kebudayaan, tapi sistem kurasi dalam memberikan hibah sokongan dana dari program belumlah maksimal. Sebab, bagi kelompok teater tradisi atau yang berada di luar daerah jarang lolos kurasi karena tidak mengetahui cara membuat proposal yang baik.
"Ini kan nggak fair menurutku. Kita disuruh lomba, tapi inputnya mereka tidak tahu. Kan kasihan hanya karena persoalan administratif. Jadi selain kompetisi berbasis proposal harusnya juga ada yang hasil riset. Tujuannya untuk kelompok-kelompok yang tinggal di pelosok," katanya.
Lebih lanjut, Iswadi menyarankan pemerintah juga bisa bekerja sama dengan Koalisi Seni, sebagai organisasi yang memimpin advokasi kebijakan seni di Indonesia. "Namun, inisiatif tersebut juga harus terus disuarakan oleh komunitas-komunitas teater di Tanah Air dengan merangkul seniman-seniman lain yang beririsan dengan praktik kerja mereka," jelasnya.
Baca juga: Kaleidoskop 2023: Pertunjukan Seni & Teater yang Memukau Sepanjang 2023
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Iswadi Pratama, Pendiri Teater Satu Lampung mengatakan, saat ini pamor seni pertunjukan sudah berkembang cukup baik dari segi gagasan. Para pegiat teater bahkan sudah mengeksplorasi berbagai kemungkinan terkait tema-tema post-dramatic atau pertunjukan yang tidak harus bermula dari naskah drama konvensional.
Baca juga: Regenerasi Kelompok Teater di Indonesia Masih Berjalan Alot
Artinya, saat ini pertunjukan teater sudah banyak yang bertolak dari data statistik, esai, berita atau berkolaborasi dengan seni rupa hingga multimedia. Namun, yang kurang diperhatikan justru aktualisasi metode seni peran hingga distribusi pengetahuan yang belum merata dari kelompok teater dengan pendekatan realis.
"Kalau dari non realis justru sudah sangat berkembang. Untuk drama-drama realis, yang berbasis cerita ini masih kurang. Penguasaan ini penting agar publik tidak menganggap kalau akting itu sifatnya instingtif. Sebab, akting itu teknologi, ada ilmu pengetahuannya dalam seni peran," katanya.
Seniman dari Teater Sumber Drama Manusia membawakan pementasan berjudul Arsip dalam Festival Teater Jakarta (FTJ) 2023 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (27/10/2023). (Sumber foto:JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha)
Di samping itu, dari segi industri, parameter moncernya bisnis teater tidak hanya bisa dilihat dari ramainya jumlah penonton. Sebab, setiap kelompok teater memiliki penonton sesuai kecenderungan artistik masing-masing. Oleh karena itu, ukuran majunya industri teater tidak bisa dilihat dari hal tersebut.
Misalnya, pementasan Teater Gandrik atau Teater Koma memiliki pangsa pasarnya sendiri. Begitu pula pementasan teater dari komunitas-komunitas di masyarakat atau kampus, lewat festival tahunan, seperti Festival Teater Jakarta (FTJ). Dari sinilah negara perlu ambil andil untuk ikut membangun kebudayaan di teater di Tanah Air.
"Peran negara ini maksudku ikut memikirkan ekosistemnya. Jadi, teman-teman teater itu kalau bikin pertunjukan sudah punya biaya produksi. Dan subsidi inilah yang diperlukan untuk kelangsungan produksi-produksi teater di Tanah Air,"imbuhnya.
Mahalnya Tarif Sewa Gedung
Soliditas dari kalangan teaterawan lewat asosiasi teater juga penting dilakukan. Ini bertujuan agar bisa membuat posisi tawar dengan pemerintah. Sebab, tarif biaya penyewaan gedung pertunjukan, terutama di kota-kota besar saat ini sangatlah mahal. Bahkan, ongkos total biaya tersebut lebih dari setengah dari biaya produksi.Menurutnya, sah-sah saja ada beberapa gedung pertunjukan dengan fasilitas mumpuni yang dibanderol dengan harga sewa yang fantastis. Namun, dia berharap pemerintah menyediakan juga gedung-gedung pertunjukan dengan biaya yang lebih terjangkau bagi kantong seniman. Ini diperlukan agar kelompok-kelompok teater di luar arus utama dapat tumbuh.
Peran maesenas dalam mendukung kegiatan atau produksi teater juga diperlukan oleh industri ini. Namun, hal itu tidak akan efektif jika pemerintah tidak membuat regulasi yang tepat. Misalnya lewat inisiasi penarikan pajak dari pusat perbelanjaan yang sebagian di antaranya dapat disisihkan untuk membangun kebudayaan.
Kelompok EKI Dance Company mementaskan lakon berjudul Musikal Ken Dedes di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta, Jumat (17/3/23). (Sumber foto:JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P)
"Ini kan nggak fair menurutku. Kita disuruh lomba, tapi inputnya mereka tidak tahu. Kan kasihan hanya karena persoalan administratif. Jadi selain kompetisi berbasis proposal harusnya juga ada yang hasil riset. Tujuannya untuk kelompok-kelompok yang tinggal di pelosok," katanya.
Lebih lanjut, Iswadi menyarankan pemerintah juga bisa bekerja sama dengan Koalisi Seni, sebagai organisasi yang memimpin advokasi kebijakan seni di Indonesia. "Namun, inisiatif tersebut juga harus terus disuarakan oleh komunitas-komunitas teater di Tanah Air dengan merangkul seniman-seniman lain yang beririsan dengan praktik kerja mereka," jelasnya.
Baca juga: Kaleidoskop 2023: Pertunjukan Seni & Teater yang Memukau Sepanjang 2023
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.