Pameran March & Refleksi Demokrasi Indonesia Ala Jompet Kuswidananto
29 March 2024 |
21:30 WIB
Ada yang berbeda di Baik Art Gallery Jakarta. Sebab, di salah satu ruangan galeri seni di Jakarta Selatan itu tampak berjejer ratusan sepatu berbagai ukuran di atas lantai. Sementara itu di atasnya terdapat bendera ormas, hingga stang sepeda motor dengan lampu dalam keadaan menyala.
Di tengah riuh rendah suara rekaman video, beberapa snare drum sesekali juga berbunyi digerakan mesin kinetik. Ada pula pengeras suara yang biasa digunakan untuk berdemonstrasi, serta boneka berukuran manusia yang kerap ditemui di lampu merah perkotaan.
Baca juga: Pameran Sampul Manusia dari Ribuan Sampul Buku Era 1970-an Hadir Kompas Gramedia
Instalasi seperti kumpulan orang yang berparade itu merupakan salah satu karya dari seniman Jompet Kuswidananto dalam pameran tunggal bertajuk March. Berjudul After Voices [Setelah Suara-suara], instalasi ini seolah memproyeksikan refleksi kelindan sejarah demokrasi di Indonesia.
Dibuat pada 2016, karya seni yang cukup riuh ini berusaha merefleksikan 15 tahun reformasi Indonesia. Menurut Jompet, lewat karya ini dia ingin memvisualkan bagaimana demokrasi saat itu diolah dari sisi pertunjukan, terutama lewat atribut-atribut dan mars lagu yang menarik perhatian.
"Instalasi ini juga menjadi semacam visual performativitas masyarakat dalam dan mengekspresikan suara politik. Puncaknya adalah lewat mobilisasi massa yang menjadi salah satu kunci untuk mengamplifikasi satu suara dari kehendak rakyat," katanya.
Refleksi Jompet terhadap kelindan sejarah dari masa lalu juga terefleksi dalam seri karya berjudul Mnemonic #1 (flag, fan, mechanical machine, variable dimension, 2024). Mnemonic #1 merupakan instalasi bendera yang secara mekanis akan berkibar dan jatuh secara berulang saat ditiup kipas angin.
Satir. Dalam bendera tersebut juga tertulis serangkaian pendek notasi angka yang diambil dari film propaganda anti komunis. Bagi Jompet yang tumbuh pada masa Orde Baru, potongan nada musik tersebut seperti mewakili dan mengunci ingatan seseorang atas kekejaman komunisme yang dindoktrinasi oleh Orba.
Seniman lulusan Universitas Gadjah Mada ini memang kerap membuat karya instalasi yang menggabungkan media suara,dan gerak kinetis. Tak hanya itu, Jompet juga sering memanfaatkan rongsokan dan onderdil bekas yang dirangkai jadi karya seni lewat serangkaian riset yang mendalam, secara pustaka atau turun langsung ke lapangan.
Hasilnya, terejawantah dalam Mnemonic #3 (cable phone, digital audio player, variable dimension, 2024). Terdiri dari pesawat telepon kabel, dalam instalasi ini publik akan disuguhkan rekaman suara musik pop melankolik yang diciptakan oleh sang seniman. Uniknya, saat mendengar karya ini kita seperti seolah diajak mendengarkan pembacaan puisi penuh nada.
Sebagai seniman yang besar pada dekade 1980-an, Jompet tertarik untuk mengikuti perasaan yang muncul lewat lagu-lagu nostalgia pada tahun tersebut. Instalasi yang dibuat secara spontan itu, menurutnya bisa menjadi kendaraan baginya untuk menyisir ingatan-ingatan sejarah yang tersembunyi tentang relasinya dengan lingkungan di masa itu.
Tema karya Mnemonic #3 sekilas juga mirip dengan Mnemonic #2 (fabric, bucket, mechanical machine, digital audio player, variable dimension, 2024). Karya instalasi kain bertuliskan lirik lagu melankolik yang dicelup secara mekanis ke dalam ember berisi cairan pemutih itu juga ditingkahi rekaman lagu yang lebih lengkap dari versi Mnemonic #3.
Sepintas, karya ini mengingatkan publik pada peristiwa pelarangan lagu-lagu cengeng pada 1980-an oleh pemerintah Orde Baru (Orba) yang dianggap tidak sejalan dengan semangat pembangunan. Menurut Jompet, kecenderungan untuk mengendalikan narasi secara paksa seperti ini memang lazim terjadi kala itu.
"Pengendalian terhadap narasi sejarah dalam musik ini hanyalah sebagian kecil pada masa Orba. kelaziman inilah yang kelak mewariskan banyak masalah hingga saat ini di Indonesia," katanya.
Terpisah, Gallery Manager Baik Art Gallery, Devi Triasari, mengatakan, Jompet memang memiliki ketertarikan pada narasi-narasi sejarah. Karya-karya yang dipacak dalam pameran ini juga menjadi semacam ikhtiar untuk mengenang perjalanan melintasi belantara gema dari masa lalu.
"Karya-karya Jompet memang banyak yang didasarkan dari riset sejarah. Pemacakan beberapa karya di galeri kami ini juga dilakukan agar masyarakat Indonesia bisa mengapresiasinya. Sebab, salah satu dari karya ini bakal diakuisisi sebuah museum di Amerika Serikat," katanya.
Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Di tengah riuh rendah suara rekaman video, beberapa snare drum sesekali juga berbunyi digerakan mesin kinetik. Ada pula pengeras suara yang biasa digunakan untuk berdemonstrasi, serta boneka berukuran manusia yang kerap ditemui di lampu merah perkotaan.
Baca juga: Pameran Sampul Manusia dari Ribuan Sampul Buku Era 1970-an Hadir Kompas Gramedia
Instalasi seperti kumpulan orang yang berparade itu merupakan salah satu karya dari seniman Jompet Kuswidananto dalam pameran tunggal bertajuk March. Berjudul After Voices [Setelah Suara-suara], instalasi ini seolah memproyeksikan refleksi kelindan sejarah demokrasi di Indonesia.
Dibuat pada 2016, karya seni yang cukup riuh ini berusaha merefleksikan 15 tahun reformasi Indonesia. Menurut Jompet, lewat karya ini dia ingin memvisualkan bagaimana demokrasi saat itu diolah dari sisi pertunjukan, terutama lewat atribut-atribut dan mars lagu yang menarik perhatian.
"Instalasi ini juga menjadi semacam visual performativitas masyarakat dalam dan mengekspresikan suara politik. Puncaknya adalah lewat mobilisasi massa yang menjadi salah satu kunci untuk mengamplifikasi satu suara dari kehendak rakyat," katanya.
Refleksi Jompet terhadap kelindan sejarah dari masa lalu juga terefleksi dalam seri karya berjudul Mnemonic #1 (flag, fan, mechanical machine, variable dimension, 2024). Mnemonic #1 merupakan instalasi bendera yang secara mekanis akan berkibar dan jatuh secara berulang saat ditiup kipas angin.
Satir. Dalam bendera tersebut juga tertulis serangkaian pendek notasi angka yang diambil dari film propaganda anti komunis. Bagi Jompet yang tumbuh pada masa Orde Baru, potongan nada musik tersebut seperti mewakili dan mengunci ingatan seseorang atas kekejaman komunisme yang dindoktrinasi oleh Orba.
Seniman lulusan Universitas Gadjah Mada ini memang kerap membuat karya instalasi yang menggabungkan media suara,dan gerak kinetis. Tak hanya itu, Jompet juga sering memanfaatkan rongsokan dan onderdil bekas yang dirangkai jadi karya seni lewat serangkaian riset yang mendalam, secara pustaka atau turun langsung ke lapangan.
Hasilnya, terejawantah dalam Mnemonic #3 (cable phone, digital audio player, variable dimension, 2024). Terdiri dari pesawat telepon kabel, dalam instalasi ini publik akan disuguhkan rekaman suara musik pop melankolik yang diciptakan oleh sang seniman. Uniknya, saat mendengar karya ini kita seperti seolah diajak mendengarkan pembacaan puisi penuh nada.
Sebagai seniman yang besar pada dekade 1980-an, Jompet tertarik untuk mengikuti perasaan yang muncul lewat lagu-lagu nostalgia pada tahun tersebut. Instalasi yang dibuat secara spontan itu, menurutnya bisa menjadi kendaraan baginya untuk menyisir ingatan-ingatan sejarah yang tersembunyi tentang relasinya dengan lingkungan di masa itu.
Karya Jompet Kuswidananto Mnemonic #2 (fabric, bucket, mechanical machine, digital audio player, variable dimension, 2024). (sumber gambar Baik Art Gallery)
Sepintas, karya ini mengingatkan publik pada peristiwa pelarangan lagu-lagu cengeng pada 1980-an oleh pemerintah Orde Baru (Orba) yang dianggap tidak sejalan dengan semangat pembangunan. Menurut Jompet, kecenderungan untuk mengendalikan narasi secara paksa seperti ini memang lazim terjadi kala itu.
"Pengendalian terhadap narasi sejarah dalam musik ini hanyalah sebagian kecil pada masa Orba. kelaziman inilah yang kelak mewariskan banyak masalah hingga saat ini di Indonesia," katanya.
Terpisah, Gallery Manager Baik Art Gallery, Devi Triasari, mengatakan, Jompet memang memiliki ketertarikan pada narasi-narasi sejarah. Karya-karya yang dipacak dalam pameran ini juga menjadi semacam ikhtiar untuk mengenang perjalanan melintasi belantara gema dari masa lalu.
"Karya-karya Jompet memang banyak yang didasarkan dari riset sejarah. Pemacakan beberapa karya di galeri kami ini juga dilakukan agar masyarakat Indonesia bisa mengapresiasinya. Sebab, salah satu dari karya ini bakal diakuisisi sebuah museum di Amerika Serikat," katanya.
Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.