Maestro Seni Kaligrafi Indonesia AD Pirous Tutup Usia
16 April 2024 |
23:30 WIB
Kabar duka menyelimuti dunia seni dalam negeri. Maestro seni rupa Indonesia Abdul Djalil Pirous (A.D Pirous) meninggal dunia pada hari ini, Selasa (16/4/2024). Salah satu tokoh perintis dan pendiri Galeri Nasional Indonesia itu tutup usia pada umur 92 tahun.
Berdasarkan kabar yang diterima Hypeabis.id, A.D Pirous mengembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 20.00 WIB. Pihak keluarga melalui Rihan Sitorus mengatakan saat ini jenazah masih berada di Rumah Sakit Borromeus, Bandung, Jawa Barat.
“Innalillahi wa innailaihi rojiun, telah berpulang satu maestro seni rupa Indonesia, bapak AD Pirous di IGD RS Borromeus pada Selasa, 16 Maret 2024, sekitar pukul 20.00 WIB,” tulisnya, diterima Hypeabis.id, Selasa (16/4/2024).
Baca juga: Dunia Seni Rupa Indonesia Berduka, Maestro Lukis Suhardi Tutup Usia
Belum diketahui secara pasti penyebab meninggalnya Dewan Penasehat Galeri Nasional Indonesia tersebut. Begitu juga mengenai proses pemakaman seniman kelahiran 1932 tersebut.
Pihak keluarga menyebut detail pemakaman akan diinformasikan menyusul. Adapun terkait dengan rumah duka berlokasi di Serambi Pirous Jalan Bukit Pakar Timur II Nomor 11 Bandung.
A.D Pirous adalah tokoh penting seni rupa Indonesia. Lahir di Meulaboh Aceh pada 11 Maret 1932, bakat seni A.D Pirous telah muncul sejak kecil. Darah seninya mengalir dari ibunya, yang biasa membuat pakaian-pakaian bordir kasab khas Aceh.
Mengutip dari ESI Kemendikbud, Ibu dan kakaknya punya peran besar dalam perjalanan karier Pirous di dunia seni. Dua orang tersebut menjadi yang paling getol mendorong sang maestro untuk menekuni dunia seni.
Pada 1950, sang seniman mulai merantau ke Medan. Di sana mendiang meneruskan pendidikan formalnya sekaligus belajar di sekolah Al-Qur’an. Di kota ini pula, bakat seninya juga terus diasah.
Berkat ketekunannya, Pirous kemudian diterima di Institut Teknologi Bandung. Dia diterima di Departemen Seni Rupa ITB dan mulai berkuliah pada 1955 dan lulus kuliah pada 1964.
Setelah lulus, Pirous sempat menjadi staf pengajar di ITB. Namun, dia kemudian mulai mendalami studi seni lagi dengan sekolah Grafis Murni dan Grafis Desain di Rochester Instistute of Technology Amerika Serikat pada 1969.
Pada 1984, Pirous kembali ke ITB dan menjabat sebagai dekan pertama Fakultas Seni Rupa dan Desain di universitas tersebut hingga 1990. Pada 1994, Pirous menerima jabatan sebagai guru besar ITB.
Di luar dari urusan akademik, sebagai seniman Pirous dikenal setelah masuk ke dalam kelompok Ries Mulder (pelukis Belanda yang pada 1948 datang ke Bandung untuk mengajar melukis, sejarah seni, dan tinjauan seni).
Di kelompok belajar ini, Pirous menemukan gayanya sendiri, terutama bentuk-bentuk pemandangan alam, flora, fauna, dan bidang abstrak yang unik. Mendiang juga punya perhatian besar pada teknik-teknik grafis, teknik cetak etsa dan saringannya.
Keahlian tersebut kemudian menciptakan aliran baru di dalam seni rupa Indonesia yang disebut dengan kaligrafi Islam. Sebagai seniman, Pirous juga aktif menyelenggarakan Pameran Tunggal dan Pameran Bersama baik di dalam maupun di luar negeri sejak 1960.
Beberapa di antaranya adalah Pameran Lukisan Kaligrafi Islam (Jakarta, 1970), Pameran Retrospeksi (Jakarta, 1985), dan One-person Show of Prints di St. Martin’s School of Art (London, 1986).
Selain pameran tunggal, sang maestro juga kerap menggelar pameran bersama, seperti Pameran Seni Indonesia Kontemporer (Rio de Janeiro Brazil, 1964), Pameran South-East Asia Art di Singapura, Filipina, Thailand dan Malaysia serta Pameran The 8th International Biennale of Prints di Jepang (1972), Pameran Seni Grafis Internasional di Galerija, Ljubljana, Yugoslavia (1977), Pameran Besar Seni Lukis Indonesia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta (1978).
Selain itu, Pirous juga mengikuti pameran bersama lain, seperti Pameran The Third World Biennale of Graphic Art di Iraqi Cultural Center (London, 1980), Pameran Contemporary Indonesia Prints di The Japan Foundation ASEAN Culture Center Gallery (Tokyo, 1991), Pameran The First Asia Pasific Triennial of Contemporary Art (Brisbane, Queensland, Australia, 1993), Pameran Internasional Seni Rupa Asia ke-9 di National Museum of History of China di Taipei (Taiwan, 1994), Pameran The 15th Asian International Art (2000).
Beberapa karyanya telah menjadi koleksi museum di dalam negeri maupun luar negeri, antara lain di Polandia dan Irak. Bahkan, lukisannya yang berjudul Al Kiyamah menjadi hadiah dari pemerintah Indonesia untuk Raja Khalid Saudi Arabia.
Jejak kekaryaanya juga mewujud ke dalam berbagai penghargaan bergengsi yang berhasil diraihnya, dari Best Print Collection di at Show of Napel New York (1970), Penghargaan Lukisan Terbaik dalam Biennale Seni Rupa I dan II di Jakarta (1974 dan 1976), Silver Prize dari Seoul Art dalam International Art Competition (1984), dan Anugerah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1985), hinga Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Republik Indonesia (2002)
Almarhum juga adalah salah satu tokoh perintis dan pendiri Galeri Nasional Indonesia, bersama Soedarso Sp (alm), Abas Alibasyah (alm), Edi Sedyawati (alm), Hildawati Soemantri (alm) dan Jim Supangkat sejak awal Galnas berdiri (1998). Kemudian, bersama yang lain, dia juga diangkat sebagai Dewan Penasehat Galeri Nasional.
Pirous telah menaruh banyak fondasi penting sekaligus memberi warna indah untuk dunia seni Indonesia. Kini, sang maestro telah berpulang, tetapi apa yang pernah ditorehkannya akan selalu dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi setelahnya.
Editor: Fajar Sidik
Berdasarkan kabar yang diterima Hypeabis.id, A.D Pirous mengembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 20.00 WIB. Pihak keluarga melalui Rihan Sitorus mengatakan saat ini jenazah masih berada di Rumah Sakit Borromeus, Bandung, Jawa Barat.
“Innalillahi wa innailaihi rojiun, telah berpulang satu maestro seni rupa Indonesia, bapak AD Pirous di IGD RS Borromeus pada Selasa, 16 Maret 2024, sekitar pukul 20.00 WIB,” tulisnya, diterima Hypeabis.id, Selasa (16/4/2024).
Baca juga: Dunia Seni Rupa Indonesia Berduka, Maestro Lukis Suhardi Tutup Usia
Belum diketahui secara pasti penyebab meninggalnya Dewan Penasehat Galeri Nasional Indonesia tersebut. Begitu juga mengenai proses pemakaman seniman kelahiran 1932 tersebut.
Pihak keluarga menyebut detail pemakaman akan diinformasikan menyusul. Adapun terkait dengan rumah duka berlokasi di Serambi Pirous Jalan Bukit Pakar Timur II Nomor 11 Bandung.
A.D Pirous adalah tokoh penting seni rupa Indonesia. Lahir di Meulaboh Aceh pada 11 Maret 1932, bakat seni A.D Pirous telah muncul sejak kecil. Darah seninya mengalir dari ibunya, yang biasa membuat pakaian-pakaian bordir kasab khas Aceh.
Mengutip dari ESI Kemendikbud, Ibu dan kakaknya punya peran besar dalam perjalanan karier Pirous di dunia seni. Dua orang tersebut menjadi yang paling getol mendorong sang maestro untuk menekuni dunia seni.
Pada 1950, sang seniman mulai merantau ke Medan. Di sana mendiang meneruskan pendidikan formalnya sekaligus belajar di sekolah Al-Qur’an. Di kota ini pula, bakat seninya juga terus diasah.
Berkat ketekunannya, Pirous kemudian diterima di Institut Teknologi Bandung. Dia diterima di Departemen Seni Rupa ITB dan mulai berkuliah pada 1955 dan lulus kuliah pada 1964.
Setelah lulus, Pirous sempat menjadi staf pengajar di ITB. Namun, dia kemudian mulai mendalami studi seni lagi dengan sekolah Grafis Murni dan Grafis Desain di Rochester Instistute of Technology Amerika Serikat pada 1969.
Pada 1984, Pirous kembali ke ITB dan menjabat sebagai dekan pertama Fakultas Seni Rupa dan Desain di universitas tersebut hingga 1990. Pada 1994, Pirous menerima jabatan sebagai guru besar ITB.
Di luar dari urusan akademik, sebagai seniman Pirous dikenal setelah masuk ke dalam kelompok Ries Mulder (pelukis Belanda yang pada 1948 datang ke Bandung untuk mengajar melukis, sejarah seni, dan tinjauan seni).
Di kelompok belajar ini, Pirous menemukan gayanya sendiri, terutama bentuk-bentuk pemandangan alam, flora, fauna, dan bidang abstrak yang unik. Mendiang juga punya perhatian besar pada teknik-teknik grafis, teknik cetak etsa dan saringannya.
Keahlian tersebut kemudian menciptakan aliran baru di dalam seni rupa Indonesia yang disebut dengan kaligrafi Islam. Sebagai seniman, Pirous juga aktif menyelenggarakan Pameran Tunggal dan Pameran Bersama baik di dalam maupun di luar negeri sejak 1960.
Beberapa di antaranya adalah Pameran Lukisan Kaligrafi Islam (Jakarta, 1970), Pameran Retrospeksi (Jakarta, 1985), dan One-person Show of Prints di St. Martin’s School of Art (London, 1986).
Selain pameran tunggal, sang maestro juga kerap menggelar pameran bersama, seperti Pameran Seni Indonesia Kontemporer (Rio de Janeiro Brazil, 1964), Pameran South-East Asia Art di Singapura, Filipina, Thailand dan Malaysia serta Pameran The 8th International Biennale of Prints di Jepang (1972), Pameran Seni Grafis Internasional di Galerija, Ljubljana, Yugoslavia (1977), Pameran Besar Seni Lukis Indonesia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta (1978).
Selain itu, Pirous juga mengikuti pameran bersama lain, seperti Pameran The Third World Biennale of Graphic Art di Iraqi Cultural Center (London, 1980), Pameran Contemporary Indonesia Prints di The Japan Foundation ASEAN Culture Center Gallery (Tokyo, 1991), Pameran The First Asia Pasific Triennial of Contemporary Art (Brisbane, Queensland, Australia, 1993), Pameran Internasional Seni Rupa Asia ke-9 di National Museum of History of China di Taipei (Taiwan, 1994), Pameran The 15th Asian International Art (2000).
Beberapa karyanya telah menjadi koleksi museum di dalam negeri maupun luar negeri, antara lain di Polandia dan Irak. Bahkan, lukisannya yang berjudul Al Kiyamah menjadi hadiah dari pemerintah Indonesia untuk Raja Khalid Saudi Arabia.
Jejak kekaryaanya juga mewujud ke dalam berbagai penghargaan bergengsi yang berhasil diraihnya, dari Best Print Collection di at Show of Napel New York (1970), Penghargaan Lukisan Terbaik dalam Biennale Seni Rupa I dan II di Jakarta (1974 dan 1976), Silver Prize dari Seoul Art dalam International Art Competition (1984), dan Anugerah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1985), hinga Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Republik Indonesia (2002)
Almarhum juga adalah salah satu tokoh perintis dan pendiri Galeri Nasional Indonesia, bersama Soedarso Sp (alm), Abas Alibasyah (alm), Edi Sedyawati (alm), Hildawati Soemantri (alm) dan Jim Supangkat sejak awal Galnas berdiri (1998). Kemudian, bersama yang lain, dia juga diangkat sebagai Dewan Penasehat Galeri Nasional.
Pirous telah menaruh banyak fondasi penting sekaligus memberi warna indah untuk dunia seni Indonesia. Kini, sang maestro telah berpulang, tetapi apa yang pernah ditorehkannya akan selalu dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi setelahnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.