Ajang kompetisi komedi stand up menjadi salah satu variety show yang diadakan di Indonesia (Sumber gambar: pexels/Teemu R)

Hypereport: Menyajikan Cerita Kreatif & Menarik Guna Menyedot Penonton

26 February 2024   |   07:25 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Di tengah hiruk pikuk program – program variety show linsensi dari luar negeri, sejumlah program original hasil buatan tangan terampil anak dalam negeri mampu unjuk gigi dan menjadi pilihan para penonton di dalam negeri. Kreativitas dan kegigihan menjadi kunci dalam bertahan dan tetap eksis.

Stand Up Comedy Indonesia atau yang kerap terkenal dengan singkatan SUCI merupakan salah satu variety show buatan dalam negeri yang kini menjadi salah satu program paling digemari oleh masyarakat di dalam negeri.

Program kompetisi yang mencari talenta berbakat dalam komedi stand up itu mampu bertahan dan telah berjalan lebih dari sepuluh tahun. Acara ini menjadi program yang ditunggu – tunggu oleh para penggemar komedi stand up di dalam negeri. 

Baca juga: Hypereport: Popularitas & Perkembangan Program Reality Show Adaptasi Luar Negeri

Pencapaian SUCI itu tidak terjadi begitu saja dan tidak semudah mengembalikan tangan. Proses panjang harus dilalui oleh para tim kreatif di belakangnya. Mereka harus “bergelut” dengan banyak hal untuk menjadi seperti saat ini.

Produser program SUCI Suparno mengungkapkan bahwa ada tiga hal yang saling bertautan, sehingga membuat SUCI dapat bertahan lama hingga saat ini. Pertama adalah keberlanjutan televisi penyelenggara yang tetap memiliki komitmen membuat kompetisi SUCI setiap tahunnya.

Kedua, tentu saja komika dan komunitasnya yang semakin lama kian solid dan berkembang. Tanpa mereka, bibit – bibit komika untuk reality show pencarian kompetisi pasti nihil. “Terakhir, tentu saja penonton,” katanya.

Penonton menjadi salah satu faktor penting dalam membuat program variety show ini terus bertahan dan bertahan hingga sekarang. Pada saat ini, penonton stand up comedy Indonesia sudah berlimpah.

Setiap penonton sudah memiliki genre komika dan memilih individu komika sendiri-sendiri yang disukai. Jumlah penonton yang berlimpah itu berbeda jika dibandingkan dengan awal penayangan program ini pada 2011 silam. pada saat itu, belum terlihat antusiasme dari masyarakat tentang komedi stand up.

Dalam membuat program SUCI bertahan lama dan diminati oleh para penonton, tim kreatif  dan para mentor yang terdiri atas para komika senior dan juga para profesional di beberapa bidang yang masih terkoneksi dengan perjalanan dunia stand-up bekerja sama.

Semua pihak bersama saling melihat tren yang sedang berkembang, baik dalam dunia perkomedian maupun sosial. Dengan begitu, setiap musim kompetisi masih bisa terkoneksi/in-line dengan tren yang ada.

Lebih detailnya, tim memberikan tema berbeda-beda setiap minggu sebagai materi kepada komika. Selain itu, tim juga kadang menggunakan gimmick-gimmick terkait dengan peraturan dalam dunia stand-up yang juga harus dibawakan dan menjadi pelengkap dalam materi.

Contoh, pada minggu pertama kompetisi, komika peserta kompetisi mendapatkan tema untuk membawakan materi terkait politik dengan tantangan treatment callback (mengulang bit materi yang sudah dibawakan pada menit-menit awal) di dalam durasi 4-5 menit materinya, maka pasti komika akan membawa persoalan terbaru dalam materinya - supaya penonton dan juri juga relate.

“Semakin heboh serta terbaru sebuah peristiwa politik yang dimasukkan dalam materi, tentu saja akan semakin pecah ketika dibawakan apabila memang materi dan pembawaan komikanya sesuai,” katanya.

Tidak hanya itu, penyelenggara juga memberikan edukasi terhadap para komika yang ikut dalam program kompetisi SUCI. Setiap minggu, mereka mendapatkan pembelajaran sebelum kompetisi, sehingga diharapkan ikut berkembang saat musim berjalan.

Dalam menjalankan program variety show SUCI, tidak bisa dimungkiri, sejumlah tantangan harus dihadapi. Namun, tantangan terbesar selama kompetisi secara teknis sampai musim kompetisi terakhir yang dilaksanakan pada tahun 2023 adalah belum meratanya penyebaran komika yang potensial, khususnya komunitas yang berada di luar pulau Jawa.

Sebetulnya banyak komika daerah yang sangat berpotensi di daerahnya dengan referensi materi lokal. Pria yang kerap disapa Parno itu mengungkapkan beberapa dari komika juga tidak jarang sudah menjadi jagoan lokal. Namun, ketika kompetisi nasional, para komika harus bisa memperluas pandangan dan materi komedi, sehingga sehingga bisa lebih mudah diterima secara umum.

Saat ini, minat peserta dalam mengikuti ajang SUCI tidak mengalami penurunan setiap musim. Ratusan bahkan ribuan orang calon komika memadati tempat-tempat penyaringan di kota-kota audisi yang diadakan.

“Rekor audisi kami adalah audisi dimulai pada Minggu pukul 08.00 WIB dan baru berakhir pada pukul 03.00 WIB  dinihari pada Senin,” ujarnya.

Bagi Parno, program variety show berupa kompetisi bisa jadi adalah sebuah pertaruhan besar bagi televisi penyelenggara, dilihat dari sisi finansial ataupun kualitas tayangan, apapun itu genre kompetisinya.

Penonton yang sudah semakin pemilih dalam memilah program menjadikan pihak televisi kian berhati-hati dan memperbanyak riset kompetisi tentang genre dan treatment teranyar yang bisa dibuat dan diterima baik secara rating, kepuasan penonton maupun sisi pendapatan komersial dari sponsor.

“Mungkin kehati-hatian di atas yang membuat banyak pihak penyelenggara siaran masih belum banyak membuat kompetisi-kompetisi nasional dalam genre apapun,” katanya.

Dia menuturkan, dalam program kompetisi stand up di Indonesia, tayangan serupa yang berlisensi dari luar negeri tidak ada yang masuk dan tayang di televisi Indonesia. Dengan begitu, keuntungan dan kekuatannya bagi SUCI adalah bisa membangun harapan serta pencapaian tersendiri bagi penonton dan bagi penyelenggara tayangan.

Program ini juga tidak memiliki bayang-bayang capaian tayangan berlisensi yang sudah adal terlebih dahulu yang harus dipenuhi, bahkan dilampaui.

“Meskipun kekurangan program yang bukan berasal dari lisensi tentu saja belum punya penonton ketika baru pertama kali musim bergulir, sehingga harus belajar di setiap tayangannya, treatment apa yang bisa menarik dan berhasil bagi penonton, baik secara share, rating dan kepuasan penonton,” katanya.

Dia mengungkapkan, banyak kompetisi stand up justru ramai dibuat oleh SDM lokal dan bisa dihitung ada beberapa kompetisi standup baik berskala nasional yang dibuat untuk tayangan televisi maupun tayangan khusus untuk digital.

Program lain produksi dalam negeri yang bukan program lisensi adalah Pesbukers. Program ini juga tercatat sebagai salah satu karya hasil anak bangsa. Sejumlah nama besar dalam industri komedi di dalam negeri menjadi bagian dalam acara ini.

Produser Pesbukers Zainudin mengungkapkan cerita tentang isu terkini dan relate dengan masyarakat menjadi kunci Pesbukers guna meraih penonton di dalam negeri. Dalam menentukan sebuah cerita yang hendak disuguhkan kepada masyarakat, tim biasanya mengadakan rapat.

Dalam rapat tersebut, semua ide dari para peserta dibahas sebelum diputuskan tentang cerita yang akan disajikan. Saat mengusulkan tentang gagasan materi yang hendak ditampilkan, tim memiliki beberapa acuan, seperti media sosial dan juga lembaga rating selain kebaruan.

“Intinya kami mencari yang sedang update di media sosial. Kami jadikan judul. Kami setiap ramadan tetap mencari yang baru,” ujarnya.


Kemudian, ide atau gagasan tentang materi yang akan disuguhkan juga harus relate dengan penonton. Ketika masyarakat sudah merasa terhubung dengan materi itu, dia berharap program itu akan terus disaksikan.

Setelah selesai, ide dan konsep tentang materi dari production house itu didiskusikan bersama pihak televisi. Dalam diskusi yang berlangsung, tidak jarang terdapat sejumlah pengembangan terhadap konsep yang sudah ada.

Pada musim Ramadan tahun ini, Pesbukers akan membawa materi besar tentang pasar malam. “Dari judul itu, kami kembangkan,” katanya.

Setelah menentukan tema besar yang akan dibawakan dalam program Pesbukers, langkah lainnya adalah dengan menentukan artis atau para pemain yang akan membawakan materi tersebut dan tampil di depan layar.

Pasar malam akan menjadi konsep yang diangkat dalam program Pesbukers pada Ramadan lantaran dekat dengan kehidupan masyarakat di dalam negeri. Saat hendak labaran, banyak orang biasanya pergi ke pasar malam.

Di tempat itu, masyarakat melakukan berbagai aktivitas, seperti mencari baju untuk lebaran, makanan, dan kue untuk merayakan hari kemenangan. Dengan tema yang dekat dengan masyarakat ini, dia berharap banyak orang merasa terwakili.

“Kalau sudah terwakili, Insya Allah mereka menonton terus,” ujarnya. 

Editor: Fajar Sidik 
 

SEBELUMNYA

Hypereport: Popularitas & Perkembangan Program Reality Show Adaptasi Luar Negeri

BERIKUTNYA

7 Gaya Modis Seleb K-Pop di Milan Fashion Week 2024, Moon Ga Young sampai Joy Red Velvet

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: