Jika Tak Ditangani dengan Baik, Depresi Dapat Menyebabkan Gangguan Bipolar
20 August 2021 |
19:56 WIB
Perubahan sikap dan perilaku yang intens pada remaja perlu menjadi perhatian orang tua. Sebab, hal itu berpotensi memicu terjadinya kondisi mental, salah satunya bipolar disorder. Mengutip Bipolar Care Indonesia, gangguan bipolar adalah gangguan suasana hati, yang mana penderitanya mengalami perubahan mood antara manic dan depresi.
Pada satu waktu seorang penderita bipolar bisa merasa sangat gembira, lalu pada lain waktu merasa sedih bahkan sampai ingin bunuh diri. Kedua hal yang sangat bertolak-belakang tersebut datang silih berganti, dan terkadang ada periode normal di antaranya.
WHO menyebutkan bahwa gangguan bipolar berada dalam urutan ke-6 dalam penyakit utama yang dapat menyebabkan disabilitas di seluruh dunia. Sekitar 5,7 juta orang di seluruh dunia menderita kondisi mental ini. Sementara itu, sebanyak 25-50 persen penderita gangguan bipolar pernah melakukan percobaan bunuh diri paling sedikit sekali selama hidupnya.
Penyebab pasti gangguan bipolar belum diketahui. Diyakini bipolar disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu genetik, biologis, psikologis, dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan.
Ahli Psikiatri Dr. Dwidjo Saputro menerangkan bipolar bisa dialami oleh siapa saja tanpa batasan usia, walaupun manifestasinya tampak berbeda antara bipolar yang dialami oleh usia dewasa dengan remaja.
Menurutnya, pada remaja, gangguan bipolar umumnya dialami pada usia 15 hingga 24 tahun dengan prevalensi yang sama antara remaja pria dan wanita.
Dia juga menyebut bahwa sebanyak 30 persen remaja yang depresi berujung mengalami bipolar. Jika remaja sering megalami ledakan emosional berlebihan serta berulang maka akan terbentuk menjadi pola perilaku.
“Oleh sebab itu, perlu diwaspadai apabila terjadi depresi pada usia masa remaja, karena berpotensi kuat mengarah ke bipolar,” ujarnya.
Dwi menerangkan apabila sudah ada tanda-tanda gangguan bipolar, maka penting bagi orang tua untuk segera membawa anaknya untuk berkonsultasi dengan psikiater.
Jika penderita bipolar dapat ditangani sedini mungkin, menurutnya ini bisa menekan timbulnya gangguan perilaku dan emosi pada usia lebih dini, serta menekan potensi terjadinya kerusakan emosi dan pikiran yang lebih kompleks kemudian hari.
“Semakin dini penanganan, maka semakin berpeluang menekan risiko psikopatologi kemudian hari, sehingga diharapkan kehidupannya akan jauh lebih sehat dan produktif,” tuturnya.
Psikiater Dr. Hendro Riyanto menjelaskan anak dan remaja adalah masa pembentukan kepribadian. Mereka identik dengan karakterisitik perilaku agresif, tidak sabaran, dan labil.
Anak dan remaja juga cenderung rentan melakukan hal-hal sembrono dalam kesehariannya, dan menunjukkan citra diri yang baik di hadapan lingkungan sosialnya. Oleh sebab itu, selama dalam masa pembentukan kepribadian, penting sebagai orang tua untuk menjaga komunikasi yang baik dengan sang anak.
Editor: Avicenna
Pada satu waktu seorang penderita bipolar bisa merasa sangat gembira, lalu pada lain waktu merasa sedih bahkan sampai ingin bunuh diri. Kedua hal yang sangat bertolak-belakang tersebut datang silih berganti, dan terkadang ada periode normal di antaranya.
WHO menyebutkan bahwa gangguan bipolar berada dalam urutan ke-6 dalam penyakit utama yang dapat menyebabkan disabilitas di seluruh dunia. Sekitar 5,7 juta orang di seluruh dunia menderita kondisi mental ini. Sementara itu, sebanyak 25-50 persen penderita gangguan bipolar pernah melakukan percobaan bunuh diri paling sedikit sekali selama hidupnya.
Penyebab pasti gangguan bipolar belum diketahui. Diyakini bipolar disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu genetik, biologis, psikologis, dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan.
Ahli Psikiatri Dr. Dwidjo Saputro menerangkan bipolar bisa dialami oleh siapa saja tanpa batasan usia, walaupun manifestasinya tampak berbeda antara bipolar yang dialami oleh usia dewasa dengan remaja.
Menurutnya, pada remaja, gangguan bipolar umumnya dialami pada usia 15 hingga 24 tahun dengan prevalensi yang sama antara remaja pria dan wanita.
Dia juga menyebut bahwa sebanyak 30 persen remaja yang depresi berujung mengalami bipolar. Jika remaja sering megalami ledakan emosional berlebihan serta berulang maka akan terbentuk menjadi pola perilaku.
“Oleh sebab itu, perlu diwaspadai apabila terjadi depresi pada usia masa remaja, karena berpotensi kuat mengarah ke bipolar,” ujarnya.
Dwi menerangkan apabila sudah ada tanda-tanda gangguan bipolar, maka penting bagi orang tua untuk segera membawa anaknya untuk berkonsultasi dengan psikiater.
Jika penderita bipolar dapat ditangani sedini mungkin, menurutnya ini bisa menekan timbulnya gangguan perilaku dan emosi pada usia lebih dini, serta menekan potensi terjadinya kerusakan emosi dan pikiran yang lebih kompleks kemudian hari.
“Semakin dini penanganan, maka semakin berpeluang menekan risiko psikopatologi kemudian hari, sehingga diharapkan kehidupannya akan jauh lebih sehat dan produktif,” tuturnya.
Psikiater Dr. Hendro Riyanto menjelaskan anak dan remaja adalah masa pembentukan kepribadian. Mereka identik dengan karakterisitik perilaku agresif, tidak sabaran, dan labil.
Anak dan remaja juga cenderung rentan melakukan hal-hal sembrono dalam kesehariannya, dan menunjukkan citra diri yang baik di hadapan lingkungan sosialnya. Oleh sebab itu, selama dalam masa pembentukan kepribadian, penting sebagai orang tua untuk menjaga komunikasi yang baik dengan sang anak.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.