Dua Dekade Harmoni: Kisah Perjalanan Endah N Rhesa dalam Jagat Musik Indonesia
09 March 2024 |
11:00 WIB
Dua dekade berlalu, Endah N Rhesa masih terus menunjukkan eksistensinya di jagat musik Indonesia. Ketika berbincang dengan Hypeabis.id dalam Instagram Live, senyum semringah Endah Widiastuti mengembang tatkala mengingat berbagai momen selama dua puluh tahun mereka berkarya.
Endah N Rhesa adalah proyek musik yang diprakarsai oleh Endah Widiastuti (Vokal, Gitar) dan Rhesa Aditya (Bass). Pasangan musisi ini pertama kali bertemu satu sama lain di sebuah band rock pada awal 2003.
Baca juga: Begini Kiat Endah N Rhesa Tetap Kreatif & Bertahan 2 Dekade di Industri Musik
Tak lama setelah keduanya keluar dari band tersebut pada 2004, Endah memutuskan untuk bersolo karier, seperti yang dilakukannya dulu, sedangkan Rhesa menjadi produsernya. Endah banyak merekam lagu-lagunya ke dalam sebuah album bertajuk The New beginning.
Ini adalah mini album berisi empat lagu yang didistribusikan secara independen, dengan jumlah copy yang terbatas. Yang menarik, pada salah satu lagu di album tersebut, Rhesa menambahkan beberapa dentuman bass dan menjadikannya perpaduan menarik.
Lagu berjudul Ketika Kami Mencintai Seseorang itu memainkan vokal, gitar, dan bass dengan apik. Dari kolaborasi inilah, saat itu Endah dan Rhesa mulai bermain musik bersama (tidak lagi artis dan produser).
Mereka memulainya dengan manggung-panggung gigs maupun acara kampus. Tanggapan terhadap mereka yang positif, kemudian membuatnya memutuskan untuk membuat nama panggung untuk proyek duo mereka yang berasal dari gabungan keduanya: Endah N Rhesa.
Endah N Rhesa kemudian bersalin rupa menjadi project musikal yang terbentuk dari akustik gitar, bas, dan vokal. Warna yang mereka bentuk dari tiga instrumen ini terus berkembang, dari folk, jazz, blues, rock and roll, dan ballads.
Tak lama setelah kelahiran duo musisi ini, mereka kemudian merilis Nowhere To Go (Versi lama) pada 2005 dalam sebuah rekaman live. Versi studionya dengan nama yang sama, Nowhere To Go, juga dirilis tak lama kemudian di bawah label independen Demajors.
Setelahnya, duo musisi ini merangsak naik ke belantika musik Indonesia secara lebih luas. Mereka memiliki lirik yang bercerita tentang banyak hal, dari kehidupan, cinta, persahabatan, kota, hingga krisis iklim sekali pun.
Dalam usia kekaryaan yang menyentuh dua dekade ini, tak ada harapan yang muluk-muluk dari Endah. Dia hanya ingin terus untuk bermain musik dengan Rhesa dan menjalani kehidupan ini dengan dia, suami sekaligus partner bermusik yang telah menemaninya selama ini.
Bagi Endah, bertumbuh bersama Rhesa, baik dalam hal bermusik maupun kehidupan, adalah bagian terbaik yang pernah dialaminya selama hidup. Endah pun berterima kasih kepada para penggemar dan pendengar musiknya yang terus menemani dan menikmati lagu-lagunya, serta menjadi bagian dalam sejarah bermusik grup Endah N Rhesa ini.
“Harapannya, karya dan keberadaan kami sebagai musisi maupun manusia bisa terus bermanfaat. Dalam arti, tidak hanya dalam hal musik, tetapi keberadaan sebagai manusia juga bisa memberikan kebaikan kepada sesama, apa pun itu bentuknya. Ya, memang cukup spiritual ya jadinya, memang ‘bermanfaat’ ini jadi semacam goal dalam apa-apa yang akan kami lakukan ke depan,” ungkap Endah dalam Instragram Live Hypeabis.id, Senin (4/3/2024).
Selama dua dekade, hampir semua jenis musik pernah dijajal oleh pasangan yang menikah sejak 2009 tersebut. Dalam hal produksi, rekaman di studio rumahan hingga studio beneran pun pernah dijajalnya.
“Namun, kami percaya di musik kayaknya memang harus selalu ada perkembangan. Kami mencoba untuk selalu melakukan pendekatan atau eksplorasi berkarya yang baru. Jadi, setiap kali bertumbuh lewat single atau album baru, hal yang dibicarakan ialah soal itu,” terangnya.
Jika pada awal bermusik dirinya dan Rhesa lebih sporadis, dalam artian, apa pun yang ada saat itu langsung direkam menjadi sebuah karya. Sekarang ini, dirinya dan Rhesa mengaku lebih punya banyak pertimbangan, sebuah laku karya yang diharapkan bisa membawa progres bermusiknya untuk terus berkembang.
Endah mengatakan, ketika pertama kali memutuskan berkarya sebagai duo, semangat bermusik yang dibawanya hanyalah untuk belajar dan berproses. Dia bercerita kalau dirinya dan Rhesa adalah musisi yang lahir dari band kafe yang banyak menyanyikan lagu cover.
Lima tahun menjalani hal tersebut, membuat Endah merasa perlu untuk melakukan hal baru. Ada keinginan untuk membuat lagu sendiri. Ada keinginan untuk merekam lagu sendiri dan ujungnya punya karya ciptaan sendiri.
“Paling tidak, dengan merekam karya sendiri, kami punya dokumentasi. Terlepas dari orang akan meminati atau tidak, tetapi setidaknya kami sudah mendokumentasikannya dan merilisnya secara publik,” imbuhnya.
Proses bermusik yang sedari awal mengambil jalur independen juga menuntutnya untuk mandiri dalam banyak hal. Dari menciptakan musik sendiri, merekam sendiri, hingga distribusi pun demikian. Hal tersebut diangap Endah cukup menempa pengetahuannya.
Dia pun senang karena setiap lagu atau album yang dibuat, itu artinya pengetahuannya tentang produksi musiknya akan berkembang juga. Sebab, setiap lagu dan album selalu punya cara berbeda untuk dieksekusi.
Seiring waktu, tidak hanya soal kekaryaan musik saja yang berkembang. Adaptasi juga jadi hal menarik selanjutnya yang dirasakannya selama dua dekade ini. Endah N Rhesa mengalami era CD hingga streaming untuk merilis lagu.
Menurut Endah, penjualan album secara fisik dan streaming sama-sama punya tantangannya tersendiri. Dahulu, ketika era CD masih merajai, para musisi, termasuk dirinya masih bisa dengan bebas memainkan aspek ‘misterius’ untuk menarik perhatian pendengar.
Dalam merilis album, dirinya selalu mengeluarkan single secara bertahap. Single adalah daya tarik untuk pendengar mau mendengarkan lagu secara penuh di album. Biasanya, single pertama akan keluar saat perilisan lagu. Kemudian, single kedua, tiga bulan setelahnya. Adapun single ketiga, bisa enam bulan atau tujuh bulan setelahnya.
Cara ini diakui Endah cukup efektif menjaga ‘nyawa’ dari album tersebut untuk terus dibicarakan dan dinikmati oleh orang. Sebab, tidak semua single di album dibuka dalam satu waktu, sehingga orang-orang masih menantikan dan penasaran soal isi lagunya.
Di dalam penjualan fisik, seperti CD, para musisi juga biasanya menyelipkan kejutan-kejutan kecil. Entah itu ucapan tertentu, artwork di dalamnya yang ekslusif, dan elemen lain yang membuat kepemilikan CD jadi sesuatu yang disenangi.
Namun, di era streaming ini, banyak hal berubah. Ketika album dirilis di streaming, nyawa dari single atau lagu di dalamnya tidak lagi sekuat dulu. Sebab, pendengar bisa langsung mendengarkan seluruh isinya secara bersamaan.
“Meski secara distribusi jadi lebih mudah, tantangannya justru pada menjaga isi lagu di dalamnya bisa terus dinikmati dalam jangka lama,” pikirnya.
Rhesa saat itu lebih ingin bermain-main dengan musik modern, sedangkan Rhesa merasa musik klasik yang vintage lebih cocok diterapkan pada album tersebut. Perbedaan visi ini membuat pengerjaan album diiringi banyak ketidakcocokan.
“Saat itu, mungkin karena mas Rhesa saking padatnya kepalanya, terkadang dia mengungkapkan ke aku juga tidak tepat. Ini yang kemudian juga membuat aku ngeyel terus. Jadinya, sama-sama keras kepala. Cukup pelik sih waktu itu,” jelasnya.
Endah merasa momen ini membuat dirinya dan Rhesa terlibat dalam hal yang disebutnya sebagai ‘berantem hebat’, utamanya dalam proses bermusik. Sebab, setiap sisi punya ego masing-masing, punya visi yang berbeda-beda.
Pada akhirnya, ketika sedang kalut, keduanya sedikit menemukan titik terang ketika tercipta lagu Menua Bersama. Lagu itu, dianggap Endah cukup meluluhkan hatinya. Lagu tersebut liriknya diciptakan Rhesa dengan makna yang dirasanya begitu dalam, yakni apa pun masalah yang terjadi pasangan ini ingin tetap menua bersama.
“Ketika mulai luluh, akhirnya ada kesepakatan memproduksi album kelimanya. Lagu itu rilis 2018 dan albumnya rilis 2019. Bagi kami, konflik dalam bermusik adalah hal biasa, dari situ justru kami makin berkembang,” tutupnya.
Baca juga: Hypereport: Sajak Cinta dan Melodi Romantis Pasangan Musisi yang Berkarier Bersama
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Endah N Rhesa adalah proyek musik yang diprakarsai oleh Endah Widiastuti (Vokal, Gitar) dan Rhesa Aditya (Bass). Pasangan musisi ini pertama kali bertemu satu sama lain di sebuah band rock pada awal 2003.
Baca juga: Begini Kiat Endah N Rhesa Tetap Kreatif & Bertahan 2 Dekade di Industri Musik
Tak lama setelah keduanya keluar dari band tersebut pada 2004, Endah memutuskan untuk bersolo karier, seperti yang dilakukannya dulu, sedangkan Rhesa menjadi produsernya. Endah banyak merekam lagu-lagunya ke dalam sebuah album bertajuk The New beginning.
Ini adalah mini album berisi empat lagu yang didistribusikan secara independen, dengan jumlah copy yang terbatas. Yang menarik, pada salah satu lagu di album tersebut, Rhesa menambahkan beberapa dentuman bass dan menjadikannya perpaduan menarik.
Lagu berjudul Ketika Kami Mencintai Seseorang itu memainkan vokal, gitar, dan bass dengan apik. Dari kolaborasi inilah, saat itu Endah dan Rhesa mulai bermain musik bersama (tidak lagi artis dan produser).
Mereka memulainya dengan manggung-panggung gigs maupun acara kampus. Tanggapan terhadap mereka yang positif, kemudian membuatnya memutuskan untuk membuat nama panggung untuk proyek duo mereka yang berasal dari gabungan keduanya: Endah N Rhesa.
Endah N Rhesa kemudian bersalin rupa menjadi project musikal yang terbentuk dari akustik gitar, bas, dan vokal. Warna yang mereka bentuk dari tiga instrumen ini terus berkembang, dari folk, jazz, blues, rock and roll, dan ballads.
Tak lama setelah kelahiran duo musisi ini, mereka kemudian merilis Nowhere To Go (Versi lama) pada 2005 dalam sebuah rekaman live. Versi studionya dengan nama yang sama, Nowhere To Go, juga dirilis tak lama kemudian di bawah label independen Demajors.
Setelahnya, duo musisi ini merangsak naik ke belantika musik Indonesia secara lebih luas. Mereka memiliki lirik yang bercerita tentang banyak hal, dari kehidupan, cinta, persahabatan, kota, hingga krisis iklim sekali pun.
Dalam usia kekaryaan yang menyentuh dua dekade ini, tak ada harapan yang muluk-muluk dari Endah. Dia hanya ingin terus untuk bermain musik dengan Rhesa dan menjalani kehidupan ini dengan dia, suami sekaligus partner bermusik yang telah menemaninya selama ini.
Bagi Endah, bertumbuh bersama Rhesa, baik dalam hal bermusik maupun kehidupan, adalah bagian terbaik yang pernah dialaminya selama hidup. Endah pun berterima kasih kepada para penggemar dan pendengar musiknya yang terus menemani dan menikmati lagu-lagunya, serta menjadi bagian dalam sejarah bermusik grup Endah N Rhesa ini.
“Harapannya, karya dan keberadaan kami sebagai musisi maupun manusia bisa terus bermanfaat. Dalam arti, tidak hanya dalam hal musik, tetapi keberadaan sebagai manusia juga bisa memberikan kebaikan kepada sesama, apa pun itu bentuknya. Ya, memang cukup spiritual ya jadinya, memang ‘bermanfaat’ ini jadi semacam goal dalam apa-apa yang akan kami lakukan ke depan,” ungkap Endah dalam Instragram Live Hypeabis.id, Senin (4/3/2024).
Menembus Berbagai Era
Memulai karier sebagai grup duo sejak 2004 dan masih bertahan hingga 2024, diakui Endah sebagai perjalanan yang menyenangkan. Ada banyak lika-liku tentunya. Ada banyak hal juga yang berubah dari pertama kali bermusik hingga sekarang.Selama dua dekade, hampir semua jenis musik pernah dijajal oleh pasangan yang menikah sejak 2009 tersebut. Dalam hal produksi, rekaman di studio rumahan hingga studio beneran pun pernah dijajalnya.
“Namun, kami percaya di musik kayaknya memang harus selalu ada perkembangan. Kami mencoba untuk selalu melakukan pendekatan atau eksplorasi berkarya yang baru. Jadi, setiap kali bertumbuh lewat single atau album baru, hal yang dibicarakan ialah soal itu,” terangnya.
Jika pada awal bermusik dirinya dan Rhesa lebih sporadis, dalam artian, apa pun yang ada saat itu langsung direkam menjadi sebuah karya. Sekarang ini, dirinya dan Rhesa mengaku lebih punya banyak pertimbangan, sebuah laku karya yang diharapkan bisa membawa progres bermusiknya untuk terus berkembang.
Endah mengatakan, ketika pertama kali memutuskan berkarya sebagai duo, semangat bermusik yang dibawanya hanyalah untuk belajar dan berproses. Dia bercerita kalau dirinya dan Rhesa adalah musisi yang lahir dari band kafe yang banyak menyanyikan lagu cover.
Lima tahun menjalani hal tersebut, membuat Endah merasa perlu untuk melakukan hal baru. Ada keinginan untuk membuat lagu sendiri. Ada keinginan untuk merekam lagu sendiri dan ujungnya punya karya ciptaan sendiri.
“Paling tidak, dengan merekam karya sendiri, kami punya dokumentasi. Terlepas dari orang akan meminati atau tidak, tetapi setidaknya kami sudah mendokumentasikannya dan merilisnya secara publik,” imbuhnya.
Proses bermusik yang sedari awal mengambil jalur independen juga menuntutnya untuk mandiri dalam banyak hal. Dari menciptakan musik sendiri, merekam sendiri, hingga distribusi pun demikian. Hal tersebut diangap Endah cukup menempa pengetahuannya.
Dia pun senang karena setiap lagu atau album yang dibuat, itu artinya pengetahuannya tentang produksi musiknya akan berkembang juga. Sebab, setiap lagu dan album selalu punya cara berbeda untuk dieksekusi.
Seiring waktu, tidak hanya soal kekaryaan musik saja yang berkembang. Adaptasi juga jadi hal menarik selanjutnya yang dirasakannya selama dua dekade ini. Endah N Rhesa mengalami era CD hingga streaming untuk merilis lagu.
Menurut Endah, penjualan album secara fisik dan streaming sama-sama punya tantangannya tersendiri. Dahulu, ketika era CD masih merajai, para musisi, termasuk dirinya masih bisa dengan bebas memainkan aspek ‘misterius’ untuk menarik perhatian pendengar.
Dalam merilis album, dirinya selalu mengeluarkan single secara bertahap. Single adalah daya tarik untuk pendengar mau mendengarkan lagu secara penuh di album. Biasanya, single pertama akan keluar saat perilisan lagu. Kemudian, single kedua, tiga bulan setelahnya. Adapun single ketiga, bisa enam bulan atau tujuh bulan setelahnya.
Cara ini diakui Endah cukup efektif menjaga ‘nyawa’ dari album tersebut untuk terus dibicarakan dan dinikmati oleh orang. Sebab, tidak semua single di album dibuka dalam satu waktu, sehingga orang-orang masih menantikan dan penasaran soal isi lagunya.
Di dalam penjualan fisik, seperti CD, para musisi juga biasanya menyelipkan kejutan-kejutan kecil. Entah itu ucapan tertentu, artwork di dalamnya yang ekslusif, dan elemen lain yang membuat kepemilikan CD jadi sesuatu yang disenangi.
Namun, di era streaming ini, banyak hal berubah. Ketika album dirilis di streaming, nyawa dari single atau lagu di dalamnya tidak lagi sekuat dulu. Sebab, pendengar bisa langsung mendengarkan seluruh isinya secara bersamaan.
“Meski secara distribusi jadi lebih mudah, tantangannya justru pada menjaga isi lagu di dalamnya bisa terus dinikmati dalam jangka lama,” pikirnya.
Tahun-Tahun Berat Dalam Bermusik
Endah mengatakan kalau penggarapan album kelima bertajuk Regenerate jadi momen-momen yang cukup berat dalam bermusik. Ketika itu, ada perbedaan visi dalam bermusik yang diyakini oleh Endah dan Rhesa.Rhesa saat itu lebih ingin bermain-main dengan musik modern, sedangkan Rhesa merasa musik klasik yang vintage lebih cocok diterapkan pada album tersebut. Perbedaan visi ini membuat pengerjaan album diiringi banyak ketidakcocokan.
“Saat itu, mungkin karena mas Rhesa saking padatnya kepalanya, terkadang dia mengungkapkan ke aku juga tidak tepat. Ini yang kemudian juga membuat aku ngeyel terus. Jadinya, sama-sama keras kepala. Cukup pelik sih waktu itu,” jelasnya.
Endah merasa momen ini membuat dirinya dan Rhesa terlibat dalam hal yang disebutnya sebagai ‘berantem hebat’, utamanya dalam proses bermusik. Sebab, setiap sisi punya ego masing-masing, punya visi yang berbeda-beda.
Pada akhirnya, ketika sedang kalut, keduanya sedikit menemukan titik terang ketika tercipta lagu Menua Bersama. Lagu itu, dianggap Endah cukup meluluhkan hatinya. Lagu tersebut liriknya diciptakan Rhesa dengan makna yang dirasanya begitu dalam, yakni apa pun masalah yang terjadi pasangan ini ingin tetap menua bersama.
“Ketika mulai luluh, akhirnya ada kesepakatan memproduksi album kelimanya. Lagu itu rilis 2018 dan albumnya rilis 2019. Bagi kami, konflik dalam bermusik adalah hal biasa, dari situ justru kami makin berkembang,” tutupnya.
Baca juga: Hypereport: Sajak Cinta dan Melodi Romantis Pasangan Musisi yang Berkarier Bersama
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.