Pameran Cerita Kaca, Cara Baru Menghidupkan Seni Lukis Kaca di Indonesia
21 February 2024 |
15:07 WIB
Siang itu, puluhan muda-mudi terlihat antusias memasuki Dia.Lo.Gue di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Beberapa di antaranya aktif berswafoto, membaca kuratorial, atau membicarakan karya yang dipacak dalam pameran Cerita Kaca: Perjalanan Seni Lukis Indonesia.
Ekshibisi yang dihelat salah satu ruang alternatif di ibu kota itu memang menyedot perhatian publik. Menghadirkan kelindan evolusi perjalanan seni lukis kaca, pameran ini menampilkan karya-karya dari masa lampau hingga terbaru yang dikurasi dari sejumlah kolektor dan museum.
Di ruang pamer, sejumlah anak-anak muda yang biasanya datang bergerombol tersebut tampak menikmati berbagai karya seni lukis kaca yang dibuat dengan 'logika terbalik' itu. Terutama saat meneroka berbagai tulisan kaligrafi dan bentuk wayang yang penuh warna dan dekoratif.
Baca juga: Bangun Literasi Publik, Museum Batik Gelar Pameran Temporer Batik Tanah Air
Beberapa seniman yang karyanya dipacak termasuk Bahendi, Elang Aruna, H. Winta, Hardiono, Haryadi Suadi, Hasri, Kawi, I Ketut Samudra, Jro Dalang Diah, dan Ketut Sekar. Ada pula karya Kusdono, Maryono, Raden Saleh, Raden Sugro, Rastika, Rina Kurniyati, Studio Adjib, Sulasno, Waged, Yadi Umbara dan seniman-seniman anonim lain.
Berlangsung hingga 11 April 2024, pameran ini memajang lebih dari 100 lukisan kaca yang dipertontonkan kepada publik dengan berbagai langgam yang berbeda. Namun yang membuat takjub, kendati beberapa lukisan tersebut telah berusia hampir seabad, tapi kondisinya masih terawat dengan apik.
Misalnya, gambar Buraq yang selalu menjadi salah satu objek populer lukisan kaca di beberapa daerah di Pulau Jawa. Makhluk tunggangan yang dikendarai Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra Mi'raj menuju langit ketujuh ini cukup banyak menghiasi ruang dalam kategori raung pamer kebudayaan Islam.
Total terdapat sembilan lukisan Buraq yang sebagian besar dilukis oleh seniman anonim. Namun, ada satu yang cukup jelas asal usulnya, yakni karya Hasri (cat minyak pada kaca, 1986) yang dibuat di Cirebon, Jawa Barat. Ada pula karya anonim yang melukiskan makhluk mitologi itu dengan berbagai aksentuasi unik, termasuk teknik isian kaligrafi.
Namun, tak melulu menampilkan kisah fantasi Buraq, atau kisah Sayyidina Ali Menyerang Dajjal (Anonim, cat pada kaca, tanpa tahun) ada pula tema realitas urban yang dihadirkan. Misalnya lewat tingkah polah, Petruk Mendengarkan Radio (Anonim, cat pada cermin tanpa tahun) dalam posisi berbaring, dan celana dalamnya kelihatan.
Ada pula tingkah begajulan Bagong yang sedang Obral Janji yang menghadirkan tema kritik terhadap kekuasan. Lukisan karya Maryono itu seolah merefleksikan momen pemilu, di mana elit penguasa selalu mengobral janji untuk memperbaiki nasib rakyat, tapi semuanya hanya pepesan kosong belaka. Hal itu tergambar dari sosok rakyat yang diwakili Semar, Petruk, Gareng, dan Togog yang sudah lelah hingga tertidur.
Baca juga: Yuk Intip Lukisan Karya 24 Alumni Seni Rupa UNJ di Pameran Tatap Rupa Plaza Indonesia
Owner Dia.Lo.Gue, Hermawan Tanzil mengatakan, ihwal dihelatnya pameran lukisan kaca ini tidak hanya ingin memperkenalkan kembali seni lukis kaca yang semakin terlupakan. Namun juga untuk menyuarakan kembali spirit pertukaran budaya yang organik dari seni lukis kaca kepada masyarakat.
"Selain menampilkan lukisan-lukisan kaca dalam kategorisasi pokok-soal, gaya-rupa dan fungsi, pameran ini juga menyoroti sosok dan kekaryaan seniman-seniman penting dalam hal perintisan, edukasi, dan pengembangan teknik serta gaya ungkap seni lukis kaca," katanya.
Setali tiga uang, kurator Chabib Duta Hapsoro mengatakan, sebagai sebuah seni rakyat, seni lukis kaca telah memperlihatkan akulturasi dan pertukaran pengaruh dari berbagai macam budaya. Bahkan, setiap wilayah juga memiliki kontribusi masing-masing yang turut memperkaya khasanah seni lukis kaca di Tanah Air.
Oleh karena itu, tujuan utama dari pameran ini adalah untuk menunjukan spirit akulturatif itu. Selain itu, ekshibisi ini juga ingin menghadirkan ragam cerita lukisan kaca yang kaya di Indonesia. "Termasuk bagaimana melihat seni lukis kaca sebagai situs yang selalu terbuka akan tafsir dan lokalitas dari setiap kawasan yang dilaluinya," tuturnya.
Lukisan kaca pertama kali ditemukan di Belanda pada abad ke-14 yang kemudian menyebar di Eropa dan Cina pada akhir abad ke-18 sampai ke-19, termasuk Nusantara. Pada dekade 1930 sampai 1950-an masyarakat mulai gandrung pada lukisan kaca, dari karya-karya seniman seperti I Ketut Negara di Bali, Ketut Sekar, Rastika, dan masih banyak lagi.
Popularitas seni lukis kaca mencapai tonggak keemasan pada periode 1970 sampai 1990-an di mana patronase kebudayaan juga turut memengaruhi para seniman.
Terutama lewat inovasi dan pendekatan mereka pada realitas dan akulturasi dari berbagai kesenian yang ada di Tanah Air. Namun, popularitas seni kaca menurun seiring macetnya pertumbuhan peminat, dan merosotnya regenerasi para pelakunya.
Baca juga: Penikmat Musik Rock Merapat, God Bless Gelar Pameran Retrospektif di Galeri Nasional
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Ekshibisi yang dihelat salah satu ruang alternatif di ibu kota itu memang menyedot perhatian publik. Menghadirkan kelindan evolusi perjalanan seni lukis kaca, pameran ini menampilkan karya-karya dari masa lampau hingga terbaru yang dikurasi dari sejumlah kolektor dan museum.
Di ruang pamer, sejumlah anak-anak muda yang biasanya datang bergerombol tersebut tampak menikmati berbagai karya seni lukis kaca yang dibuat dengan 'logika terbalik' itu. Terutama saat meneroka berbagai tulisan kaligrafi dan bentuk wayang yang penuh warna dan dekoratif.
Baca juga: Bangun Literasi Publik, Museum Batik Gelar Pameran Temporer Batik Tanah Air
Beberapa seniman yang karyanya dipacak termasuk Bahendi, Elang Aruna, H. Winta, Hardiono, Haryadi Suadi, Hasri, Kawi, I Ketut Samudra, Jro Dalang Diah, dan Ketut Sekar. Ada pula karya Kusdono, Maryono, Raden Saleh, Raden Sugro, Rastika, Rina Kurniyati, Studio Adjib, Sulasno, Waged, Yadi Umbara dan seniman-seniman anonim lain.
Berlangsung hingga 11 April 2024, pameran ini memajang lebih dari 100 lukisan kaca yang dipertontonkan kepada publik dengan berbagai langgam yang berbeda. Namun yang membuat takjub, kendati beberapa lukisan tersebut telah berusia hampir seabad, tapi kondisinya masih terawat dengan apik.
Lukisan Buraq karya Hasri dalam Pameran Cerita Kaca: Perjalanan Seni Lukis Indonesia di Dia. Lo. Gue, Kemang, Jakarta Selatan. (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Total terdapat sembilan lukisan Buraq yang sebagian besar dilukis oleh seniman anonim. Namun, ada satu yang cukup jelas asal usulnya, yakni karya Hasri (cat minyak pada kaca, 1986) yang dibuat di Cirebon, Jawa Barat. Ada pula karya anonim yang melukiskan makhluk mitologi itu dengan berbagai aksentuasi unik, termasuk teknik isian kaligrafi.
Namun, tak melulu menampilkan kisah fantasi Buraq, atau kisah Sayyidina Ali Menyerang Dajjal (Anonim, cat pada kaca, tanpa tahun) ada pula tema realitas urban yang dihadirkan. Misalnya lewat tingkah polah, Petruk Mendengarkan Radio (Anonim, cat pada cermin tanpa tahun) dalam posisi berbaring, dan celana dalamnya kelihatan.
Ada pula tingkah begajulan Bagong yang sedang Obral Janji yang menghadirkan tema kritik terhadap kekuasan. Lukisan karya Maryono itu seolah merefleksikan momen pemilu, di mana elit penguasa selalu mengobral janji untuk memperbaiki nasib rakyat, tapi semuanya hanya pepesan kosong belaka. Hal itu tergambar dari sosok rakyat yang diwakili Semar, Petruk, Gareng, dan Togog yang sudah lelah hingga tertidur.
Baca juga: Yuk Intip Lukisan Karya 24 Alumni Seni Rupa UNJ di Pameran Tatap Rupa Plaza Indonesia
Lukisan Obral Janji Karya Martono dalam Pameran Cerita Kaca: Perjalanan Seni Lukis Indonesia di Dia. Lo. Gue, Kemang, Jakarta Selatan. (sumber gambar Dok. Dia.Lo.Gue)
"Selain menampilkan lukisan-lukisan kaca dalam kategorisasi pokok-soal, gaya-rupa dan fungsi, pameran ini juga menyoroti sosok dan kekaryaan seniman-seniman penting dalam hal perintisan, edukasi, dan pengembangan teknik serta gaya ungkap seni lukis kaca," katanya.
Setali tiga uang, kurator Chabib Duta Hapsoro mengatakan, sebagai sebuah seni rakyat, seni lukis kaca telah memperlihatkan akulturasi dan pertukaran pengaruh dari berbagai macam budaya. Bahkan, setiap wilayah juga memiliki kontribusi masing-masing yang turut memperkaya khasanah seni lukis kaca di Tanah Air.
Oleh karena itu, tujuan utama dari pameran ini adalah untuk menunjukan spirit akulturatif itu. Selain itu, ekshibisi ini juga ingin menghadirkan ragam cerita lukisan kaca yang kaya di Indonesia. "Termasuk bagaimana melihat seni lukis kaca sebagai situs yang selalu terbuka akan tafsir dan lokalitas dari setiap kawasan yang dilaluinya," tuturnya.
Lukisan Kaca karya Rastika berjudul Kidung Barikan dalam Pameran Cerita Kaca: Perjalanan Seni Lukis Indonesia di Dia. Lo. Gue, Kemang, Jakarta Selatan. (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Popularitas seni lukis kaca mencapai tonggak keemasan pada periode 1970 sampai 1990-an di mana patronase kebudayaan juga turut memengaruhi para seniman.
Terutama lewat inovasi dan pendekatan mereka pada realitas dan akulturasi dari berbagai kesenian yang ada di Tanah Air. Namun, popularitas seni kaca menurun seiring macetnya pertumbuhan peminat, dan merosotnya regenerasi para pelakunya.
Baca juga: Penikmat Musik Rock Merapat, God Bless Gelar Pameran Retrospektif di Galeri Nasional
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.