13 Hotel Ini Menyimpan Sejarah Penting Bangsa Indonesia
17 August 2021 |
14:38 WIB
Indonesia dengan perjalanan sejarah yang panjang baik sebelum kemerdekaan maupun pascakemerdekaan memiliki banyak bangunan tua yang menjadi bukti sejarah penting dalam perjuangan Bangsa Indonesia. Sejumlah bangunan itupun banyak yang beralih fungsi menjadi hotel dan penginapan.
Bagi para traveler, menginap di hotel bersejarah bisa menjadi nilai tambah dalam menapaki perjalanan di suatu kota. Berikut sejumlah hotel bersejarah di Indonesia yang harus Anda ketahui.
Hotel Indonesia Kempinski
Hotel yang berlokasi di Jalan MH Thamrin No. 1, Jakarta Pusat, ini merupakan hotel bintang lima pertama sekaligus gedung tertinggi pertama di Jakarta. Adapun hotel ini dibangun dari hasil rampasan perang dengan Jepang.
Hotel Indonesia, digagas oleh Presiden Soekarno dan diresmikan pada 1962 untuk menyambut Asian Games IV. Sejak itu, hotel bersejarah di Indonesia ini tak cuma jadi akomodasi bagi para atlet, tetapi juga para pejabat tinggi serta tamu-tamu penting pada masa itu. Hotel bersejarah ini memiliki Signatures Restaurant yang merupakan restoran favorit sang proklamator.
Hotel Indonesia beralih menjadi Hotel Indonesia Kempinski setelah 2004 dia dikelola oleh Kempinski Group. Sampai sekarang, Hotel Indonesia Kempinski masih menjadi salah satu hotel termewah dan termegah yang ada di Jakarta, bahkan Indonesia.
The Hermitage Hotel Jakarta
Salah satu hotel bersejarah di Jakarta dengan arsitektur khas zaman kolonial adalah The Hermitage Hotel yang berlokasi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Bangunan ini dibangun 1920, dan awalnya adalah gedung pemerintahan dan pisat telekomunikasi pemerintahan Hindia Belanda. Selepas kemerdekaan, hingga 2008 lalu bangunan peninggalan Belanda ini dikelola menjadi sebuah hotel dengan nama The Hermitage Hotel.
Hotel Sriwjaya Jakarta
Gedung yang dibangun pada 1863 ini awalnya adalah restoran milik Conrad Alexander Willam Cavadino. Setelah Sembilan tahun sukses menjalankan restoran tersebut, Cavadino mendirikan hotel dengan nama Hotel Cavadino yang beroperasi sejak 1898 hingga 1899 sebelum kemudian berubah nama menjadi du Lion d'Or. Pada 1941, hotel ini kembali berganti nama menjadi Park Hotel sebelum kemudian pada era 1950-an lebih dikenal dengan nama Hotel Sriwijaya.
Hotel Savoy Homann, Bandung
Hotel Savoy Homann di Bandung berdiri sejak 1871, dengan nama awal Hotel Homann sesuai nama pemiliknya, Homman yang berkebangsaan Jerman. Saat itu, hotel ini terbuat dari bambu sebelum kemudian pada 1880 bangunan hotel ini dibangun kembali dengan tembok batu bata.
Gedung yang berdiri menghadap Jalan Asia Afrika baru dibangun pada 1937 yang dirancan arsitek A.F. Albers bergaya art deco. Sejak tahun itu pula hotel bersejarah ini dikenal dengan nama Savoy Homann Hotel.
Mengalami berbagai pergantian kepemilikian, hotel bersejarah di Indonesia satu ini juga pernah menjadi pilihan akomodasi tokoh-tokoh dunia seperti aktor Charlie Chaplin dan pemimpin-pemimpin negara pada saat Konferensi Asia-Afrika seperti Cho En Lai dan Jawaharlal Nehru.
Hotel Prama Grand Preanger, Bandung
Hotel Prama Grand Preanger adalah hotel yang berlokasi di Jalan Asia Afrika, Bandung. Hotel Prama Grand Preanger adalah rancangan C.P. Wolff Schoemaker. Dia adalah guru arsitektur Soekarno.
Hotel Salak The Heritage, Bogor
Hotel ini berada di Jalan Ir Djuanda No.8, Bogor. Gedung yang dibangun pada 1856, awalnya bernama Bellevue-Dibbets Hotel yang dimiliki oleh keluarga Gubernur Jenderal VOC untuk akomodasi para elit pemerintahan VOC. Fungsinya saat itu untuk tempat penginapan para Jenderal Belanda. Tak heran jika hotel ini punya arsitektur khas Eropa.
Namun, pada saat pendudukan Jepang hotel ini kemudian sempat dijadikan markas militer sebelum akhirnya setelah Indonesia merdeka pada 1948 hotel ini dijadikan dengan nama Hotel Salak. Pada 1998, hotel ini kemudian berubah nama menjadi Hotel Salak The Heritage.
Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta
Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta merupakan Pesanggarahan Ambarrukmo yang dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono V. Setelah direnovasi pada 1895-1897, bangunan ini digunakan Sultan Hamengku Buwono VII untuk menjamu tamu-tamu sebelum kemudian dijadikan kediaman Sultan ketika ia turun tahta.
Saat merancang pembangunan empat hotel berstandar internasional di Indonesia, Presiden Soekarno menggunakan banyak bangunan hasil rampasan perang Jepang. Alhasil, hotel Ambarrukmo menjadi salah satu lokasi yang digagas. Pada 1966, Hotel Ambarrukmo yang dibangun di area kebon raja hingga gandok kiwa.
Grand Inna Malioboro, Yogyakarta
Pada mulanya, hotel ini bernama Grand Hotel de Djokja yang dibangun pada 1908. Hotel ini diperuntukkan bagi para tamu Gubernur Hindia Belanda dan pejabat militer masa penjajahan. Selanjutnya, hotel ini sempat berubah nama menjadi Asahi pada masa pendudukan Jepang. Setelah kemerdekaan, hotel ini berubah nama menjadi Hotel Mereka, kemudian Hotel Garuda, dan kini menjadi Grand Inna Malioboro.
Hotel Majapahit, Surabaya
Hotel ini sudah ada sejak 1910 dengan nama Oranje Hotel. Gedung hotel ini dibangun oleh orang Armenia bernama Lucas Martin Sarkies. Arsitektur hotel ini mulai mengambil gaya art deco pada 1936. Ketika era Jepang menguasai Nusantara, hotel ini sempat berubah nama menjadi Yamato Hoteru.
Alasan penting Hotel Majapahit menjadi hotel bersejarah, karena di gedung ini terjadi peristiwa perobekan bendera Belanda. Tepatnya pada 19 September 1945, Mastiff Carbolic mengibarkan bendera Belanda. Melihat hal itu masyarakat Indonesia marah kemudian menaiki hotel dan menurunkan bendera Belanda tersebut dan merobek bagian birunya. Masyarakat lalu mengibarkan kembali bagian bendera berwarna merah putih.
Selain itu salah satu kamar yang ditawarkan hotel bersejarah di Indonesia ini adalah "Kamar Merdeka" yang merupakan kamar yang pernah ditinggali oleh aktor Charlie Chaplin pada1936.
Hotel Horrison Arcadia, Surabaya
Hotel ini berlokasi di Jalan Rajawali No. 9-11, Ampel, Surabaya. Hotel ini awalnya merupakan kantor perusahaan gula pada zaman Hindia Belanda. Gedung yang berdiri sejak 1916, kini difungsikan sebagai hotel yang masih beroperasi hingga saat ini. Meskipun sudah terdapat renovasi dan penambahan bangunan baru, bagian depan Hotel Horison Arcadia masih bangunan asli dengan fasad khas yang sangat ikonik.
Hotel Pelangi, Malang
Gedung ini berdiri pada 1916 dengan nama Palace Hotel. Hal itu mendorong hotel ini menjadi salah satu hotel tertua di Indonesia. Sebelumnya hotel ini bernama Hotel Asoma pada masa pendudukan Jepang, lalu dberubah nama menjadi Hotel Pelangi pada 1953.
Hotel Niagara Lawang, Malang
Hotel Niagara berdiri sejak 1890an, di Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pada masa penjajahan Belanda, Lawang dikenal sebagai kota peristirahatan karena udara yang sejuk. Hotel ini pun awalnya adalah sebuah vila milik keluarga Liem Sian Joe, yang dirancang seorang Arsitek Brasil bernama Fritz Joseph Pinedo.
Arsitek ini pula yang membidani bangunan CCCL Surabaya alias Pusat Kebudayaan Perancis. Sayangnya, tempat ini hanya ditinggali keluarga Liem Sian Joe sampai 1920, karena mereka memutuskan menetap di Belanda. Pada 1960, bangunan dini dibeli pengusaha Surabaya, Ong Kie Tjai, dan berubah nama menjadi Hotel Niagara.
Hotel Grand Inna, Medan
Hotel ini awalnya memiliki nama Hotel Mijn de Boer yang dibangun pada 1898 oleh Aeint Herman de Boer yang merupakan pengusaha asal Belanda. Awalnya hotel ini berukuran kecil, namun terus dikembangkan karena menjadi salah satu akomodasi bagi para tamu-tamu penting asal Eropa seperti Raja Léopold II dari Belgia. Setelah kemerdekaan Indonesia hotel ini kemudian diambil alih pemerintah Indonesia dan masih beroperasi sampai saat ini dengan nama Grand Inna Medan. (Sumber: Bisnis Weekly Agustus 2020).
Editor: Fajar Sidik
Bagi para traveler, menginap di hotel bersejarah bisa menjadi nilai tambah dalam menapaki perjalanan di suatu kota. Berikut sejumlah hotel bersejarah di Indonesia yang harus Anda ketahui.
Hotel Indonesia Kempinski
Hotel yang berlokasi di Jalan MH Thamrin No. 1, Jakarta Pusat, ini merupakan hotel bintang lima pertama sekaligus gedung tertinggi pertama di Jakarta. Adapun hotel ini dibangun dari hasil rampasan perang dengan Jepang.
Hotel Indonesia, digagas oleh Presiden Soekarno dan diresmikan pada 1962 untuk menyambut Asian Games IV. Sejak itu, hotel bersejarah di Indonesia ini tak cuma jadi akomodasi bagi para atlet, tetapi juga para pejabat tinggi serta tamu-tamu penting pada masa itu. Hotel bersejarah ini memiliki Signatures Restaurant yang merupakan restoran favorit sang proklamator.
Hotel Indonesia beralih menjadi Hotel Indonesia Kempinski setelah 2004 dia dikelola oleh Kempinski Group. Sampai sekarang, Hotel Indonesia Kempinski masih menjadi salah satu hotel termewah dan termegah yang ada di Jakarta, bahkan Indonesia.
The Hermitage Hotel Jakarta
Salah satu hotel bersejarah di Jakarta dengan arsitektur khas zaman kolonial adalah The Hermitage Hotel yang berlokasi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Bangunan ini dibangun 1920, dan awalnya adalah gedung pemerintahan dan pisat telekomunikasi pemerintahan Hindia Belanda. Selepas kemerdekaan, hingga 2008 lalu bangunan peninggalan Belanda ini dikelola menjadi sebuah hotel dengan nama The Hermitage Hotel.
Hotel Sriwjaya Jakarta
Gedung yang dibangun pada 1863 ini awalnya adalah restoran milik Conrad Alexander Willam Cavadino. Setelah Sembilan tahun sukses menjalankan restoran tersebut, Cavadino mendirikan hotel dengan nama Hotel Cavadino yang beroperasi sejak 1898 hingga 1899 sebelum kemudian berubah nama menjadi du Lion d'Or. Pada 1941, hotel ini kembali berganti nama menjadi Park Hotel sebelum kemudian pada era 1950-an lebih dikenal dengan nama Hotel Sriwijaya.
Hotel Savoy Homann, Bandung
Hotel Savoy Homann di Bandung berdiri sejak 1871, dengan nama awal Hotel Homann sesuai nama pemiliknya, Homman yang berkebangsaan Jerman. Saat itu, hotel ini terbuat dari bambu sebelum kemudian pada 1880 bangunan hotel ini dibangun kembali dengan tembok batu bata.
Gedung yang berdiri menghadap Jalan Asia Afrika baru dibangun pada 1937 yang dirancan arsitek A.F. Albers bergaya art deco. Sejak tahun itu pula hotel bersejarah ini dikenal dengan nama Savoy Homann Hotel.
Mengalami berbagai pergantian kepemilikian, hotel bersejarah di Indonesia satu ini juga pernah menjadi pilihan akomodasi tokoh-tokoh dunia seperti aktor Charlie Chaplin dan pemimpin-pemimpin negara pada saat Konferensi Asia-Afrika seperti Cho En Lai dan Jawaharlal Nehru.
Hotel Prama Grand Preanger, Bandung
Hotel Prama Grand Preanger adalah hotel yang berlokasi di Jalan Asia Afrika, Bandung. Hotel Prama Grand Preanger adalah rancangan C.P. Wolff Schoemaker. Dia adalah guru arsitektur Soekarno.
Hotel Salak The Heritage, Bogor
Hotel ini berada di Jalan Ir Djuanda No.8, Bogor. Gedung yang dibangun pada 1856, awalnya bernama Bellevue-Dibbets Hotel yang dimiliki oleh keluarga Gubernur Jenderal VOC untuk akomodasi para elit pemerintahan VOC. Fungsinya saat itu untuk tempat penginapan para Jenderal Belanda. Tak heran jika hotel ini punya arsitektur khas Eropa.
Namun, pada saat pendudukan Jepang hotel ini kemudian sempat dijadikan markas militer sebelum akhirnya setelah Indonesia merdeka pada 1948 hotel ini dijadikan dengan nama Hotel Salak. Pada 1998, hotel ini kemudian berubah nama menjadi Hotel Salak The Heritage.
Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta
Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta merupakan Pesanggarahan Ambarrukmo yang dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono V. Setelah direnovasi pada 1895-1897, bangunan ini digunakan Sultan Hamengku Buwono VII untuk menjamu tamu-tamu sebelum kemudian dijadikan kediaman Sultan ketika ia turun tahta.
Saat merancang pembangunan empat hotel berstandar internasional di Indonesia, Presiden Soekarno menggunakan banyak bangunan hasil rampasan perang Jepang. Alhasil, hotel Ambarrukmo menjadi salah satu lokasi yang digagas. Pada 1966, Hotel Ambarrukmo yang dibangun di area kebon raja hingga gandok kiwa.
Grand Inna Malioboro, Yogyakarta
Pada mulanya, hotel ini bernama Grand Hotel de Djokja yang dibangun pada 1908. Hotel ini diperuntukkan bagi para tamu Gubernur Hindia Belanda dan pejabat militer masa penjajahan. Selanjutnya, hotel ini sempat berubah nama menjadi Asahi pada masa pendudukan Jepang. Setelah kemerdekaan, hotel ini berubah nama menjadi Hotel Mereka, kemudian Hotel Garuda, dan kini menjadi Grand Inna Malioboro.
Hotel Majapahit, Surabaya
Hotel ini sudah ada sejak 1910 dengan nama Oranje Hotel. Gedung hotel ini dibangun oleh orang Armenia bernama Lucas Martin Sarkies. Arsitektur hotel ini mulai mengambil gaya art deco pada 1936. Ketika era Jepang menguasai Nusantara, hotel ini sempat berubah nama menjadi Yamato Hoteru.
Alasan penting Hotel Majapahit menjadi hotel bersejarah, karena di gedung ini terjadi peristiwa perobekan bendera Belanda. Tepatnya pada 19 September 1945, Mastiff Carbolic mengibarkan bendera Belanda. Melihat hal itu masyarakat Indonesia marah kemudian menaiki hotel dan menurunkan bendera Belanda tersebut dan merobek bagian birunya. Masyarakat lalu mengibarkan kembali bagian bendera berwarna merah putih.
Selain itu salah satu kamar yang ditawarkan hotel bersejarah di Indonesia ini adalah "Kamar Merdeka" yang merupakan kamar yang pernah ditinggali oleh aktor Charlie Chaplin pada1936.
Hotel Horrison Arcadia, Surabaya
Hotel ini berlokasi di Jalan Rajawali No. 9-11, Ampel, Surabaya. Hotel ini awalnya merupakan kantor perusahaan gula pada zaman Hindia Belanda. Gedung yang berdiri sejak 1916, kini difungsikan sebagai hotel yang masih beroperasi hingga saat ini. Meskipun sudah terdapat renovasi dan penambahan bangunan baru, bagian depan Hotel Horison Arcadia masih bangunan asli dengan fasad khas yang sangat ikonik.
Hotel Pelangi, Malang
Gedung ini berdiri pada 1916 dengan nama Palace Hotel. Hal itu mendorong hotel ini menjadi salah satu hotel tertua di Indonesia. Sebelumnya hotel ini bernama Hotel Asoma pada masa pendudukan Jepang, lalu dberubah nama menjadi Hotel Pelangi pada 1953.
Hotel Niagara Lawang, Malang
Hotel Niagara berdiri sejak 1890an, di Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pada masa penjajahan Belanda, Lawang dikenal sebagai kota peristirahatan karena udara yang sejuk. Hotel ini pun awalnya adalah sebuah vila milik keluarga Liem Sian Joe, yang dirancang seorang Arsitek Brasil bernama Fritz Joseph Pinedo.
Arsitek ini pula yang membidani bangunan CCCL Surabaya alias Pusat Kebudayaan Perancis. Sayangnya, tempat ini hanya ditinggali keluarga Liem Sian Joe sampai 1920, karena mereka memutuskan menetap di Belanda. Pada 1960, bangunan dini dibeli pengusaha Surabaya, Ong Kie Tjai, dan berubah nama menjadi Hotel Niagara.
Hotel Grand Inna, Medan
Hotel ini awalnya memiliki nama Hotel Mijn de Boer yang dibangun pada 1898 oleh Aeint Herman de Boer yang merupakan pengusaha asal Belanda. Awalnya hotel ini berukuran kecil, namun terus dikembangkan karena menjadi salah satu akomodasi bagi para tamu-tamu penting asal Eropa seperti Raja Léopold II dari Belgia. Setelah kemerdekaan Indonesia hotel ini kemudian diambil alih pemerintah Indonesia dan masih beroperasi sampai saat ini dengan nama Grand Inna Medan. (Sumber: Bisnis Weekly Agustus 2020).
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.